JIhan memiliki kenangan buruk tentang hubungan percintaan, membuatnya menjadi pribadi yang sedikit dingin kepada pria diluar keluarganya. Namun entah mengapa kedatangan sahabat dari abangnya membuatnya sedikit berubah. Mungkin kuasa Allah sedang bekerja hingga Jihan menyetujui lamaran Pandu. Satu harapan Jihan, semoga Pandu tidak sama dengan mantannya. itu saja.
Dering telepon itu terus mengganggu sang pemilik yang tengah terlelap, dengan bermalas-malasan sang pemilik mengangkat panggilan yang diterimanya kesekian kali dipagi harinya.
"Hm, apa?" ucap si gadis pemilik gawai, Numa Saira Nasrin.
"Nggak lupa, kan? Kita ada janji pagi ini, Num." balas si penelepon, Galih Pranaja.
"Iya, iya." sahut Numa, sambil berjalan sempoyongan menuju cermin rias dikamarnya, "Gal!!!" pekik gadis itu saat melihat pantulan dirinya dikaca.
"Apa?" jawab Galih santai.
"Jerawatku nambah lagi."
"Sudah kuduga. Makanya kalau mau tidur itu cuci muka dulu, Num. Makananmu oasti kebanyakan minyak. Ya udah sana cuci muka, mandi juga. Jangan sampai nggak jadi ketemu cuma gara-gara jerawat. i'm okay with that." ujar Galih yang langsung menutup panggilannya saat itu juga.
Sedangkan Numa masih terpaku didepan kaca, "Kenapa tuhan, kenapa?" ratapnya kemudian.