prolog

1113 Words
Jadikan pertemuan pertama ini awal cerita kita dimulai… Seorang anak laki-laki berumur sekitar 8 tahun,  itu berlari kencang di koridor rumah sakit, sambil tertawa. Ia merasa senang karena jauh dari kejaran pria berbaju serba hitam di belakangnya. Ia terus berlari hingga sampai di lantai dua. Ia tidak peduli dengan bodyguard nya yang sudah kelelahan mengejarnya. Ia tertawa keras saat melihat bodyguard nya terjatuh di tangga. Bukannya membantu anak itu kembali berlari menaiki tangga dan naik ke lantai atas. Ia berlari kencang saat bodyguard nya hendak menjangkau tubuhnya. Dia memang anak yang sangat Nakal!. Tak memedulikan panggilan dari bodyguard nya anak berambut hitam pekat itu semakin mempercepat larinya, tubuhnya tidak terkontrol lagi, ia seperti mobil tanpa rem dan tidak sengaja ia menginjak tali sepatunya yang terlepas, kakinya tersandung dan- Bbuk!. Anak itu terjatuh ke lantai dengan posisi tengkurap, dadanya terasa sakit menghantam lantai yang keras. Untung saja ia menumpuh kedua tangannya jika tidak wajah tampannya juga pasti menjadi korban lantai koridor. "Aww!... Aishh!." Ia meringis, bukan karena sakit di bagian tubuhnya, melainkan karena toxedo abu-abunya menjadi kotor terkena debu lantai. Pria yang tak jauh di belakangnya terkejut dan langsung menghampiri anak itu. "Berhenti! Aku bisa berdiri sendiri," cegahnya seraya berdiri dan memebersihkan debu yang menenpel di bajunya. "Tuan kau tidak terluka kan?" tanya bodyguardnya itu sangat khawatir. Ia hendak memeriksa, namun anak itu mencegah untuk di sentuh. "I'ts ok Gelo, aku anak yang kuat," ucapnya semangat sembari memperlihatkan ototnya   "Baiklah jika anda tidak apa-apa, sekarang waktunya kembali ke kamar Kakek anda, saya takut Tuan besar marah dan mencari anda" "Oke." jawab anak itu tersenyum miring,ia memasukkan tangan di saku celanya bergaya pongah di depan bodyguarnya itu. Sedangkan bodyguardnya menunduk hormat dan mempersilahkan Anak itu berjalan lebih dulu. Bagaimanapun ia hanya seorang bodyguard yang harus berjalan di belakang tuannya. "Berjalan lah lebih dulu aku akan menyusul di belakangmu." Bodygurdnya langsung kaget mendengar penuturan Anak laki-laki itu. Ia langsung berjongkok di depan anak itu, "Tuan maafkan aku, aku sudah melakukan kesalahan," Anak itu mengerutkan alis "Gelopi! Ku perintahkan kau berdiri sekarang juga! Aku ini temanmu bukan tuanmu! Kau sudah berjanji untuk menjadi temanku kan?" ucap anak itu dengan tatapan marah. Gelopi langsung berdiri ,tapi tak mampu mengangkat wajahnya. "iya tuan tapi-" "Gelopi!" "Iya Jeleo!" Jawab bodyguardnya tegas membuat Jeleo tersenyum lepas. Sangat tampan, anak itu benar-benar berbeda jika sedang tersenyum. "Aku lebih senang jika kau selalu menurut padaku. Berjalan lah, aku berjanji akan mengikutimu dari belakang," ucap Jeleo masih memperlihatkan senyum manisnya. Pria itu menurut dan mulai berjalan. Jeleo menepatinya janjinya, Anak itu berjalan mengikut di belakang Gelopi. Tit...Tit...Tit...Tit...Tiiiiiiiiiiiiitttttttt! Namun langkah kaki Jeleo tiba-tiba berhenti di sebuah pintu berlapis kaca, kepalanya mendongak ke atas melihat lampu hijau menyala berkedip-kedip di atas pintu ruangan di depannya. Lampu itu mendeteksi keadaan pasien yang sedang terbaring di dalam sana, entahlah Leo belum mengetahui. Karena penasaran Jeleo mendekati pintu perlahan dan memegang gagang pintu hendak membukanya. "Tua-Jeloe! apa yang kau lakukan?" tegur Gelopi bodyguardnya saat mendapati Jeleo yang akan membuka salah satu Kamar Rawat . Baru saja ingin mencegah tapi anak nakal itu sudah terlanjur masuk kedalam Ruang Rawat. Jeleo masuk tanpa berdosa ke ruangan itu, Gelopi menupuk jidatnya,kelakuan Anak itu benar-benar tidak bisa diatasi. Anak itu selalu saja berbuat seenaknya dan membuat kepalanya pusing setiap saat. Juka bukan karena Cucu kesayangan Mr. Aqwee, Gelopi pasti sudah menjitak kepala anak itu. Jeleo menyebarkan pandangannya keseluruh ruangan ini, terdapat banyak sekali perlatan medis di samping sebuah ranjang pasien. Sejenak Leo mematung di tempatnya saat fokus perhatiannya mengarah ke seorang gadis kecil yang tengah berbaring di atas ranjang, ada perasaan aneh yang tiba-tiba timbul di hatinya, jantungnya tiba-tiba berdetak cepat. Leo melangkah hati-hati dengan bibir terkatup rapat. Namun hanya beberapa langkah lagi, Leo terhenti ketika gadis itu menoleh pada Leo dengan tatapan lemah. Lantas Leo terkejut, karena baru saja anak itu terbangun dari komanya, lengkap dengan peralatan medis yang menempel di tubuhnya. “Leo!” panggil Gelopi di depan pintu, ia tidak berani masuk. “Ssstttt!!!” Leo menoleh meminta Gelopi untuk diam, lalu kembali melihat gadis kecil yang telah menarik perhatiannya. “Kau tidak boleh ke situ, kemari Leo!” Gelopi menahan geraman, anak itu benar-benar sulit dikasih tahu. Bagaimna jika ada orang yang melihat. Terheran gadis itu, meluruskan tatapan pada langit-langit ruangan, kepalanya masih pusing, sejenak tangannya menyentuh perban di kepalanya. Luka yang dialaminya cukup parah dan hampir saja merenggut nyawanya. Tapi ia tak ingat sama sekali kejadian yang terjadi padanya. Ia kembali menolehkan kepalanya, ia menatp lurus anak laki-laki yang sedang berdiri menatapnya. Ia akhirnya mencoba bangun, berusaha menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya, kondisinya masih sangat lemah, ia duduk di pinggir ranjangnya,membuat kedua kakinya tergantung kebawah ia tersenyum lemah ke arah Jeleo. Meskipun ia sama sekali tidak tau siapa anak laki-laki itu. Tidak selang berapa lama, seorang wanita mengenakan longdress biru tua berumur sekitar 45 tahun masuk ke dalam ruangan,ia menyenggol tubuh Jeleo yang kecil hingga tidak sengaja membuat Leo jatuh tersudut ke lantai. Wanita itu bahkan tidak menyadari itu, ia karena rasa panic yang tergambar jelas di wajahnya. Jeleo bangkit sambil meringis, bokongnya terasa sangat sakit. Jeleo menatap tajam punggung wanita itu, amarah tiba-tiba keluar. Ia melangkah hendak memarahi wanita tersebut, tapi Gelopi segera menggendong tubuh kecil Jelo dan membawanya keluar. Ia tau apa ayang akan terjadi jika tidak segera membawa Jeleo pergi. "Gelopi turunkan aku!. Aku belum berkenalan dengannya. Dan wanita itu, beraninya dia mendorongku!" ucap Jeleo kesal sambil menarik rambut Gelopi yang menggendongnya. "Leo, dia tidak mendorongmu. Hanya saja dia sedang panik," terang Gelopi memasuki lift “Sudah kubilang kan, tuan jangan masuk ke situ, anda tidak boleh masuk sembarangan di ruangan orang.” Tambah Gelopi tangannya menekan tombol panah ke bawah. “Rumah sakit ini milik kakekku, aku berhak melakukan apa saja.” "Turunkan aku Gelopi!." Desak Jeleo menarik-narik kerah baju Gelopi. "Tidak tuan, untuk kali ini saya tidak akan menurut. Jika saya turunkan anda pasti akan berlari lagi dan menemui gadis kecil itu." "Iya! Aku ingin menemuinya kembali! Jadicepat turunkan aku!" bentak Jeleo sangat keras. Lift terbuka mereka sudah sampai di lantai 15. Jeleo masih berontak di gendongan Gelopi. Gelopi mungkin sudah babak belur dipukuli habis-habisan oleh tangan kecil Jeleo. Tapi menjadi seorang bodyguard untuk Jeleo itu sudah hal biasa menurutnya. Gelopi berjalan di lorong-lorong rumah sakit, ia akan membawa Leo kembali ke kamar kakeknya yang juga di rawat di rumah sakit ini. "Bolehkah aku bertanya kenapa Anda sangat ingin menemuinya?" tanya Gelopi di sela-sela pukulan Jeleo. Jeleo berhenti menarik kerah kemeja Gelopi yang sudah berantakan olehnya. Anak itu menatap dalam mata Gelopi. Ia memegang kedua bahu Gelopi sambil mentapnya intens, Bibirnya mengeluarkan seringaian khasnya. Lalu ia mengucapkan kalimat yang sukses membuat jantung Gelopi berhenti berdetak. "Karena dia begitu mirip dengan Adikku,"    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD