Bab 1 : Pemuda Misterius

1861 Words
Suara benda patah menginterupsi langkah Sarah yang hendak memasuki salah satu g**g menuju komplek rumah barunya. Ia memicingkan mata, berusaha menajamkan penglihatan karena pencahayaan yang remang-remang dan akhirnya menemukan dua sosok pemuda tengah berkelahi di ujung g**g. Suara yang didengarnya tadi berasal dari tubuh salah satu pemuda yang baru saja terjatuh ke tumpukan sampah berisi beberapa potongan kayu. Kaki Sarah otomatis mundur. Kesalahannya adalah pergi keluar malam-malam padahal ia orang baru dan belum mengenal dengan baik daerah tersebut. Akan tetapi, bukan waktunya menyalahkan diri sendiri. Ia tidak ingin mendapat masalah dengan mendekati perkelahian tersebut. Otaknya berpikir cepat dan memutuskan untuk segera menghindar mencari jalan lain. Namun, belum sempat Sarah berbalik, pemuda yang terjatuh tadi bangkit dan tiba-tiba berlari ke arahnya. Karena terkejut, Sarah tak sempat menghindar sewaktu pemuda tersebut menabraknya dan membuatnya terdorong ke tumpukan tinggi kardus dan balok kayu yang berada tak jauh dari tempatnya berada. Setelah itu, pemuda tadi terus berlari tanpa peduli akibat dari perbuatannya. Semua terjadi begitu cepat. Saat tumpukan kardus dan balok kayu tadi akhirnya roboh. Sarah bahkan tak sempat menghindar hingga pemuda satunya dengan cepat berlari mendekat. Pemuda itu lalu mendorong Sarah menjauh dan membiarkan dirinya yang tertimpa benda-benda tersebut. Sarah pun menjerit panik, mengabaikan barang belanjaannya yang jatuh dan berhamburan di jalan. *** “Mianhae.” Nam Min Hyuk bisa mendengar suara pelan seorang perempuan ketika ia membuka mata. Namun, rasa sakit menguasai tubuhnya sehingga ia tidak peduli akan hal itu. Lebam hasil perkelahiannya dengan Tae Sang masih terasa nyeri dan tumpukan kardus serta balok kayu yang baru saja menimpanya memperparah sakit itu. Akan tetapi, bukan Min Hyuk namanya jika tak mampu mengatasi hal tersebut. “Kamu baik-baik saja?” Suara perempuan itu terdengar lagi. Min Hyuk berusaha memfokuskan pandangannya ke arah sumber suara dan mendapati seorang gadis di sana. Penampilan gadis tersebut cukup mencolok dengan pita kain ungu lebar menghiasi kucir rambutnya. Di sekitar mereka tampak berserakan beberapa bungkus makanan dan minuman ringan serta sebuah kantung belanja yang ia kenali dari minimarket terdekat. Raut wajah gadis itu, Hong Sarah, terlihat sangat khawatir. Dengan ragu-ragu, tangan Sarah terulur hendak menyentuh luka Min Hyuk. “Jangan sentuh aku.” Min Hyuk akhirnya bersuara, menghentikan gerakan tangan gadis yang baru saja ia tolong. “Pergilah. Anggap kita tidak pernah saling bertemu.” “Tapi ….” Ucapan Sarah terhenti. Namun, Min Hyuk sama sekali tak berniat untuk menjawab. Dengan sisa tenaga yang ada, ia berusaha berdiri lalu berjalan. Tak mengacuhkan Sarah sama sekali. “Gomawo,”ujar Sarah dengan suara pelan. Meski ingin balas menolong, bagi Min Hyuk gadis itu sudah bersikap benar dengan membiarkannya pergi. Sembari melangkah menjauh, Min Hyuk berdecak sebal. Ia baru saja melakukan sebuah  kesalahan. Ia menolong seorang perempuan, lagi. *** Kyungsuk University. Sarah menatap papan nama kampusnya itu tanpa antusias. Terbayang oleh Sarah reaksi serta pertanyaan yang mungkin muncul begitu teman-teman barunya melihat penampilannya. Rambut sebahu yang tergerai dan bandana ungu dengan ornamen buah beri. Ranselnya yang mungil dan berhias benda serupa juga setia menempel di punggung. Itu tergolong penampilan yang wajar saat ia masih SMU, tetapi sekarang dia adalah seorang mahasiswi. Meski sedari awal Sarah meyakinkan diri sendiri bahwa tidak ada yang salah dengan penampilannya, tetapi rasa khawatir tak dapat dicegah. Melihat penampilan mahasiswa dan mahasiswi lain di sekitarnya, bukan tidak mungkin Sarah justru dipandang aneh karena mirip buah beri berjalan. Sembari menghela napas, Sarah memantapkan diri untuk melangkah masuk area kampus. Dulu, ia tidak pernah peduli ketika ada yang mempermasalahkan kecintaannya pada buah beri dan warna ungu. Namun, sikap itu mendadak pudar begitu kata ‘mahasiswi’ melekat pada statusnya kini. Kehidupan sekolah dan kampus jelas akan jauh berbeda. Terlebih ia tak memiliki teman dari SMU yang sama. Sarah juga belum mengenal para tetangganya sehingga tak tahu apakah akan menemukan teman dari daerah tempat tinggalnya. Gedung empat tingkat berbentuk U menyambut Sarah begitu ia memasuki halaman kampus. Bangunan dengan d******i cat putih itu tampak kokoh, menaungi ratusan atau bahkan ribuan remaja dengan beragam penampilan dan minat. Akan tetapi, tak ada satu pun yang berdandan mirip Sarah. Di depan gedung terdapat belasan pohon gingko yang berderet dengan jarak teratur. Beberapa bangku panjang di bawahnya terisi dengan mahasiswa dan mahasiswi yang asyik bercengkrama satu sama lain. Pemandangan yang lumrah, tetapi justru mengusik Sarah sebab mengingatkannya pada Choi Hae Jin dan Park Su Yong, sahabatnya di SMU yang memilih berkuliah di tempat lain. Sarah terlalu serius dengan isi pikirannya hingga tak menyadari jika seseorang dengan tumpukan kotak di tangan tengah berjalan ke arahnya. Pandangan orang tersebut terhalang oleh kotak yang menjulang dan tidak mampu menghindar ketika Sarah sukses menabraknya. “Mianhae.” Buru-buru Sarah membantu orang tersebut. Seorang gadis berkacamata yang tampak kesal karena barang-barangnya berjatuhan. “Biar aku bantu.” Sarah berjongkok dan membantu memunguti kotak-kotak yang ternyata berisi makanan tersebut. Ia jadi merasa bersalah karena sudah membuat gadis itu dalam kesulitan. Bisa jadi makanan tersebut untuk para mahasiswa senior yang sedang sibuk mengurusi mahasiswa baru seperti dirinya. Gadis berkacamata itu pasti akan kena marah jika situasinya memang seperti yang Sarah duga. “Tidak perlu. Aku bisa sendiri.” Namun, gadis itu menolak dengan nada suara yang terdengar enggan untuk berbicara lebih jauh. Dengan cekatan ia memunguti kotak-kotak tersebut tanpa mempedulikan Sarah sedikit pun. Seolah nasib baik sedang tidak berpihak padanya, Sarah kembali mendapatkan masalah. Tepat saat ia bangkit dan hendak berbalik meninggalkan si gadis berkacamata, sepasang muda-mudi yang berjalan berlawanan arah dengannya sukses menabrak Sarah. “Mianhae.” Sarah membungkukkan badan sebagai permintaan maaf. Namun, reaksi yang ia dapat kali ini lebih buruk. “Yah! Apa yang kau lakukan?” Seruan si gadis terdengar nyaring, diikuti rentetan keluhan yang membuat telinga gatal. Terang saja, blus merah muda miliknya kini dihiasi bercak noda yang cukup besar. Hasil dari tumpahan dua gelas kopi di tangannya yang tak sengaja tertabrak Sarah. Namun, reaksi gadis cantik yang penampilannya mirip idol itu lebih heboh sewaktu melihat hal yang sama terjadi pada pemuda di sampingnya. Seorang pemuda bertampang datar, hampir tanpa ekspresi, yang kemeja putihnya ternoda lebih banyak. Meski tak bicara sepatah kata pun, pemuda itu menatap Sarah dengan pandangan ingin tahu. Sarah selalu bisa mengenali sorot mata seperti itu karena penampilannya yang identik dengan warna ungu dan buah beri seringkali membuatnya mendapatkan tatapan serupa. “Oppa, bagaimana ini? Bajumu jadi kotor.” Sembari mengeluarkan beberapa lembar tisu dari tasnya, gadis itu memandang Sarah tajam. “Lihat! Ini semua salahmu.” “Aku benar-benar tidak sengaja,” ujar Sarah dengan suara pelan, sementara suara lantang si gadis cantik berambut panjang itu membuat mereka jadi pusat perhatian. Sarah merasa sangat tidak nyaman karena ia seolah telah melakukan sebuah kejahatan. “Biar aku bantu membersihkannya.” Bermaksud baik, Sarah mengikuti tindakan si gadis untuk membersihkan kemeja si pemuda bertampang datar, tetapi yang ia dapat kemudian justru sebuah hardikan. “Jangan berani menyentuh Oppa.” Gadis cantik itu menepis tangan Sarah. Reaksinya sungguh berlawanan dengan pemuda yang ia bela, yang hanya diam dan menonton. Bersamaan dengan itu, si gadis berkacamata yang tadinya menolak bantuan Sarah kini mendekat. “Dia hanya ingin membantu. Tidak perlu bersikap kasar kalau memang tidak mau menerimanya.” Pembelaan si gadis berkacamata tak pelak membuat si gadis cantik murka. Ia melempar gelas kopinya ke arah gadis berkacamata. Tindakan tersebut membuat Sarah tak percaya betapa buruknya sikap seseorang yang memiliki wajah serupawan itu. Karena alasan yang sama, Sarah pun menangkis gelas kopi kedua hingga berbalik mengenai si pelempar. “Aah!” Si gadis cantik berteriak lebih nyaring mendapati tindakan Sarah yang membuat bajunya semakin kotor. Ia hendak meraih Sarah dan membuat perhitungan ketika pemuda yang bersamanya mendadak melenggang pergi setelah mengucapkan sesuatu. Ia tampak tidak peduli sama sekali dengan tingkah gadis yang sedari tadi bersamanya itu. Reaksinya jauh berbeda dengan si gadis yang sampai hendak menyiram Sarah dengan kopi hanya karena tidak sengaja membuat baju temannya ternoda. “Sudah kubilang kopimu hanya akan membuang waktuku.”             Bersamaan dengan langkahnya yang menjauh, pemuda dengan ekspresi wajah datar itu berhasil membuat si gadis cantik menyusulnya sekaligus mengurungkan niat untuk merundung Sarah dan gadis berkacamata. Tindakannya juga membuyarkan tatapan-tatapan tertarik yang tadinya mengepung Sarah. “Kamu tidak apa-apa, kan?” Sarah bertanya dengan nada khawatir seraya memeriksa lengan baju gadis berkacamata yang warna putihnya kini bermotif polkadot gelap. Semua keresahannya karena insiden kecil yang baru saja terjadi perlahan menguap. “Terima kasih sudah membelaku tadi.” Berbeda dengan sebelumnya, kali ini si gadis berkacamata membalas ucapan Sarah dengan lebih ramah. “Terima kasih juga untuk tangkisannya. Aku harap Kim Ye Na tidak menuntutmu untuk biaya laundry bajunya.” Sarah yang mengira ucapan lawan bicaranya adala candaan pun tersenyum kecil. “Jadi, nama gadis tadi Ye Na? Dan, apa dia membuka jasa laundry juga?” Mau tak mau si gadis berkacamata ikut tersenyum mendengar pertanyaan Sarah. Namun, ia tidak menggubrisnya dan justru mengulurkan tangan untuk berkenalan. “Namaku Han Song Eun.” Masih dengan senyum di bibir, Sarah menyambut uluran tangan Song Eun dengan bersemangat. Ia merasa lega karena akhirnya memiliki teman di kampus. Seseorang yang mengabaikan penampilan Sarah dan lebih mementingkan sikap. “Aku Hong Sa Ra. Tapi kamu bisa memanggilku Sarah,” balas Sarah, “omong-omong, apa jurusan yang kamu ambil? Siapa tahu kita bisa sekelas.” Sayangnya semangat Sarah dengan cepat merosot ketika mendengar jawaban Song Eun yang jauh dari harapan. Susah sekali mendapatkan kenalan ketika ia menjadi orang baru tidak hanya di lingkungan kampus, tetapi juga di lingkungan tempat tinggalnya. Sudah harus beradaptasi dengan para tetangga baru yang belum tentu semuanya menyenangkan, ia juga perlu mencari paling tidak seorang teman di tempatnya menuntut ilmu. Korea Selatan boleh jadi salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik, tetapi juga negara dengan tingkat bullying tinggi. Sarah tidak mau merana dengan selalu sendirian di kampus lalu berakhir menjadi salah satu korban perundungan. Membayangkannya saja sudah membuat Sarah bergidik takut. Dan, sekarang ketika ia merasa sudah menemukan calon teman yang tepat, ternyata lingkup mereka tak sama. “Aku rasa tidak, karena aku tidak kuliah di sini. Aku bekerja di kantin kampus.” Namun, bukan Sarah namanya jika tidak bisa mempertahankan semangat yang telanjur tumbuh. Ia membesarkan hati dan terus meyakinkan diri dengan beragam kalimat. Tidak masalah meski bukan sesama mahasiswi karena baginya teman bisa berasal dari mana pun, termasuk pegawai kantin kampus. Dan, satu teman baik jauh lebih berharga dibanding banyak teman seperti gadis bernama Ye Na tadi. Satu-satunya yang patut disayangkan hanyalah ia tak akan bisa bersama Song Eun saat menjalani kegiatan belajar mengajar. “Keren. Kamu pasti jago memasak,” puji Sarah tulus. Namun, Song Eun hanya menanggapinya dengan seutas senyum tipis. Enggan membahasnya lebih jauh. “Aku harus pergi. Sekali lagi terima kasih,” pamit Song Eun seraya mengambil kembali tumpukan kotak yang tadinya ia sisihkan demi membela Sarah. “Aku rasa kelas-kelas akan segera dimulai. Meski tadi sudah bertemu dengan dua seniormu yang menyebalkan, aku harap harimu tetap menyenangkan.” Sarah mengangguk, lalu memberikan lagi sebuah senyum manis mengiringi kepergian Song Eun. Ia bahkan melambaikan tangan dengan gembira dan mengabaikan fakta yang baru saja Song Eun sampaikan, hingga tatapan Sarah menangkap sosok asing yang berjalan melewatinya. Pemuda misterius itu. Penampilannya tak jauh beda dari saat Sarah bertemu dengannya di g**g kemarin. Dengan suasana siang hari yang benderang, jaket dan celana hitam yang dipakainya memberikan kesan misterius. Juga langkahnya yang seolah memancarkan aura menakutkan. Terbukti dari minggirnya orang-orang di sekitar pemuda itu. Sarah tak berkedip memperhatikan pemuda tersebut yang sepertinya lebih tepat disebut menakutkan dibanding misterius. Sama seperti yang Sarah rasakan kemarin, saat berusaha membalas pertolongannya. Memar di pelipis kanan pemuda itu juga meyakinkan Sarah jika ia tak salah mengenali orang. Ia ingat betul luka yang sempat hendak ia sentuh itu sebelum sang pemilik menghardiknya. Tatapan Sarah masih mengikuti tiap gerak-gerik si pemuda berjaket hitam. Langkah pemuda itu mantap, seolah sudah mengetahui dengan pasti tempat yang hendak ia tuju. Hal tersebut mau tak mau membuat benak Sarah tak dapat berhenti bertanya. Mungkinkah pemuda itu juga kuliah di sana? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD