PROLOG

456 Words
"Cia mau tambah lagi?" tanya Luna ketika melihat nasi goreng di piring Bricia sudah tandas. "Nggak, Miss. Cia udah kenyang banget." Gadis kecil itu menggeleng sambil memegangi perutnya yang membuncit karena terlalu kenyang. Wajar saja karena gadis kecil itu sudah menambah tiga kali. "Kamu, sih, nambah terus!" Luna terkekeh geli melihat tingkah Bricia. "Abisnya nasi goreng buatan Miss Luna enaakk bangett!" Gadis kecil itu ikut tertawa sambil mengacungkan kedua jempolnya. "Miss Luna?" "Yes, Cia?" Luna menanggapi pertanyaan Bricia sambil mulai membenahi piring bekas makan mereka. "Uncle J kapan jemput Cia?" Bricia bertanya sambil menggosok matanya. "Katanya sih sebentar lagi, Cia. Kenapa?" "Cia udah capek banget. Cia ngantuk, Miss." Bricia menguap sambil menepuk-nepuk pipinya. "Sebentar ya, Miss Luna coba telepon Uncle J dulu." "Miss, nggak usah. Cia bobo di sini aja ya, Miss?" pinta gadis kecil itu penuh harap. "Lho?" Luna melongo mendengar permintaan Bricia. "Kenapa, Miss? Nggak boleh ya?" Wajah Bricia segera berubah mendung. "Bukan gitu, Cia. Boleh kok, Cia boleh tidur di sini." Luna buru-buru menjawab sebelum Bricia menangis. "Bener, Miss?" tanya Bricia dengan mata berbinar-binar "Iya. Boleh." Luna mengangguk pasrah. "Makasih, Miss!" Cia langsung menghambur dalam pelukan Luna. "Kalau gitu, sekarang Cia harus sikat gigi dulu. Terus ganti baju. Cia pakai baju Miss Luna aja ya?" "Siap, Miss!" Setelah Bricia melaksanakan semua perintah Luna, mereka segera menuju tempat tidur Luna. "Cia, berdoa dulu sebelum tidur." Luna mengingatkan. Gadis kecil itu segera melipat tangannya dengan patuh, menutup matanya dan mengucapkannya doanya. "Good night, Miss Luna!" ujar Bricia senang sambil bergelung dalam selimut Luna yang hangat. Tidak lupa gadis kecil itu mendaratkan kecupannya pada kedua belah pipi Luna. "Good night, Bricia!" balas Luna sambil mengusap kepala gadis kecil itu. Ya Tuhan, kenapa hidup Luna kacau begini, sih? Kok Luna berasa jadi guru dua puluh empat jam ya? Nggak di sekolah, nggak di rumah. Tuhan, maafin Luna karena waktu kecil sering ngerjain guru-guru Luna. Tapi tolong jangan hukum Luna kayak gini juga, dong. Luna membelai kepala Bricia yang tanpa permisi sudah masuk dalam pelukannya. Memikirkan kembali kehidupannya yang kusut sejak dirinya terjerumus ke dalam profesi yang sangat dihindarinya ini. Apalagi sejak masuknya Bricia dalam sketsa kehidupannya, dan tidak lupa paman dari gadis kecil yang juga ikut merangsek dalam kehidupan Luna. Si Kunyuk bener-bener keterlaluan kali ini. Bisa-bisanya dia telat jemput Cia sampe malem kayak gini! Besok-besok gue kenain charge juga biar tau rasa tu orang! Luna yang belum tidur, bergegas menuju pintu apartemennya ketika mendengar bel dibunyikan. Luna mengintip dari lubang dan melihat Juro di balik pintu. Segera dibukanya pintu itu dengan kencang dan siap memuntahkan kekesalannya pada pria itu. Namun kata-katanya teredam begitu saja ketika melihat wajah kusut Juro. "Maaf aku telat banget." Tiba-tiba Juro memeluknya dan menyandarkan kepalanya di atas leher Luna. "Papanya Cia meninggal."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD