PROLOG

134 Words
Senja menjadi kelabu saat aku memilih duduk di emperan toko, menyembunyikan kepala di antara kedua lututku. Aku menangis. Menangisi dia yang terlalu kejam, memaksaku untuk masuk ke dalam hidupnya tapi ternyata ... dia mengkhianati aku dengan begitu mudahnya. Isak lirih dan air mata ini bagai tak berguna, aku sama seperti mereka yang setiap hari aku tertawakan bersama ketiga kakaku. Sekarang aku paham, kenapa mereka menangisi laki-laki yang bahkan tidak patut di tangisi oleh perempuan. “Berhenti menangis, lo bukan Ciarra yang gue kenal! Bangun dan tunjukkin kalau dia nggak ada apa-apanya buat lo!” Suara itu menyentakku, membuatku mendongak kepada siapa yang berucap dan menyakinkanku akan ucapannya. Saat aku melihat wajah lelaki yang kukira orang asing, aku kembali menangis. Kali ini lebih kencang yang membuat lelaki itu bingung. “HOI JANGAN NANGIS, ANJIR!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD