BAB 1

1830 Words
Violete pov           "VIOLETE!!" teriakan itu membuatku tersentak seolah olah tertarik dari dunia mimpiku. "Bangunlah, sekarang sudah pukul 8 pagi" Oh astaga, tak tahukah ia kalau aku baru saja bermimpi sedang bercinta dengan Christian Grey, kalian tahu kan tokoh di film Fifty Shades Of Grey itu?           Aku menyelimuti tubuhku hingga kepala. "VIOLETE AVERYN MALDIEV!!!!" kali ini ia meneriakan namaku lebih kencang. Aku terduduk dan menjambak rambutku pelan.           "JANGAN MENGGANGGUKU TIDUR LEO. DEMI TUHAN, INI BAHKAN HARI MINGGU!!!" aku berteriak dengan putus asa. Samar samar kudengar ia tertawa di ruang keluarga sana. Mengapa ia sangat senang menjailiku?           Aku berbaring kembali di kasurku dan mulai memejamkan mataku untuk menyambung mimpiku yang tengah bercinta dengan Christian Grey.           "VIOLETE!!!" teriakan itu kembali menggema saat aku hampir tertidur dengan pulas. Aku bangkit dan berjalan keluar dari kamarku lalu berlari menghampiri Leo dan memukulinya dengan bantal sofa tanpa ampun hingga membuatnya mengaduh kesakitan.           "BERHENTILAH MENGGANGGUKU DI HARI MINGGU!!" teriakku frustasi. Aku baru saja tertidur pukul 6 pagi tadi karena menonton series netflix favoriteku, yah walaupun belum sampai selesai juga.           "Baiklah-baiklah, aku minta maaf" ujarnya sungguh-sungguh.           "Mom, kalau Leo menggangguku lagi, kau atur saja harus bagaimananya, mom." ujarku sambil menaiki tangga. Kulihat Mommu -yang tengah berada di ruang keluarga- menganggukan kepalanya- aku memasuki kamarku dan menutupnya dengan kencang. Leo itu sebenarnya kakakku, kakak yang hanya lebih tua beberapa menit. Yap, ia kembaranku.           Namaku Violete Averyn Maldiev. Aku berumur 17 tahun. Masih tergolong muda bukan? Aku dan Leo bersekolah di sekolah yang sama namun kita berbeda kelas. Aku bersyukur untuk itu. Stop disini dulu perkenalannya.           Omong-omong, sepertinya aku akan melanjutkan kembali tidurku yang tertunda. Aku menaiki kasurku yang terlihat begitu menggiurkan lalu memakai selimut dan mulai memasuki alam mimpiku. *****           Aku melangkahkan kakiku memasuki dapur, semoga masih ada makanan yang tersisa karena aku sangat lapar.           Syukurlah masih ada beberapa sandwich. Aku memakan sandwich itu sambil menuang s**u ke gelasku. Sandwich ini sangat lezat, perpaduan sayuran, daging, keju serta bumbu bumbu lainnya terasa nikmat dan seakan akan menggodaku untuk memakan sandwich itu lagi dan lagi. Oke, mungkin itu penggambaran yang berlebihan hanya untuk sebuah sandwich tapi aku bersungguh sungguh saat mengatakan bahwa sandwich ini lezat.           Aku menegak susuku hingga habis setelah menghabiskan 2 potong sandwich.           "Where’s mom and dad?" tanyaku saat melihat Leo memasuki dapur. Ia membuka lemari pendingin dan mengambil minuman isotonik. Okey aku tebak ia pasti habis berolahraga. Ia memang sangat rajin dalam bidang olahraga, tak heran jika bentuk tubuhnya sangat terbentuk dan juga perutnya yang sixpack itu bagaikan roti sobek.           Ku akui aku memang pecinta pria dengan perut sixpack seperti Shawn Mendes, Justin Bieber, Cameron Dallas, Jamie Dornan, Robert Pattison, dan kalian bisa menambahkan sendiri siapa yang memiliki perut sixpack. Walau aku menyukai pria sixpack, namun Leo sangat tak termasuk kategori ‘Yang-Aku-Sukai’ itu. Ia kakakku dan ia sangat menyebalkan makanya ia tak masuk.           "Ke supermarket berdua, Like u don’t know them either." ujarnya membuatku mengangkat bahu. Biarkan saja kedua orang tuaku itu merasakan kembali masa-masa seperti saat mereka berpacaran dahulu.           "By the way, nanti kita akan kedatangan tamu. Klien dad. He said, klien ini akan makan malam dirumah," sambungnya. Aku menganggukan kepalaku mengerti. Well, sudah bukan hal baru lagi dad membawa kliennya kerumah.           Aku keluar dari dapur dan menuju ke ruang keluarga lalu duduk dengan nyaman disana. Aku menyetel televisi dan mengganti ke channel CN. Channel kartun favoriteku. Tanpa kusadari, mataku terpejam dan aku tertidur kembali. *****           "Wake up, sudah sore hari." Sayup-sayup kudengar suara Kevin -kakak pertamaku- mengomel di dekatku. Aku membuka mataku dan terlihat ia tengah menyilangkan tangannya di depan tubuhnya. Aku duduk dan mengusap wajahku sambil sedikit membuka mulutku, menguap.           "Cepat bangun dan segeralah bersiap, sebentar lagi klien dad sampai," ujarnya kesal. Aku tersadar dan langsung berlari memasuki kamarku lalu bersiap secepat yang ku bisa.           Ku keringkan rambutku dengan hairdryer setelah cukup lama membersihkan diriku. Setelah rambutku kering aku segera memakai pakaianku. Aku memakai dress berwarna hitam yang hanya sepanjang 10 centi di atas lututku. Aku lalu memakai sepatu heels yang sangat jarang kupakai -well aku memakainya hanya ketika ada acara penting- yang berwarna hitam. Aku memoleskan make up yang natural lalu menata rambutku seindah mungkin lalu,,, selesai. Aku kini melihat seorang gadis yang sangat cantik tengah tersenyum begitu manisnya. Okey aku kelewat percaya diri.           Aku membuka pintu kamarku dan turun menuju lantai bawah. Aku melihat jam dari ponsel yang kini sedang ku genggam. Jam 7 lewat 10 menit. Ku harap mereka memaklumi diriku.           Tinggggg Leo: Langsung ke halaman belakang saja.           Aku membaca pesan yang di kirim Leo lalu mengunci handphoneku. Kakiku melangkah menuju ke halaman belakang rumah ini.           Aku melihat mereka tengah tertawa tawa sambil menyiapkan barbeque untuk kami makan. Sepertinya aku salah kostum.           Aku segera membalikan tubuhku dan mencoba untuk tidak membuat suara sedikitpun. Aku harus segera berganti pakaian.           "VIO!!!" Suara Kevin yang memanggil membuatku mengumpat kata-kata kasar. Aku berbalik dan mencoba tersenyum dengan manis lalu menghampiri mereka yang tengah menatap ke arahku.           "Kenalkan ini anak terakhir kami Violete Averyn Maldiev" ujar dad begitu aku tiba di sebelahnya.           Aku mengangkat pandanganku dan mataku langsung tertuju pada seorang pria yang sangat tampan. Sangat amat tampan. Aku terpaku selama beberapa detik. Diam membisu layaknya orang bodoh.           "Vio" ucapku sambil mengulurkan tangan setelah mom berhasil menyadarkanku dengan senggolannya. Aku merasakan tangannya menyentuh tanganku dan membuatku mati rasa.           "Christian" balasnya sambil tersenyum tipis. Sial, suaranya sangat seksi.           "Christian? Christian Grey?" aku bertanya setelah sadar namun yang ku dapatkan adalah pukulan pelan dari mom dan dad.           "Kau sudah menonton film itu rupanya, tak bisakah kau menunggu 1 tahun lagi sampai umurmu cukup?" tanya mom sambil memelototi diriku. Aku menggaruk tengukku yang tak gatal sambil mengeluarkan cengiran andalanku.           "I just read the book."           "Yakin?" kali ini Kevin bertanya.                          "Yaaa, tidak juga." Sebelum mereka melayangkan kepalan tangannya ke kepalaku aku sudah berlari menghindarinya. *****           "Namamu benar-benar Christian Gray?" tanyaku memastikan. Aku tak percaya ia memiliki nama yang hampir sama dengan tokoh film erotis favoriteku itu. Saat ia menganggukan kepalanya, aku benar-benar seperti baru memenangkan lotere.           "Namamu benar-benar mirip seperti Christian Grey."           "Siapa itu Christian Grey yang kau maksud?" Aku membulatkan mataku. Ia tidak tahu film fenomenal itu? Luar biasa.           "Kau harus membaca atau menonton Fifty Shades Of Grey kalau begitu" saranku sambil mengangguk-anggukan kepalaku. Aku telah berganti pakaian dengan piyama bergambar anjing kesukaanku. Aku sangat suka anjing.           "Lain kali jika aku tak sibuk" jawabnya. Aku hanya diam. Jujur saja, apa maksud mom dan dad hingga meninggalkanku berdua dengan pria ini? Apakah ia tak tahu bahwa anaknya ini begitu m***m? Apa ia tak takut kalau aku akan menyerangnya karena tak mampu menahan diri? Ku akui aku adalah gadis yang m***m. Bahkan teman sekelasku bilang bahwa aku adalah bandar blue film dan novel erotis. Yang benar saja!! Siapa suruh mereka membeli atau membaca film dan novel yang ku sebut.           Aku menunduk menatap sandal tidur yang berkepala anjing yang sedang ku pakai saat ini. Sangat lucu.           "Kau yakin berumur 17 tahun? Ku rasa kau lebih muda" ujarnya seperti meledekku. Okey aku memang childish karena menyukai barang barang yang ada hubungannya dengan anak kecil bahkan aku selalu menonton film kartun. Tapi itu tidak salah, bukan?           Aku menganggukan kepalaku untuk menjawab pertanyaannya. Aku memandang langit yang entah kenapa begitu banyak bintang yang bertabur malam ini. Aku menghembuskan nafasku dan membaringkan tubuhku di atas rumput ini -well, sedari tadi kami duduk di halaman belakangku yang di penuhi rumput, walau pun masih ada pula beberapa yang di penuhi kebun bunga milik mom- dan kulihat ia juga melakukan hal yang sama denganku. Apakah ia tak takut jas mahalnya kotor?           "Kau menyukai hal seperti apa?" tanyaku. Ia terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab.           Aku benar-benar menyukai wajahnya ketika ia terlihat serius seperti ini. Ia benar-benar tampan. Sial.           "Bisnis, berlayar, bermain golf, gliding" ucapnya membuatku kembali mendesahkan nafasku.           "What an expensive hobby," balasku. Apakah ia sungguh sungguh kaya?           "Bagaimana denganmu?" ia bertanya padaku. Aku menoleh dan menatapnya namun ternyata ia juga sedang menatapku.           "Aku?" kulihat ia menganggukan kepalanya. "Technically, aku menyukai segala hal yang berbau tentang sastra,"           "Itu berarti kau menyukai romansa?" ia kembali bertanya kepadaku, aku menyampingkan tubuhku agar dapat menatap dirinya.           "Tak semua pecinta sastra itu menyukai romansa. Aku tak begitu. I choose the bad vibes."           "Ah, I see."           Aku menganggukan kepalaku dan kembali menatap langit. Hari ini langit malam terlihat sangat indah dan aku tak tahu bagaimana menjabarkannya.           Aku menolehkan kepala kearahnya, ia terlihat seperti dewa Yunani. Tuhan pasti sedang bahagia saat menciptakannya. Kini pria itu setengah berbaring dengan sikunya yang bertumpu pada rumput yang ia tempati. Kulihat ia tersenyum, aku hanyut dalam senyumannya.           Kulihat ia segera duduk dan melihat jam tangan limited yang bertengger di tangannya itu lalu menghembuskan nafasnya. Ia bangkit berdiri begitu pula aku.           "Maaf, aku harus pergi" ujarnya menyesal. Aku hanya membalasnya dengan senyuman tipis.           "Ada pekerjaan sialan yang harus ku urus." ia berkata dengan kesal. Aku juga kesal karena pekerjaan sialan yang ia maksud. Hello, aku sedang bersantai dengannya dan saat ia melihat jam tangannya ia dengan kesalnya berkata bahwa ia ingin pergi.           "Tak apa, aku mengerti jika kau sangat sibuk" jawabku. Aku tak bisa apa apa bukan? Ia bukan milikku -itu sangat jelas- dan aku juga bukan miliknya. Astaga aku pasti terlihat murahan.           Ia mendekatiku lalu mengusap pipiku perlahan. Astaga, mengapa ia terlihat sangat 'panas' saat ini?           Ia tersenyum dan melepas tangannya lalu memasuki rumahku. Aku tersenyum lebar sambil mengikutinya masuk.           Kulihat mom dan dad sedang berada di ruang keluarga saat aku dan Christian sampai. Mereka tengah bercanda.           "Maaf Mr. Maldiev, saya harus pergi sekarang. Ada meeting penting yang harus saya hadiri yang sayangnya tak dapat di wakilkan." ia mengucapkan kalimat itu dengan sopan. Dad berdiri dan mengantarkannya menuju mobilnya diikuti aku, mom, Kevin, dan Leo.           "Sering seringlah berkunjung" ajak dad, kulihat ia sedikit tersenyum.           "Pasti" janjinya sambil menatap ke arahku lalu mengedipkan sebelah matanya. Dad kembali ke samping mom dan naluri mendorongku untuk menghampirinya. Ia kembali mengelus pipiku dengan lembut. Mataku terpejam seiring sentuhannya itu. Ia mengecup keningku lama hingga akhirnya menatapku tepat di mata. Sial, ia sungguh berani.           "Laters, baby" ujarnya cukup lantang lalu memasuki mobilnya. Aku menatap mobil itu sampai hilang dari gerbang. Aku membalikan tubuhku dan kulihat keluargaku menatap seolah-olah meminta penjelasan. Masuk akal memang karena sebelumnya aku tak pernah memiliki hubungan dengan seorang pria. Mereka terlihat sangat bersemangat.           Aku menahan senyumku sambil berjalan melewati mereka. "Violete!" panggil dad yang tak ku gubris. Aku langsung berlari menuju kamarku dan menutupnya rapat-rapat serta menguncinya.           Aku melemparkan tubuhku ke kasur dan tersenyum layaknya orang bodoh. Aku pikir, aku tertarik padanya. Secara harfiah, benar-benar tertarik.           Aku mengambil laptopku yang berada di meja belajar dan membawanya menuju kasurku.           'Christian Gray' ku ketikan kata itu dan aku menemukan banyak sekali foto formalnya.           Aku terus menggulir laman browserku hingga sangat jauh. Mengapa tak ada fotonya tersenyum? Ia terlihat sangat kaku. Dan, mengapa tak ada fotonya bersama wanita? Apa ia gay? Tapi itu sangat tak mungkin.           Aku mulai mengantuk -lagi- dan itu membuatku melirik ke arah jam dinding. Jam 11 malam. Pantas saja. Aku memejamkan mataku dan mulai memasuki dunia mimpi bersama Christian Gray dunia nyata ini. Aku tahu bahwa ini akan menjadi mimpi yang sangat indah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD