NEWS

1000 Words
“Nat, Ayah ada berita baik untuk kamu.” “Apa itu?” "Bulan depan kamu akan menikah.." "UKHUK!" Gadis itu, Natasya Alvenia awalnya sedang menikmati segelas white coffee lantas tersedak setelah mendengar penuturan yang terlalu membuatnya shock dari Joan, sang ayah. Air di dalam mulutnya juga nyaris menyembur ke arah adiknya yang asik mengunyah satu lembar roti bakar buatannya pagi ini. Tidak seperti dirinya, Ageum sang adik justru terlihat biasa saja. Bahkan masih tetap menikmati sarapannya ditambah segelas s**u segar. “Apa? Menikah?” Natasya menganga tak percaya. Ini terlalu mendadak bagi gadis itu. Sungguh. "Loh, Yah? Itu kabar baik? KOK GITU? Asya masih muda dan masih kuliahhh,” rengeknya enggan menerima rencana itu. Secangkir kopi hitam pekat baru saja diseruput lelaki tua itu di hadapan gadis tersebut. "Loh? Bukannya bagus? Ayah pengin kamu segera menikah. Kamu masih terburu-buru untuk berkuliah sebelum kesehatanmu membaik saat itu," kata Joan yang menjawab dengan tenang. "Ayah menyesal Asya kuliah atau malah gak bangga kalau Asya jadi lulusan arsitektur?" “Tentu saja Ayah bangga. Hanya saja terlalu cepat.” “Bukankah bagus kalau seorang perempuan bisa mencapai cita-citanya segera dan bekerja dulu? Hebat loh padahal jadi wanita karir.” "Kata tetangga, ujung-ujungnya juga kamu jadi istri orang, Sya." Ayah kok gitu? malah dengerin kata tetangga segala. Dasar tetangga k*****t, batin Natasya mengumpat. Dosa dia pikirkan belakangan, dia hanya tidak bisa mengontrol batinnya.  Ia sedih kenapa Joan jadi berpikiran sedikit sempit ini? Menikah bukan perkara disahkan dalam agama dan hukum saja, semua juga perlu pertimbangan. Kalau mendadak seperti ini tak ada kesiapan untuknya. "Pihak laki-laki pengin kalian segera resmi, ya sekitar lima belas tahun yang lalu Ayah yang menginginkan kamu dan anak teman Ayah menikah. Kemarin, pihak teman Ayah udah mutusin buat nikahin kalian berdua secepatnya. Kamu kan belum pernah pacaran," jelas Joan lebih lanjut. "Tapi, kalau anak itu udah punya pacar gimana? Asya gak mau kalau kita nikah secara terpaksa," balas Natasya yang memang berpikir dua arah. Nyatanya dia merasakan ini adalah pernikahan yang terpaksa karena bukan atas kehendaknya. "Lebih tepatnya harus ada persetujuan antara Asya dan dia." "Nurut aja, Kak. Katanya ganteng sih, tapi masih gantengan gue," timpal Ageum dengan percaya diri. "Diem lo," Natasya menatap tajam Ageum namun anak itu justru malah tertawa. Kembali, dia memandang Joan dengan tatapan memohon, "Ayah. Masa Asya nikah muda." "Umur kamu masih dibilang cukup minimal untuk menikah. Apa salahnya? Menikah muda gak selalu buruk kok. Lagipula bunda juga berpesan agar kamu menikah dengan anak teman Ayah itu." "Bunda juga setuju?" Ayah menganggukan kepala dengan yakin. Mendiang Bundanya juga setuju. Natasya merasakan stress di kepalanya menghujam dari berbagai sisi. Ia harus apa? Menerimanya? Ia masih muda, masih 19 tahun, satu tahun lagi ia akan segera lulus tapi mengapa Ayahnya sangat terburu-buru akan hal ini? Menikahkan Natasya dengan anak temannya, padahal Natasya masih memiliki alasan kenapa dia memutuskan untuk menghindari sosok laki-laki. Lalu, ia merasakan tangannya ditangkup oleh tangan kasar yang ia kenali. Ayahnya mengelus punggung tangannya dengan lembut. "Asya, anak ayah yang cantik. Dengarkan ayah.. ” Joan menjeda sejenak dan mengambil napas dalam sebelum lanjut berbicara, “Ayah bukan semata-mata ingin egois. Semua sudah dipertimbangkan. Dia anak yang baik dan bertanggung jawab. Ayah yakin dia bias menjaga kamu seperti ayah menjaga kalian berdua." "Ayah.." "Kalau Asya gak mau, ayah nggak akan memaksa.” Semua pilihan akan kembali ditangan Natasya. Meskipun pernikahan ini dilakukan atas dasar perjodohan, Joan yakin keduanya akan bias membina rumah tangga dengan baik. Dan Joan pun mengharapkan lelaki yang menjadi suami putrinya bisa mengembalikan senyuman manis tanpa ada rasa takut. "Asya masih perlu waktu buat berpikir. Pilihan Ayah pasti yang terbaik untuk Natasya juga, jadi aku bakal berusaha menerima ini perlahan-lahan." "Ayah paham tentang itu. Dan kamu juga bakal tau saat bertemu ketika makan malam bersama dan upacara pemberkatan. Setelah mendaftarkan pernikahan kalian dan sah, kalian bakal tinggal satu rumah." Natasya melotot. "KOK GITU?!" "Loh, harus gitu dong," balas Ayah. "S-satu rumah? Ayah sama Ageum ikut?" tanya Natasya polos. "Ya enggak lah," Ayah terkikik pelan. "Ayah masih tinggal disini. Hadiah pernikahan kalian berupa apartemen pribadi yang diberikan oleh orang tua pihak laki-laki, semua kebutuhan lengkap juga sudah ada di sana. Kita benar-benar menyiapkan segalanya karena ayah dan teman ayah ini sudah dekat sejak lama. Meskipun tidak mengadakan resepsi, gaun pernikahan dipesan dan dirancang dari Paris." Tanpa menjelaskan rincian mengenai pernikahan ini, memang kedua pihak sudah sangat sepakat. Mau menolak pun jadi tidak enak bagi Natasya. Perjodohan ini terlihat sangat menyenangkan bagi para gadis-gadis yang ingin menikah muda dan memiliki suami dengan latar keluarga yang sudah kaya raya, tapi tetap saja Natasya merasa hidup tanpa ada rasa suka akan terasa hampa. Natasya jadi penasaran, siapa sosok laki-laki ini? Apalagi Joan tidak menyebutkan nama maupun bagaimana ciri fisiknya. Ugh, satu hal yang jelas adalah dia tampan. Kalau tidak mengakui hal itu, Natasya tidak akan percaya seorang Ageum mau mengakui ketampanan laki-laki lain selain dirinya sendiri. "Kita bicarakan lanjut saat kamu udah pulang. Lebih baik sekarang kamu berangkat kuliah dahulu sebelum terlambat. Katanya ada kelas pagi," kata Joan. Natasya melirik jam tangannya, dan setengah jam lagi dia ada kelas. Mampus! Ia meruntuki diri sendiri dan terburu-buru habisin sarapannya lalu menggantungkan tasnya di pundak. "Asya berangkat ya, Yah. Pulangnya agak sore soalnya ada perkumpulan buat persiapan keberangkatan Asya dua bulan lagi ke Aussie. Ageum, belajar yang rajin ya. Awas aja main ML di kelas!" kata Natasya pamit langsung pergi begitu saja. Mereka berdua melihat Natasya dari jauh sempat menabrak pintu karena tidak melihat ke arah depan lalu tertawa sendiri karena ketidak hati-hatiannya saat berjalan. Detik kemudian Joan tercengo dengan kelakuan Natasya yang masih sedikit ceroboh, sementara Ageum menertawakan hal itu dengan tawa kencang. "Ayah yakin mau tetap menikahkan kak Asya dengan anak teman Ayah yang itu? Sepertinya Kak Asya masih keberatan,” kata Ageum yang barusan menghabiskan segelas s**u. “Tetap. Ayah sangat percaya dengan calon suaminya.” “Ageum cuman bisa ikut. Kalau memang itu yang terbaik buat kak Asya.” “Kamu juga cepetan berangkat, Geum. Itu mau jam tujuh juga,” kata Joan menunjuk jam dinding dengan dagunya lalu menyesap lagi kopi miliknya. Ageum melirik dan menepuk keningnya, dia bisa terlambat kalau tidak segera berangkat ke sekolah. Tanpa menunggu lagi dia terburu-buru merapikan seragamnya karena ini hari senin, sudah tentu ada namanya kegiatan wajib yaitu upacara bendera. Setelah mengambil tasnya dan mengenakan sepatu, Ageum pamit pada Joan dan berangkat dengan motor matic miliknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD