PROLOG

746 Words
❤Selamat datang di lembar baru kehidupanmu, Devania❤ ❤❤❤ Suara ketikan kalkulator terdengar memenuhi penjuru ruangan berukuran 3X4 meter itu. Sesekali Andrea melirik ke arah asal suara yang cukup mengganggu aktivitas membacanya. Rasanya ingin sekali ia menegur, tapi ia takut pikirannya malah akan semakin buyar ketika berdebat dengan si pelaku pembuat suara itu. Andrea memejamkan matanya ketika suara ketikan itu semakin keras di telinganya. Belum lagi suara ringisan dan keluhan yang muncul dari pemilik kalkulator itu. Andrea ikut meringis tanpa suara karena geram. "Van, jangan kebanyakan mikir pakai mulut! Sesekali otak kamu juga dipakai, biar nggak jamuran!" tegurnya nyelekit, namun disampaikan dengan nada halus untuk meminimalisir timbulnya keributan di dalam rumah tangga mereka. Asisten rumah tangga yang mendengar teguran sang suami kepada istri tercintanya itu hanya dapat terkikik geli dengan bahasa yang Andrea gunakan. "Otak aku rasanya udah nggak muat. Ini dua puluh lima ribu kemana, lagi? Ck," Andrea menghela napas. Ternyata suara ketikan penuh emosi yang sejak tadi mengganggu indera pendengarannya itu disebabkan oleh uang dua puluh lima ribu rupiah saja. Andrea melihat ke sekeliling rumahnya. Sudah lebih dari kata layak, meski tak sebesar dan semewah rumah orang tua istrinya. Sebuah mobil mewah juga terparkir di garasinya. "Ikhlaskan saja kalau memang tidak ada! Atau kalau kamu mau, biar nanti aku ganti," ujar Andrea berusaha meringankan beban istrinya. "Eittt... enak aja. Kemarin kamu udah mengganti uang aku yang hilang delapan ribu. Jangan! Biar aku hitung lagi aja," tolak Vania tegas. Andrea otomatis teringat kemurahan hatinya tiga hari yang lalu. Dimana saat itu, Vania ingin membeli cilok yang lewat di depan komplek, tapi ia menjatuhkan sebagian uang kembaliannya sejumlah delapan ribu. Perempuan itu sempat heboh sampai menyusuri kembali jalan yang ia lalui. Bahkan, jika saja Andrea tidak berinisiatif untuk menggantinya, mungkin Vania akan mencarinya hingga malam. Andrea sempat pusing dengan sikap aneh Vania yang tampak mata duitan. Seingatnya, perempuan itu dulu sampai tinggal terpisah dengan orang tuanya hanya demi bisa hidup mandiri. Dan bahkan, enam bulan lalu, tepatnya sebulan sebelum pernikahan mereka, Vania sempat menolak hadiah berupa rumah sakit kelas internasional pemberian ayahnya. "Oh iya, kemarin udah aku buat beli pulsa uangnya," ujar Vania yang membuat Andrea memutar bola matanya malas. "Sepertinya kamu tidak berbakat jualan online deh, Van. Perginya uang kamu aja kamu sering lupa," komentar Andrea. "Hih... kamu nggak boleh gitu! Dukung dong, istrinya usaha, biar berkah. Usahaku kayak gini juga aku rasa karena kamu setengah hati merestuinya. Ingat, ucapan itu adalah doa. Apalagi ucapan Mas sebagai imam Vania," balas Vania sembari merengut sebal. Andrea menggeleng tidak mengerti lagi dengan jalan pikiran Vania. Selalu saja berakhir dengan tuduhan buruk terhadapnya. Padahal Andrea sudah merasa memberi kebebasan pada Vania. Ia belum pernah protes selama dua bulan ini Vania sering membuat rumah mereka seperti gudang perabot dapur. Ia hanya membatin saja, dan diam-diam berdoa agar Vania tidak melanjutkan usahanya berjualan perabot dapur online. "Hh... besok udah Senin aja. Padahal belum sempat jalan-jalan. Suami sibuk sih. Nggak sempat ngajak jalan," sindir Vania. "Padahal dari tadi kamu yang sibuk sendiri ngurusin jualan online kamu itu. Hampir setengah hari sendiri kamu ngurusin uang dua puluh lima ribu yang kamu kira hilang itu," balas Andrea yang tidak terima atas sindiran Vania. "Habisnya nggak peka. Berasa dimadu sama buku, deh. Apa-apa buku, dimana-dimana buku. Sekalian aja di ijab qobulin biar sah," ucap Vania ngawur. "Kamu itu cemburu kok nggak berkelas banget sih? Cemburu sama buku. Mending-mending sama artis atau model yang canti," ujar Andrea asal. Vania mendelik sebal mendengar candaan suaminya. Pasalnya, nada bicara suaminya itu terkadang memang tidak jelas, apakah bercanda atau serius. "Eh.. kamu ada niatan selingkuh sama artis atau model cantik?" tuduh Vania dengan suara melengking. Andrea tidak tahan lagi. Ia mengusap wajahnya kasar, lalu memilih pergi dari hadapan perempuan yang berstatus istrinya itu. Sementara Vania berdecak, kemudian kembali fokus pada angka-angka hasil penjualan pancinya minggu ini. Ia harus cepat menyelesaikannya, agar nanti malam dia punya waktu untuk membuka halaman sharing online yang ia dirikan. Terkadang ia merasa lelah, tapi ia jarang sekali mengeluh. Apa yang ia jalani kini adalah pilihannya sendiri. Menjadi seorang dokter muda, bisnis online perkakas dapur, serta pemilik halaman sharing online khusus remaja. Satu hal yang paling ia syukuri adalah, ia punya Andrea. Sosok yang tak pernah lelah mendukung semua hobi dan pekerjaannya. Sosok suami yang sempurna bagi Vania selama pernikahan mereka yang baru berjalan lima bulan. ❤❤❤ Bersambung .... Selamat datang di kehidupan Vania yang baru. Selamat membaca, dan jangan lupa klik lovenya agar cerita ini masuk library kamu
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD