Kekasihku, jauh

1890 Words
Nona Emillia si gadis cantik yang populer di sekolahnya, awal masuk SMA dia sudah disukai banyak pria tampan. Namun kisah ini berawal saat ia menginjak kelas sebelas. Dava si cowok cool cerdas, tampan dan masuk nominal anak berpengaruh di SMA menyukai Nona. Dua, Pero teman sekelasnya yang benar-benar menyebalkan dan hiper aktif menyukainya juga. Tiga, Nino pria romantis terkenal atas ketampanan dan keplayboyannya juga menyukai Nona. Ketiga pria itu selalu habis-habisan mengejar Nona, bagaimanapun juga caranya. Tapi dibalik itu Nona tak bisa menerima salah satu diantara mereka, karena dia sudah mempunyai pacar tampan, dewasa, maco, cool, juga tajir yang berselisih 2 tahun dengan usianya dialah, Alli Rianto. Bagaimana kelanjutan kisah Dava, Pero dan Nino yang mati-matian mengejar Nona? Keadaan sekolah hening karena Nona yang datang pagi-pagi sekali, ia memilih untuk datang pagi karena ia menyukai udaranya yang segar penuh ketenangan. Semilir angin pagi menerpa tubuh indahnya, Nona berawak tinggi putih dan rambut panjang yang selalu di biarkannya terurai mampu membuat siapa saja terpesona akan kecantikannya. Ia terkenal dengan sebutan miss perfect di sekolahnya, terkenal dengan juara 1 di kelas dan juara satu sejurusan IPS. Sudah cantik, pintar, baik lagi. Begitulah pendapat orang-orang di sekitarnya, kebanyakan orang menyukai Nona dan berteman dengannya. Selain juara-juara yang didapatkannya Nona juga sudah mempunyai penghasilan sendiri, ia seorang penulis novel yang di kontrak oleh perusahaan luar negeri atas karya-karyanya. Sudah diperjelaskan dia memang idaman semua pria kan? Ia berjalan dengan santainya, menikmati udara pagi yang biasanya ia hirup dalam-dalam. Matanya tertuju pada pepohonan pinus yang menjajar di pinggir jalan yang ia injaki, lalu menatap bunga-bunga indah yang berada di taman sekolah. "Andai setiap saat aku bisa mendapatkan suasana seperti ini" desisnya dengan senyuman yang merekah Fikirannya melayang jauh tertuju pada seseorang yang ia cintai jauh disana, sosok seorang pria tampan berawak gagah putih dengan rambut kecoklatan dan bola mata coklat berbentuk mata elang mampu membuat suasana itu semakin terasa nyaman. Ia tersenyum penuh kebahagiaan, sosok yang dibayanginya itu ialah kekasihnya Alli pria yang berselisih dua tahun dari usianya. Kini jarak antara keduanya begitu jauh, Alli sedang kuliah di salah satu universitas yang berada di inggris. Alli juga satu-satunya pewaris perusahaan terbesar di Jakarta-Inggris. Awal pertemuan mereka terjadi saat Nona diundang dan datang ke perusahaan tempatnya bekerja menulis novel. Mereka bertemu di depan gedung dengan tidak sengaja. Nona yang berjalan cukup cepat karena waktu yang sudah menunjukan ia terlambat beberapa menit, Nona terpeleset ditangga menuju ke dalam gedung. Lututnya berdarah, membuat empunya merasa kesakitan. Nona kesulitan untuk berdiri, namun ia berusaha berjalan sebisanya agar perusahaan tidak memecatnya karena keterlambatan mengirim naskah dan beberapa dokumen lain. Alli berada di seberang sana, ia sedang menelpon dengan seseorang di dalam mobilnya. Ia melihat sosok yang kesulitan berjalan di depan gedung, entah kenapa hatinya tergerak untuk menolong gadis itu, ia menepikan mobilnya dan memarkirkan mobilnya tak jauh dari letak gedung. Alli meraih tangan si gadis dengan perlahannya, Nona nampak tersentak kaget dan menatapi pria itu sejenak. "Biar saya bantu" ujar Alli "Gak usah saya bisa ko, tapi saya sudah terlambat memberikan dokumen-dokumen ini. Saya takut, saya di pecat" ragu Nona penuh ketakutan Alli nampak berfikir "Ini perusahaan yang di pegang paman Erland, jadi biar saya masuk ke dalam dan membantu mu mengatakan alasanya" Nona seperti terpaku seketika ia masih menatapi pria tampan dan baik hati itu penuh perasaan. "Ayo" ujar Alli membuyarkan lamunan Nona Saat itu Nona masih kelas Sepuluh, saat itulah Nona mengenal Alli dan Alli mengenal Nona. Pertemuan mereka berdua tidak hanya disitu, mereka jadi sering bertemu setiap Nona datang ke perusahaan paman Alli. Hingga mereka berdua sudah semakin dekat dan memutuskan untuk menjalin hubungan, meski Nona tahu Alli akan selalu jauh darinya dan sangat sulit ditemui, tetapi itulah Nona yang selalu teguh atas pendiriannya yang mencintai Alli sepenuhnya. "Eh Nona?" Teriak seseorang yang membuyarkan lamunan Nona           Nona menatapi orang itu yang tak lain adalah Pero teman sekelasnya, pria yang paling menyebalkan untuknya saat di kelas. Pertama, dia selalu mengganggunya saat sedang mengerjakan tugas maupun saat berkelompok dengannya padahal tak ada satu orang pun yang berani mengganggu Nona. Kecuali dia dengan tindakan bodohnya. Kedua, dia selalu mengatakan hal yang membuat Nona kebingungan. Seperti yang kemarin di ucapkannya Nona, loe itu termasuk sahabat, musuh dan ada deh wkwk hal itu selalu membuat Nona heran dengan teman kelasnya yang aneh ini. "Apa?" Dingin Nona Pero mendekatinya dengan tatapan tajam "Ya ampun Nona loe gak inget hari ini ada tugas matematika, gue lupa belum kerjain. Jadi sekarang juga loe bantuin gue ya?" "Jadi yang lupa itu siapa?" Ujar Nona malas mengomentari sambil pergi meninggalkan Pero Pero memegang tangannya "Nona, loe bantuin gue atau?"                                                           Nona melepaskan tangan Pero "Atau apa?" Ujarnya menantang Pero memelototinya "Atau gue gak akan bayar uang kas" Nona tersenyum "Ya ampun Ero aku mah gak peduli ya, tugas aku itu cuma nagih uang kas kalo ada yang engga bayar itu urusan ibu Marwa yang bakal nagih langsung ke murid jadi apa masalahnya?" Pero terdiam menatapi Nona marah, sementara Nona pergi meninggalkan Pero. "Nona, awas aja loe nanti" Nona menengok ke belakang "Apa bang Ero? Mau debat lagi?" Ujarnya dengan senyuman "Dasar loe nyebelin" teriak Pero "Bodo ah" Nona melanjutkan langkah kakinya lagi menuju kelasnya. Sementara Pero masih berdiri di sana, menatapi kepergian gadis itu. "Sulit banget ya menghadapi gadis langka seperti loe" ujarnya sambil tersenyum Nona menjalankan aktifitas pembelajaran seperti biasa, ia sangat serius dan penuh semangat dalam belajar. Seperti hari-hari biasanya. Pembelajaran hari ini padat karena pak Gerian yang mengajar. Guru matematika yang terkenal killer itu. "Pssttt psstttt.." suara dari belakang bangku Nona mengganggu konsentrasinya, Nona tahu siapa orang yang mengeluarkan bunyi menyebalkan seperti itu. Nona terus menerus mengabaikannya dan memilih untuk tetap fokus menatapi pak Geri. Namun, kali ini hal yang semakin membuat nya tak sabar adalah bangku yang Nona duduki di dorong-dorong oleh pria gila itu. Tangan Nona ia kepalkan sekeras-kerasnya "Euh" desisnya Ia menengoki pria itu dengan tatapan sangar dengan matanya yang melotot. "Apa sih Ero?" Bisiknya penuh penekanan di setiap katanya "Nona gue belum kerjain PR, cepet bantuin gue! Plis Nona, mumpung si Geri belum inget" rusuh Pero kepanikan Nona memutar bola matanya sebal "Aku gak mau" desisnya sambil kembali menghadap ke depan menatapi pak Gerian dengan serius Pero semakin panik pasalnya jika pak Geri mengingat perihal PR, Pero bisa-bis dihukum di lapangan lengkap menggunakan kalung kardus yang bertuliskan. SAYA MALU TIDAK BISA MENGERJAKAN PR, ANAK SD ANAK SMP MAAFKAN TINGKAH KAKAK YANG MALU-MALUIN BANGSA INI. Pero semakin tak tinggal diam, ia mencari-cari cara supaya dirinya bisa mengerjakan PR dengan bantuan Nona. Setelah lama berfikir, Pero nampaknya memiliki ide yang jenius untuk seorang ahli brandal sepertinya. "Pak!" Sahut Pero menghentikan aktifitas seisi kelas, pak Gerian langsung menatapinya dengan mengangkat satu alisnya. "Ada apa super Pero?" Ujarnya membuat tawa seisi kelas pecah seketika Pero menggaruk bagian belakang kepalanya "Anu pak, sepertinya ibu saya sedang berada di luar gerbang hehe saya lupa gak bawa baju olahraga" ujarnya dengan senyuman bodoh "Memangnya hari ini ada pelajaran olahraga?" Semuanya mengangguk "Ada pak" "Alah saya gak percaya sama kamu" bantah pak Gerian Pero memasang wajah kasihan "Ya alloh bapak tega sekali, ibu saya sudah menunggu pak. Ya sudah gini aja kalau bapak gak percaya, biar Nona antar saya ke gerbang bagaimana?" Nona mendengarnya nampak kesal "Sudah aku duga dia bohong" desisnya "Baiklah, saya beri waktu kamu 10 menit. Nona antar super Pero, kalau sampai dia kabur atau melebihi batas waktu saya skors kalian berdua" tegas pak Gerian Nona menatapi Pero "Agh ko libatin aku?" Desis Nona memelotot Pero tersenyum bodoh menatapi Nona "Nona?" Ujar pak Gerian "Eh baik pak" ujarnya ragu Pero dan Nona segera keluar kelas, Nona berjalan menuju gerbang dengan cepatnya. "Nona loe mau kemana sih?" Teriak Pero "Kan Ero bilang ibu Ero mau kesini? Mau kasih baju olahraga" Kesalnya Pero menggerutu "Aduh baju olahraga gue ada di tas, loe ko percaya sih? Gue cuma mau minta loe ajarin gue materi yang ada di PR cepetan waktunya cuma 10 menit Nona, gak ada salahnya kan kalo loe ngajarin gue?" Nona semakin sebal padanya "Eh Ero bener-bener ya, udah gak ngerjain PR bohong pula sama pak Geri" "Ini demi kebaikan gue Nona, kan belajar itu suatu hal yang baikkan?" Nona mendengus sebal "Sudahlah waktunya hanya 10 menit, Ero harus bisa dalam waktu 10 menit" Mereka duduk di taman, Nona bersikeras untuk mengajari Pero yang menyebalkan untuknya itu. Namun segalanya masih dibatas wajar menurut Nona, ia peduli karena Pero teman sekelasnya juga yang wajib ia beri tahu saat ada hal yang tak difahaminya. 10 menit hampir habis, Nona menatapi jam tangannya itu. "Waktunya sebentar lagi habis, aku harap kamu faham" "Iya gue faham, loe itu mikirnya gue bodoh jadi gitu" celetus Pero Nona tersenyum "Ah sudahlah aku cape ngeladenin kamu, aku duluan!" Saat sampai di kelas, keadaan berubah drastis. Keadaan kelas sangat bising dengan suara murid-murid ada yang berteriak-teriak bahkan bernyanyi tak jelas. Pero menatapi Nona heran "Jangan-jangan" seru keduanya sambil langsung membuka pintu kelas Benar saja dugaan keduanya pak Gerian sudah meninggalkan kelas yang tersisa hanya anak-anak yang sedang mengkacaukan kelas. "Pak Geri kemana?" Ujar Nona "Dia ninggalin kelas, katanya harus pergi keluar kota nanti siang jadi mungkin dia beres-beres" jawab salah satu diantara teman kelas Nona Pero memegangi kepalanya "Ya ampun Nona, jadi buat apa tadi gue belajar? Aduh apalagi gue pelupa percuma aja gue belajar" jerit Pero Nona mengerutkan keningnya "Jangan bilang percuma Ero, sudah sekarang kamu kerjain PR yang tadi belum di beresin" "Aduh ko gue gak mood ya hehe" ujarnya bego Nona memelototinya "Oh jadi Ero gak mau dibantu Nona lagi heuh?" Teriaknya "Iya iya gue kerjain sekarang, sayang dong ilmu yang loe kasih masa gue sia-siain haha apalagi kalo hati ups" cengengesnya Nona menatapinya jijik "Apaan sih" Jam istirahat telah dimulai, Nona berjalan ke kantin sendirian. Seperti biasa orang-orang selalu menatapinya dengan senyuman, siapapun itu yang menatapi Nona. Nona berjalan melewati kelas IPA 4 yang kebetulan tempat berlalu lalang orang-orang untuk menuju ke kantin. "Nona?" Teriak seorang pria yang berdiri tepat di belakang Nona Nona membalikkan badannya dan menyipitkan matanya "Eh siapa ya" ujarnya Pria itu mendekati Nona, pria dengan tatanan rambut yang rapi dan seragam sekolah yang rapi. "Kenalin aku Dava, ketua osis. Masa kamu gatau?" Nona tersenyum menyungging "Eh iya Dava si ketua osis ya, iya salam kenal" ujarnya memberi salam pada Dava "Mau ke kantin?" Tanya Dava Nona mengangguk kebingungan aku fikir dia akan bertanya sesuatu hal yang serius "Ayo mending bareng aja, aku juga mau ke kantin" ujar Dava Nona menatap kearah lain "Eh boleh-boleh" dengan senyuman yang sedikit ditahannya "Eh apaan Nona! Kan loe mau jajan ke kantin sama gue? Gue kan mau tlaktir loe makan, karena tadi udah ngajarin gue" ujar seseorang lagi yang tak lain adalah Pero "Eh anak itu" Nona memutar badannya dan langsung meninggalkan mereka berdua sejauh-jauhnya. Pero menatapi Dava dengan tatapan tajam "Apa ko liatin gue? Jangan-jangan suka" desisnya dengan tawa Dava mendengus tanpa mengatakan apapun, ia langung pergi menuju kantin. "Lah, gue selalu aja ditinggalin gak sama cewek gak sama cowok! Apa salah hamba" desisnya memegangi d**a dengan tatapan kasihan Nona duduk sendirian di kantin sambil merenungi sesuatu, ia perlahan-lahan meminum jus alpukat kesukaannya. Kring... Kring... Kring... Ponselnya berdering cukup nyaring, membuat lamunannya buyar seketika. Ia menatapi ponselnya, lalu tersenyum setelah tahu siapa yang menelponnya. "Halo?" "Nona, kamu udah makan?" "Udah ko, kamu emangnya gak sibuk telepon aku jam segini? Biasanya kan sibuk ngampus atau di kantor papa atau engga manggung" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD