Bab 1: akhir perjuangan

911 Words
Raiden dan Sila berjalan tergesa gesa di loring rumah sakir, suara sepatu yang beradu dengan lantai terdengar tidak beraturan yang menandakan bahwa mereka sedang dalam keadaan tidak baik baik saja. "Sepertinya belum sekesai proses melahirkannya," ucap Raiden menatap lampu ruang operasi di depan pintu masih menyala. "Kau benar," kata Sila. "Sebaiknya kita menunggu di sini." Sila menarik tangan Raiden untuk duduk di kursi. Tapi langkah mereka terhenti saat mendengar suara tangisan bayi di dalam ruangan operasi, mereka saling pandang sesaat. "Aku harap mereka berdua selamat," ucap Sila penuh harap. Raiden menganggukkan kepala. Lalu mereka berdua duduk di kursi. Tak lama kemudian dua orang perawat keluar dari ruangan, Raiden dan Sila langsung berdiri dan mendekati mereka berdua. "Sus, bagaimana keadaan Layla dan bayinya?" tanya Raiden berharap dapat kabar baik dari kedua suster itu. Kedua Suster itu menundukkan kepala sesaat. "Kalian keluarga Bu Layla?" tanya salah satu perawat. Raiden dan Sila mengangguk dengan cepat. "Kalian boleh masuk," ucap salah satu perawat. "Terima kasih, Sus," kata Raiden. Kedua perawat itu menganggukkan kepala sesaat. Kemudian Raiden dan Sila bergegas mendekati pintu dan membukanya perlahan. Saat pintu terbuka mereka melihat pemandangan yang membuat tubuh mereka lemas, harapan yang begitu besar hilang seketika saat melihat Rico tengah memeluk tubuh Layla yang terbaring di atas tempat tidur. Raiden dan Sila mengalihkan pandangannya pada Dr. Kenzi yang tengah menggendong seorang bayi di selimuti kain berwarna krem lalu mereka berdua menghampiri Dr. Kenzi. "Bayi Layla?" tanya Sila perlahan. Dr. Kenxi menganggukkan kepala, dari raut wajahnya terpancar kesedihan. Sila langsung mengambil alih bayi itu dari pangkuan Dr. Kenzi. "Bagaimana dengan Layla?" tanya Raiden dengan tatapan ke arah Rico yang masih menangis memeluk tubuh Layla. Dr. Kenzi menggelengkan kepala, "Layla sudah tiada," ucapnya lirih. "Apa?!" Raiden melebarkan matanya, lalu saling pandang dengan Sila sesaat. Dr. Kenzi menganggukkan kepala sembari meneluk bahu Raiden pelan. Kemudian Raiden berjalan perlahan dan berdiri di belakang Rico. "Layla..kenapa kau meninggalkanku dan bayi kita," bisik Rico di telinga Layla yang sudah tiada, ia merasa bahwa Layla mendengarkan semua yang ia ucapkan. Rico terisak, ia menangis dalm diam, "selamat jalan sayang..aku akan menjaga putri kita dengan baik." "Iklaskan.." ucap Raiden. Rico mengalihkan pandangannya, lalu ia memeluk Raiden erat sambil terisak. "Layla sudah pergi.." bisik Rico, tubuhnya bergetar menahan suara tangidan. Tak ada yang mampu mewakili semua perasaan yang kini ia rasakan selain air mata. Raiden menepuk punggung Rico pelan. "Kita semua tahu..itu sudah menjadi pilihan Layla," ucap Raiden mencoba membesarkan hati Rico., meski dia sendiri ikut merasakan perih dan kehilangan Layla, sosok wanita yang ia kagumi sekaligus pernah ia cintai. Rico melepas pelukannya dan beralih mendekati Sila, "putriku.." ucapnya tersenyum getir menatap wajah bayi yang masih merah dalam gendongan Sila. "Cantik seperti ibunya.." Sila tersenyum, menatap nanar wajah bayi itu. Rico tersenyim samar sambil menganggukkan kepala mencium pipi bayi itu. "Sebaiknya kita urus jenazah Layla, dan permintaan terakhirnya, ia meminta untuk di makamkan dekat pusara ayah dan ibunya." "Baik Dok," kata Raiden. Raiden dan Sila membantu proses pemulangan jenazah Layla hingga proses pemakaman. Sementara Rico tidak dapat melakukan apa apa selain meratapi kepergian Layla yang menyisakan duka mendalam dan beban untuk Rico ke depannya. Dari kejauhan, nampak Kei tengah memperhatikan proses pemakaman, ia tidak berani mendekat bukan karena takut. Tapi bukan waktu yang tepat jika kehadirannya di pemakaman akan menimbulkan kegaduhan. "Maafkan aku, Layla..maafkan aku.." gumam Kei menatap ke depan. Jika Rico merasa hatinya hancur, ada yang lebih hancur lagi hatinya Kei. Seumur hidup ia akan membawa perasaan bersalah terhadap Layla dan putrinya. *** Setelah proses pemakaman selesai, Rico meminta Mbok Karsih menyimpan semua barang barang milik Layla di kamarnya, sementara semua foto Layla ia pajang di dinding kamar pribadi putrinya yang masuh bayi. "Ayah akan beri nama kamu...?" Rico sesaat tercenung. "Aira...ya..namamu Aira.." ucapnya tersenyum menatap lekat wajah putri nya yang tertidur pulas. Kemudian ia turun dari atas tempat tidur, dan berjalan ke arah balkon lalu duduk di kursi menatap ke atas langit gelap tanpa ada sinar bulan yang menerangi malam ini. "Layla.." gumam Rico. Rico terdiam, pikirannya melayang ke masa lalu saat di mana ia berjuang demi kesembuhan Layla, bukan kanker otak yang merenggut nyawanya, tapi cinta nya pada Kei yang selalu ia jaga dan pertahankan sampai ajal menjemput. "Kei.." ucap Rico sedikit ada rasa emosi dan menyalahkan Kei sebagai penyebab semua ini, namun ia kembali menyadari kesalahannya yang telah menyalahkan orang lain atas apa yang telah terjadi. "Cinta tidak pernah menyakiti..seharusnya begitu," gumam Rico. Semua telah berlalu, semua tinggal kenangan, kenangan yang sangat pahig dan sulit untuk di lupakan bagai candu nikotin bagi siapa saja yang menyecapnya. "Aku harus kuat,, akan aku tepati janjiku padamu, Layla," ucap Rico. "Aira, aku anggap sebagai putriku sendiri dan..Aira tidak boleh tahu siapa ayah kandungnya." Rico berdiri, ia masukan kedua tangan ke dalam saku celana, dengan tatapan ke atas langit. "Maafkan aku, Layla..aku tidak akan mengatakan apapun tentang Kei pada Aira nanti." Kemudian Rico balik badan, melangkah menuju kamar Aira kecil. Ia berdiri di tepi tempat tidur, menatap lekat ke arah Aira, "Aku akan menjadi ayah sekaligus ibumu..Aita" Perlahan Rico naik ke atas tempat tidur dan merebahkan tubuhnya di samping Aira, Tangannya terulur mengusap lembut pipi Aira. Aira kecil menggeliat saat Rico menyentuh pipinya lalu kembali tenang. "Apakah kau mendengar semua ucapan ayah, nak?" Rico tersenyum. Lalu ia merubah posisi tidurnya dengan telentang, ia tatao langit langit kamar. Rico tidak dapat menghilangkan semua kenangan tentang Layla. Suaranya, tawan dan canda Layla masih terdengar jelas di telinga Rico. "Kau sia sia kan hidupmu, hanya untuk pria yang tak jelas kemana arahnya..Layla."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD