Failure ~ 1

3271 Words
Crista begitu bahagia setelah mendapatkan pengumuman tentang kelulusannya. Apa yang dia pelajari selama tiga tahun masa SMA ternyata tidak sia-sia. Dia mendapatkan nilai nyaris sempurna di semua mata ujian. "Crista ...." panggil seorang gadis manis berlesung pipit dari belakang. Crista menoleh dan tersenyum senang. "Raya ...! Kita lulus!" seru Crista sambil memeluk Raya, gadis manis berlesung pipit tadi. "Alhamdulillah, kita lulus dengan nilai yang baik." kata Raya sambil membalas dekapan Crista. "Kamu jadi kuliah di Jogja, Ya?" tanya Crista sambil melepaskan dekapannya. Raya mengangguk. "Iya. Aku sudah mengirim pendaftaran di UGM. Aku ingin kuliah dekat sama nenek." jawab Raya. Crista tersenyum. Raya adalah sahabat Crista sejak SMP. Raya gadis yang baik, cantik, penyayang dan juga sabar. Raya seorang gadis piatu. Ia kehilangan sang ibu sejak kelas 2 SMP. Ibu Raya meninggal karena sakit Jantung. Sejak ibunya meninggal, Raya hidup bersama ayahnya saja. Raya ingin kuliah di Jogja karena neneknya kini hanya sendiri. "Aku senang karena akhirnya kamu bisa tinggal bersama dengan nenekmu, Ya. Sejak kamu SMA, kamu belum pernah pulang ke Jogja, kan?" "Iya. Ayah melarang ku pulang. Sebenarnya, Ayah hanya tidak ingin pergi ke tempat yang memiliki banyak kenangan tentang ibu. Akhirnya selama tiga tahun ini, aku tidak bisa mengunjungi nenek. Tapi alhamdulillah, sekarang Ayah sudah mengizinkan aku untuk tinggal bersama nenek." "Aku pasti akan sangat merindukanmu, Ya. Jangan lupakan aku kalau kamu sudah mempunyai teman di Jogja, okay!!" Raya pura-pura mencubit pinggang Crista. "Apa sih kamu ini, Ta? Mana mungkin aku bisa melupakanmu begitu saja? Kita saling mengenal sudah cukup lama, Crista. Sudah enam tahun kita selalu bersama-sama." "Siapa tahu nanti di Jogja kamu bertemu dengan teman yang lebih mengasyikkan dari pada aku, Ya." sindir Crista sambil menaik-naikkan alis mata kanannya. "Jangan mulai, Crista! Aku tidak suka jika kamu bercanda seperti itu. Kamu tahu aku. Aku menyayangimu dengan segenap jiwa dan ragaku. Kamu sudah seperti saudara kandungku sendiri. Jadi meskipun aku memiliki banyak teman di Jogja, aku tidak akan pernah membiarkan persahabatan kita hancur apa pun yang terjadi." kata Raya dengan serius. Membuat Crista tersenyum dan menatap sahabat terkasihnya itu dengan lembut. "Aku tahu. Karena perasaanku padamu juga sama, Raya. Tak peduli meskipun kita berpisah, sampai kapan pun persahabatan kita akan terus terjalin." kata Crista sambil menggenggam tangan kanan Raya. Raya tersenyum kemudian menyentil hidung Crista pelan. "Ah... Hari ini kita ke mana? Aku ingin jalan-jalan." tanya Crista penuh semangat. "Sepertinya aku tidak bisa kemana-mana hari ini, Ta." jawab Raya. Bahu Crista langsung lunglai mendengar jawaban Raya. "Kenapa, Ya? Tidak seru, ah!" sungut Crista. Raya tersenyum lalu mendekati telinga Crista dan berbisik pelan. "Semalam aku baru kedatangan tamu. Jadi sekarang perutku sangat nyeri." bisik Raya yang membuat mulut Crista membentuk lingkaran memahami maksud sahabatnya. Crista mengangguk mengerti. "Ya sudah. Kalau begitu kita pulang saja. Ah ...! Aku mau membuat brownies kukus. Nanti aku kirim ke rumah kalau sudah jadi, Raya." "Janji, ya? Aku tunggu di rumah." kata Raya sambil menjulurkan jari kelingking tangan kanannya. Crista tersenyum lalu menautkan jari kelingking tangan kanannya dengan Raya. Raya pun ikut tersenyum. Kedua gadis itu pun akhirnya bersama-sama meninggalkan sekolahnya untuk pulang ke rumah. Sementara itu, di sebuah mobil sedan Honda Accord 2.4 VTIL, nampak seorang laki-laki dan seorang wanita tengah berbicara serius. Laki-laki itu berperawakan atletis dengan kulitnya yang bisa terbilang putih untuk ukuran laki-laki. Usianya sekitar 28 tahun atau kurang. Sedangkan sang wanita yang duduk di sampingnya memiliki paras cantik dengan rambut Indah bergelombang yang dibiarkan tergerai hingga menutup pundaknya. Usianya mungkin hampir sama dengan laki-laki di sampingnya. "Kamu serius ingin melakukan ini? Ini gila." tanya laki-laki itu. Gustaf Ardiansyah namanya. "Aku serius, Gustaf. Aku mohon bantu aku. Demi kakakmu." jawab wanita di sampingnya. Namanya Anne. "Tapi ini dosa! Aku tidak mungkin melakukan hal ini pada kak Gerald." "Lalu aku harus bagaimana, Taf? Apa aku harus mengatakan padanya kenyataan bahwa sampai kapan pun Gerald tidak akan bisa punya anak? Aku harus bilang terus terang bahwa dia mandul, begitu?" tanya Anne dengan wajah khawatir. Gustaf tak bisa menjawab. Membayangkan kakaknya bersedih saat mendengar hal itu saja sudah membuat dadanya perih. "Kak Gerald tidak akan bisa menerima kenyataan itu. Dia bisa hancur." kata Gustaf pelan. "Karena itu aku mohon, Taf. Berikan aku benih untuk rahimku. Biarkan aku membahagiakan Gerald dengan mengandung anak darimu." pinta Anne manja sambil menyentuh paha Gustaf menggunakan tangan kirinya. Nalurinya sebagai lelaki dewasa terpancing mendapat sentuhan seperti itu. Tapi dengan cepat Gustaf menjauhkan tangan Anne darinya. Bagaimanapun juga, Anne adalah istri sah kakaknya. "Baiklah. Aku setuju. Tapi ingat! Aku melakukannya demi kak Gerald." kata Gustaf setelah terdiam beberapa saat. Anne mengangguk. "Kita ke rumah sakit." kata Gustaf. "Untuk apa kita ke rumah sakit, Taf? Kita bisa melakukannya di sini atau di hotel." kata Anne sambil bergelayut manja di tangan kiri Gustaf. "Anne ...!" panggil Gustaf sambil mendorong tubuh Anne. "Tolong jangan salah paham padaku! Kamu adalah istri dari kakak kandungku. Jadi aku tidak mungkin melakukan hubungan seks dengan mu." kata Gustaf yang membuat muka Anne memerah. "Lalu bagaimana kamu akan melakukannya jika kamu tidak berhubungan seks denganku?" tanya Anne dengan sedikit emosi karena malu mendapat penolakan dari Gustaf. "Demi kak Gerald, aku akan memberikan benihku. Tapi tidak dengan cara mengkhianati kak Gerald. Aku tidak akan pernah menyentuhmu. Karena itu, kita ke rumah sakit sekarang. Kita lakukan proses inseminasi buatan. Dengan begitu, aku bisa memberikan benihku padamu tanpa mengkhianati kak Gerald. Okay?" Anne mengangguk menyetujui usul dari Gustaf. Mobil sedan yang dikemudikan oleh Gustaf melaju menuju rumah sakit. ••• Crista baru saja selesai membuat adonan brownies. Dia hanya perlu meletakkan adonan itu di atas langseng dan mengukusnya hingga matang menggunakan api kecil selama 40 menit "Crista ...!" sebuah panggilan lembut terdengar dari belakang rumah. Crista segera berlari menuju pintu dan melongokkan kepalanya keluar. Di sana, sang ibu sedang mengangkati jemuran yang sudah kering. Namanya Hasna. "Ya, Bu?" "Kamu nanti jadi ke tempatnya Raya?" tanya Hasna "Jadi, Bu. Tapi menunggu kuenya matang dulu. Ada apa memangnya, Bu?" tanya Crista penasaran. "Tidak, Sayang. Ibu hanya ingin menitipkan sesuatu untuk Raya." "Memangnya Ibu ingin menitipkan apa? Nanti biar ku bawakan untuk Raya." "Tadi kamu mengatakan bahwa Raya sedang datang bulan, kan? Itu tadi Ibu membuatkan jamu kunyit asem untuk Raya. Kunyit dan asem yang Ibu beli untuk membuatkanmu jamu kemarin, masih tersisa lumayan banyak. Jadi Ibu berinisiatif untuk membuatkan jamu untuk Raya supaya nyerinya hilang. Hasilnya agak banyak. Jadi bisa diminum selama dua hari." kata Hasna. Crista tersenyum dan mengangguk. Hasna dan Raya memang sangat dekat. Saat ibunya Raya meninggal, Raya menjadi sangat pendiam. Raya sering melamun dan selalu terlihat murung. Saat Crista kebingungan dalam menghibur Raya, Ibunya lah yang turun tangan. Hasna yang berhasil membantu Raya. Membuat Raya kembali ceria dan kembali tersenyum. Sejak saat itu Crista, Hasna dan Raya menjadi sangat dekat. "Nanti aku bawakan ya, Bu." "Oh iya, Crista." "Hm? Ada apa, Bu?" tanya Crista. Hasna meletakkan jemuran yang sudah kering ke dalam keranjang yang sudah beliau siapkan. Kemudian beliau mendekati anak gadisnya. "Nak ...!" Hasna membelai kepala Crista dengan sayang. "Kapan kamu akan menutup aurat mu, Nak? Sudah waktunya kamu menutupi auratmu menggunakan hijab dan pakaian muslim." tanya Hasna pelan sambil menatap mata Crista dalam-dalam. Crista terdiam. Gadis itu menunduk. "Insyaallah aku akan berhijab, Bu. Tapi .... Tapi tidak sekarang, Bu. Aku .... Aku masih belum siap." jawab Crista terbata-bata. "Jika menunggu siap, kamu tidak akan pernah siap, Sayang. Karena apa? Godaan syetan akan terus membuatmu bimbang. Kamu pasti akan menemukan alasan-alasan lain untuk mengulur-ulur waktu. Kamu harus memaksa dirimu untuk menutup aurat mu. Lakukan lah hanya untuk Allah, untuk dirimu, dan demi kebaikanmu, Crista. Hijab itu memiliki banyak makna bagi seorang wanita muslim. Selain untuk menutupi aurat mu, hijab akan melindungi kehormatan mu. Hijab akan menjauhkan mu dari aib dan nafsu para lelaki." kata Hasna lembut sambil membelai rambut Hitam Crista yang panjang sampai punggungnya. Crista menata mata Sang Ibu dengan bimbang. "Sayang, menutup aurat itu wajib hukumnya untuk kita wanita muslim. Semua tubuh wanita, dari kepala sampai kaki, semuanya  aurat kecuali muka dan telapak tangan kita. Jangan sampai Allah menegur mu terlebih dahulu, Sayang. Ibu tidak ingin kamu menyesal." kata Hasna dengan sayang "Kamu mengerti maksud Ibu, kan?" tanya Hasna. Crista mengangguk pelan. Hasna kembali membelai kepala anak gadisnya dengan penuh kasih. "Ya sudah. Itu sepertinya kue buatan mu sudah matang." kata Hasna. Crista segera masuk lagi ke dapur dan mengecek kematangan kuenya. Dan benar kata Ibunya. Kuenya memang sudah matang. Crista segera memadamkan api kompor lalu meletakkan kue brownies kukus di atas sebuah wadah dan melepaskannya dari cetakan. Aroma coklatnya begitu harum dan membuat perutnya seketika merasa lapar. Sambil mengiris kue menjadi beberapa bagian, Crista terus memikirkan apa yang dikatakan oleh ibunya. Memang, ini sudah waktunya Crista berhijab. Ibunya sudah ratusan kali mengingatkan dirinya tentang hal itu. Tapi Crista selalu saja beralasan untuk menunda-nunda kewajibannya itu. Selesai meletakkan kue dalam dua wadah terpisah, Crista menuju ke kamarnya. Gadis itu segera membuka lemari pakaiannya dan mengambil sebuah baju gamis berwarna pink s**u yang sangat manis. Ia pun mulai mencoba bajunya komplit dengan kerudungnya. Masyaallah ...! Sebuah wajah sangat cantik tampak di depan cermin. Postur tubuhnya begitu anggun dan parasnya pun tampak bercahaya. Melihat bayangannya sendiri yang terlihat begitu berbeda di cermin, Crista pun merasa malu. Pipinya merona. "Anak Ibu sungguh cantik memakai pakaian itu." Crista terperanjat mendengar pujian itu. Cepat-cepat ia membuka kerudung yang menutupi kepalanya, namun gerakannya di tahan oleh Sang Ibu. "Jangan dilepas, Sayang." cegah Hasna. "Aku malu, Bu." "Mengapa harus malu? Kamu sangat cantik, Sayang ...." Crista menggeleng lalu melepaskan kerudungnya. Kali ini benar-benar dilepas. Dan Hasna pun kecewa melihat hal itu. "Besok, Bu. Mulai besok pagi, aku akan mulai memakai hijab dan menutup auratku. Aku janji." kata Crista mencoba meyakinkan. Hasna tidak bisa berkata apa-apa. Ia tahu, masalah hijab tidak bisa dipaksakan. Karena itu ia hanya tersenyum kepada putrinya. "Jamu untuk Raya sudah Ibu siapkan. Kamu tinggal membawanya, Ta." "Iya, Bu." jawab Crista sambil mengganti pakaiannya. Rok hitam panjang dan baju kemeja pink yang dipilihnya untuk dikenakan. "Kalau begitu aku pergi dulu ya, Bu. Takut ke sore an." kata Crista lalu mencium punggung tangan kanan Ibunya. "Hati-hati dijalan, Crista." pesan Hasna. Crista tersenyum lalu bergegas menuju dapur. Setelah mengambil apa saja yang harus dibawa, Crista pun segera pergi ke rumah Raya yang dapat di tempuh selama 15 menit dengan berjalan kaki. Crista lebih suka berjalan kaki jika dia hendak ke rumah Raya. Tak ada alasannya. Hanya ingin saja. Karena kebiasaannya itu, Crista pun jadi dikenal banyak orang. Kepribadiannya yang periang, ramah dan pandai membawa diri, membuatnya begitu mudah bergaul. Di sepanjang perjalanan menuju rumah Raya, Crista tak henti-hentinya mendapat sapaan dari orang-orang. Gadis itu kadang berhenti untuk mengobrol sebentar. "Assalamu'alaikum .... Raya!" seru Crista begitu ia sampai di halaman rumah Raya. "Wa'alaikumussalam." terdengar sebuah jawaban dari halaman samping. Crista bergegas mencari sumber suara itu dan menemukan sosok laki-laki paruh baya sedang membersihkan rerumputan liar. "Om Herman?" seru Crista kaget. "Oh, Crista. Sudah lama 0m tidak melihatmu." jawab laki-laki yang bernama Herman itu. Beliau adalah ayah kandung Raya. "Om Herman yang jarang ada di rumah. Aku selalu rutin main ke sini, Om." kata Crista sambil mendekati Herman. "Hahahaha! Benar juga. Om yang jarang ada di rumah kalau siang hari." Herman tertawa. Crista tersenyum. "Raya mana, Om?" tanya Crista. "Tadi sedang ke warung membeli gula pasir. Sebentar lagi juga pulang. Kamu masuk saja sana!" "Aku langsung ke dapur ya, Om. Aku membawa brownies kukus dari rumah." kata Crista sambil melangkah. Herman memberi kode 'oke' menggunakan tangannya sebagai jawaban. Crista langsung masuk ke rumahnya Raya dan menuju dapur. Ia mengambil sebuah piring saji dan meletakkan kue brownies kukus yang dibawanya di atas piring itu lalu meletakkannya di meja makan. Gadis itu juga memasukkan jamu kunyit asem titipan Sang Ibu di dalam kulkas. Setelah itu ia menuju teras. Menunggu Raya pulang dari warung. Sekitar sepuluh menit Crista menunggu, terlihat bayangan Raya muncul di seberang jalan raya. Crista bergegas menyambut kedatangan sahabatnya itu. Sambil menunggu, Crista melihat sekeliling. Tampak seekor anak kucing yang mau menyeberang. Tanpa sadar, Crista mendekati anak kucing itu tanpa melihat kondisi jalan raya. "Din din din!!!!" suara klakson sebuah mobil mengejutkan Crista yang sudah berada di tengah jalan raya. Crista meraih tubuh anak kucing dan bergegas minggir. Namun sayang, Kaki Crista terserempet mobil. Crista terjatuh dengan kaki kiri berlumuran darah.. "Crista!!!" jerit Raya saat mobil yang menyerempet Crista melarikan diri. Raya berlari mendekati Crista yang terduduk di pinggir jalan. "Ta ...? Kamu tidak apa-apa?" tanya Raya cemas. "Tidak apa-apa, Ya. Lihat! Anak kucingnya juga baik-baik saja. Dia hanya...." "Crista!!!" bentak Raya dengan mata berkaca-kaca. Crista terdiam menatap Raya yang hampir menangis. "Mengapa kamu justru tersenyum sambil mengurusi anak kucing? Kamu bodoh apa? Lihat kondisimu sekarang! Mengapa kamu tiba-tiba pergi ke tengah jalan?" sengat Raya kesal. Sebulir air bening menetes di pipi kirinya. "Ya ...!" panggil Crista sambil menyentuh tangan kanan Raya. Tapi Raya menepisnya. "Aku tidak apa-apa, Raya. Hei, lihat lah! Aku hidup." kata Crista sambil meraih tangan Raya. Raya diam saja. "Aku tidak apa-apa. Sungguh." kata Crista lagi saat Raya menatapnya. Air mata Raya mengalir di wajahnya. "Jangan menakuti ku seperti ini, Ta! Ku pikir kamu akan mati ditabrak mobil itu." ucap Raya pelan. "Sorry ...." kata Crista dengan tangan kiri memegangi telinga kirinya sendiri. Raya menghapus air matanya, lalu mengecek kondisi kaki kiri Crista yang terluka. "Sepertinya itu harus dijahit, mbak." terdengar suara di sekeliling Raya dan Crista. "Ambulans sebentar lagi datang." "Mobil yang menabrak sudah kabur." "Polisinya belum sampai." Crista dan Raya baru menyadari bahwa mereka sudah di kelilingi oleh banyak orang. Dan Crista pun akhirnya menyadari rasa nyeri yang teramat sangat di kaki kirinya. "Allahu Akbar! Mengapa darahnya banyak sekali yang keluar, Raya?" tanya Crista mulai panik. "Dasar kamu bodoh! Kamu baru sadar kalau kondisi lukamu itu serius?" tanya Raya sambil meraih sapu tangan yang baru saja dia beli dari dalam plastik. Ia pakai saputangan itu untuk menutupi luka di kaki Crista. "Raya!! Crista!! Kalian tidak apa-apa?" tanya seseorang. Raya dan Crista menoleh. Terlihat Herman terburu-buru mendekati mereka. "Astaghfirullahal'adzim! Rumah sakit .... Kamu harus di bawa ke rumah sakit!!" seru Herman saat ia melihat kondisi Crista. "Ambulans sebentar lagi datang, pak." "Terima kasih! Terima kasih sudah menghubungi ambulans untuk anak saya." kata Herman yang membuat Crista terharu. Tak lama, terdengar suara ambulans dari kejauhan. Ambulans yang dihubungi oleh warga telah datang. "Itu ambulans datang, pak." Crista segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Raya dan Herman menemani. Di dalam ambulans, rupanya Crista pingsan. Keringat mengucur dari keningnya. Begitu tiba di rumah sakit, Crista segera di bawa ke IGD untuk mendapatkan perawatan. Kaki kiri Crista mendapat 10 jahitan. Lukanya ternyata lebih serius dari dugaan Raya. Setelah lukanya dijahit, Crista dibawa ke bangsal karena masih belum sadarkan diri. Bangsal inap Crista berada di lantai 2, bangsal inap kelas 1. Biaya perawatan ditanggung oleh Herman. "Bagaimana keadaan Crista?" tanya Herman setelah kembali dari bagian administrasi. "Masih belum bangun, Yah. Tapi kata dokter Crista baik-baik saja. Mungkin besok pagi sudah boleh pulang." jawab Raya. "Bagaimana ceritanya Crista bisa diserempet mobil?" tanya Herman. Raya menghela napas masygul mengingat kejadian tadi. "Gara-gara anak kucing, Yah. Ayah kan tahu sendiri kalau Crista sangat menyukai kucing. Nah, tadi itu ada anak kucing di jalan. Crista yang melihat itu tahu-tahu menyebrang tanpa melihat-lihat dulu. Terserempet lah dia." "Pasti kaget kamu, Ya?" tanya Herman. "Bagaimana aku tidak kaget, Yah? Kejadiannya kan di depan mataku!" jawab Raya kesal. Herman tertawa. "Yang membuatku kesal, Yah. Dia itu justru mengurusi anak kucing yang dia pegang dari pada kondisinya sendiri. Kakinya sudah berdarah-darah begitu, dia malah dengan bangga menunjukkan padaku bahwa anak kucingnya baik-baik saja!" kata Raya bersungut-sungut yang membuat Herman menahan tawanya. "Ayah kok tertawa, sih? Aku kan lagi kesal." "Maaf, maaf! Habisnya kamu lucu kalau marah begitu." "Ayah...!!" "Sudah-sudah. Jangan marah lagi. Yang penting kan Crista baik-baik saja. Kamu harus bersyukur akan hal itu, Nak." kata Herman sambil membelai kepala Raya dengan sayang. Raya hanya mengangguk. "Ya sudah kalau begitu. Ayah mau ke musholla dulu ya. Ayah belum shalat ashar." kata Herman. "Aku mau cari telepon umum dulu, Yah. Aku ingin menghubungi Tante Hasna. Aku tidak membawa ponsel." kata Raya. Herman mengangguk. Ayah dan anak itu meninggalkan Crista di kamar. Tak lama setelah Herman dan Raya pergi, datang dua orang perawat ke kamar gadis itu dan mendorong tempat tidurnya menuju ke sebuah ruangan khusus. Dalam ruangan itu ada seorang dokter wanita dan beberapa orang perawat lainnya. Di dalam ruangan itu, seorang perawat melepaskan celana dalam Crista dengan di bantu perawat lainnya. Lalu setelah posisi kaki Crista diletakkan pada sebuah penyangga yang tersedia, dokter wanita yang ada di situ memposisi kan diri di antara kaki Crista. Dokter itu membawa sebuah alat yang kemudian memasang alat itu pada mulut rahim Crista. Apa yang dilakukan oleh dokter wanita itu terhadap Crista tidak memakan waktu lama. Setelah selesai, dan pakaian Crista sudah dipasang kembali, gadis itu akan di bawa kembali ke kamarnya. ••• Raya dan Herman kebingungan mencari Crista. Saat keduanya kembali ke bangsal,  Crista tidak ada di kamarnya. "Suster ...! Suster ...!" panggil Raya pada seorang perawat saat ia berada di IGD. "Iya, mbak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya perawat itu. "Suster, teman saya yang di rawat di sini tidak ada di kamarnya sus." "Teman mbak di rawat di mana?" "Di ruangan kelas 1, sus." "Nama teman mbak siapa? Biar saya cari di bagian informasi. "Crista, sus." "Oh, mbak Cristal. Mbak Cristal sedang menjalani proses inseminasi di ruangan dokter Ratna." "Inseminasi?" "Iya, mbak." "Suster jangan becanda ya, sus. Teman saya itu umurnya baru 18 tahun seperti saya. Kami baru saja lulus SMA hari ini." "Nama teman mbak, Cristal bukan? Mbak Cristal memang punya jadwal inseminasi, mbak." "Suster! Nama teman saya Crista. Bukan Cristal!!" sengat Raya emosi. Suaranya menggema di lorong ruang IGD. Membuat orang-orang yang ada di sana melihat ke arahnya. Mendengar kata-kata Raya, suster itu terlihat panik. Perawat itu menghubungi seseorang. Dan matanya membulat sempurna saat berbicara. Perawat itu segera berlari. Raya mengikuti. Perawat itu berhenti di sebuah bangsal kelas 1. Raya ikut berhenti. Ia melihat ada nama Cristal di depan pintu itu. "Permisi ...!" perawat itu mengetuk pintu dan membukanya. Di sana ada seorang wanita cantik yang sedang duduk di atas tempat tidur. Ada seorang laki-laki yang sedang membaca majalah duduk di sofa. "Suster? Kapan proses inseminasi ku dilakukan, sus? Aku sudah menunggu dari tadi." kata wanita yang duduk di tempat tidur sambil berdiri. "Ya Allah ...!" perawat itu menutupi mulutnya dengan kedua tangannya. "Apa-apaan ini, suster?" tanya Raya. "Sepertinya ada kesalahan, mbak." jawab perawat itu dengan panik. "Maksudnya?" tanya Raya. Perawat itu hanya menatap Raya dengan perasaan bersalah. "Jangan bilang kalau ...?" Raya mencoba menebak. Dan perawat itu mengangguk. Membuat Raya menutupi mulutnya dengan kedua tangannya dan dua orang yang ada di dalam ruangan itu jadi kebingungan. "Bawa aku ke ruangan itu, suster. Hentikan sebelum terlambat." pinta Raya. Perawat itu mengangguk. Ia dan Raya bergegas meninggalkan kamar itu. Melihat keanehan yang ada di hadapannya, laki-laki itu merasa harus mengikuti perawat dan gadis itu. Tepat di sebuah ruangan, perawat dan gadis itu berhenti. Saat perawat itu hendak mengetuk pintu, pintu ruangan itu terbuka. Seorang dokter wanita keluar dari sana. Laki-laki itu mengenali sang dokter . Ia segera mendekat. "Dokter Ratna ...!" "Oh, Pak Gustaf. Kebetulan anda ada di sini." kata dokter Ratna. "Oh ...! Ada apa ya, dok?" tanya laki-laki itu yang ternyata Gustaf Ardiansyah. "Proses inseminasi buatan sudah selesai dan berhasil. Anda tinggal menunggu hasilnya sekitar 2 minggu." jawab dokter Ratna. Gustaf, Raya dan perawat yang berdiri di samping Raya terbelalak. "Ma-maksud dokter?" tanya Gustaf saat beberapa perawat mendorong tempat tidur keluar dari ruangan di belakang dokter Ratna. "Crista ...!" panggil Raya saat melihat Crista terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang yang didorong oleh dua orang perawat keluar dari ruangan dokter Ratna. "Dokter ...!" panggil perawat yang ada di dekat Raya. "Ada apa, suster Karin?" tanya Dokter Ratna. "Ada kesalahan, dokter." kata perawat yang dipanggil Karin. "Kesalahan apa, suster?" tanya Dokter Ratna bingung. "Dokter sudah melakukan proses inseminasi? " tanya Gustaf. Dokter Ratna mengangguk. "Pada siapa, dok?" tanya Gustaf lagi. "Tentu saja pada gadis ini." jawab sang dokter. Raya menangis mendengar jawaban dokter itu. Hatinya benar-benar sedih dan kesal. "Apa-apaan ini? Mengapa kalian bisa melakukan kesalahan seperti ini? Sebelum melakukan perawatan, apa kalian tidak  mengecek dulu rekam medis pasien? Bagaimana bisa kalian melakukan kekeliruan yang fatal seperti ini?  Ya Allah ...! Mimpi Crista masih panjang. Kami baru saja lulus SMA, dan sekarang? Apa yang akan kalian lakukan pada masa depan Crista?" sengat Raya sambil menangis. "Dokter Ratna ...! Kita telah melakukan kesalahan besar." kata Karin yang membuat dokter Ratna dan beberapa perawat lain terhenyak. Sementara Gustaf meremas rambutnya. Tak mengira keadaan menjadi kacau karena dirinya. @@@ Tbc Bagaimana ini? Kesalahan itu sudah terlanjur terjadi. Apa yang akan Gustaf lakukan? Siapa yang sudah melakukan kelalaian itu? Tunggu di episode selanjutnya. .: 19 Mei 2020 :.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD