BAB 1 : Berjalan

2668 Words
*** Suara music dari radio mengalun dengan indah dan menghentak lembut, lagu I Will dari The Beatles terus menerus di putar, di sepanjang perjalanan kota Tuen Mun. Yura mengenal semua nadanya seperti sebuah nafasnya sendiri, ia menikmati suaranya sendiri yang ikut bernyanyi. Raymen tersenyum menggeleng untuk kesekian kalinya, namun dia tidak keberatan sama sekali mendengarkan keindahan lagu The Beatles harus di bumbui nada sumbang Yura. Diam-diam mereka saling berpegangan tangan dengan erat, dan saling melempar tersenyuman geli. Gedung-gedung pencakar langit berjajaran begitu indah, menjulang kokoh terlewati. Para pejalan kaki berdiri di halte menunggu busway datang. Kereta ekspress bergerak cepat melintas terlihat samar-samar di antara realestate. Senyuman Yura semakin lebar, rambutnya yang kecokelatan bergerak indah di terpa angin. Liburan panjang sekolah telah berakhir, dan sekarang harus mulai kembali ke sekolah seperti biasa. “Love you forever and forever.. Love you with all my heart.. Love you when..” Suaran Yura perlahan menghilang, matanya bergerak cepat melihat ke atas langit yang gerimis, namun sang mentari masih memperlihatkan cahaya paginya, muncul di antara gedung-gedung.  “Yah.. hujan” ucapnya dengan nada sedih, berbalik jauh dengan ekspresimya. Tersenyum senang dan mata berbinar-binar. “Memangnya kenapa nona?” Jose membelokan mobilnya, memasuki gerbang sekolah Methodist High Scool. Yura melepaskan genggaman tangannya dari Raymen dan mengambil tas, dia bersiap-siap akan keluar saat mobil perlahan berhenti. “Tidak jadi olahraga” Yura tertawa senang dengan bertepuk tangan seperti anak kecil. Yura membuka pintu mobilnya dan melompat keluar, dia melambaikan tangannya melihat Raymen dan Jose di balik kaca yang balas melambaikan tangannya. Namun, tiba-tiba Raymen keluar menyusulnya. “Apa?”  Tanya Yura dengan tatapan heran. “Pakai jaketku, nanti kau kedinginan.” Raymen menyampirkan jaketnya di bahu Yura. “Buka tanganmu” perintahnya Raymen yang otomatis membuat Yura menjatuhkan tasnya dan membiarkan Raymen memakaikan jaket padanya. “Ah baiklah, cepat sana masuk!. Kau jadi bahan perhatian.” Yura menyipitkan matanya merasa risih. Banyak perempuan yang melihat  Raymen sambil tersenyum-senyum tersipu malu. Ini memang bukan pertama kalinya Raymen mengantar Yura pergi kesekolah, bahkan setiap hari mereka pergi bersama. Hanya saja, Raymen selalu menarik perhatian anak-anak lainnya, apalagi sikap Raymen yang ramah dan friendly terhadap siapapun, di tunjang lagi dengan penampilannya yang keren dan tampan. Raymen dan Yura sudah bersahabat sejak mereka kecil, walau sekarang mereka tidak satu sekolah, itu tidak akan pernah menjadi penghalang bagi keduanya untuk menjalin persahabatan. Hari-hari mereka terlalu kecil bila harus di bagi dengan orang lain. Raymen adalah murid yang sangat popular, bukan hanya di kalangan sekolahnya saja, namun di kalangan sekolah Yura dia sangat popular. Kepopuleran Raymen selalu di embel-embeli dengan karakternya sebagai pria playboy dengan segudang prestasi. Sementara Yura, dia hanya gadis biasa yang selalu menutup diri. Yura hanya akan terbuka kepada Raymen dan Stefan, wajah cantiknya yang selalu membuat iri semua orang tidaklah membuatnya bangga. Yura benci perhatian, namun setengah jiwanya dia dedikasikan untuk seni. “Kau yang pergi duluan” Raymen balik memerintah. Yura langsung berdecih, membungkuk mengambil tasnya dan pergi meninggalkan area parkiran. Yura berjalan lebih cepat melewati koridor sekolah, beberapa adik kelasnya menyapa dengan ramah dan mengucapkan selamat pagi, dan menanyakan kabarnya. Yura hanya membalasnya dengan seulas senyum singkat, dan jawaban yang secukupnya. Yura buru-buru memasuki kelasnya yang mulai ramai. “Kya.. Yura!” Kylie memeluk setumpuk majalah K-pop di dekapannya “Apa kabar?” Teriaknya dengan suara cempreng yang berhasil membuat seisi kelas merasa terganggu. “Tutup mulutmu Kylie.” Yura mendesis kesal dibuat-buat. “Aku hanya ingin menanyakan kabarmu.” Yura tersenyum miring “Aku tahu, pergi sana!” ucapnya terdengar kasar, Kylie langsung cemberut mendengarnya. “Kau tidak merindukan aku?” Kylie merentangkan kedua tangannya dengan lebar,  majalah-majalah dalam dekapannya terjatuh ke lantai. Yura tersenyum lebar, langsung memeluknya dengan erat. “Bagaimana dengan liburanmu?.” “Lumayan. Raymen melempariku satu kilogram juss lengket padaku, padahal Stefan yang ulang tahun.” Yura menghentak-hentakan kakinya dengan kesal. Kylie tertawa begitu terhibur. “Kau tahu tidak Yu?.” Suara Kylie terdengar seperti bisikan yang memabukan. “Apa?.” Yura melepaskan pelukannya, dia terlihat penasaran sekarang. “Brian mencarimu, dia bilang dia sangat berharap kau masuk komunitasnya.” Yura menatap tidak percaya, namun bibirnya tersenyum mengembang dengan mata berbinar-binar. Yura merasa mendapatkan suatu keberuntungan yang  begitu besar. setelah libur panjang yang membosankan. Cukup dengan mendengar kabar Brian mencarinya saja sudah sangat begitu membahagiakan, dan menjadikan hari pertamanya masuk sekolah menjadi begitu sempurna. Bagaimana tidak, dia pria yang sudah berhasil mencuri perhatian Yura selama dua tahun terakhir ini!. *** Cahaya matahari begitu terang berkilauan, langit menjadi biru bersih dan indah, Yura memicingkan matanya merasa kesilauan saat melihatnya. “Kau ingin mengatakan apa?” Tanya Yura mulai bosan menunggu kata-kata yang akan di ucapkan pria di sampingnya. Gadis itu terlalu dingin dan tidak memiliki ekspresi setiap ada di dekat siapapun, Yura hanya bersikap baik kepada orang-orang yang telah lama di kenalinya dengan baik dan orang yang bisa membuat Yura nyaman. Yura memangku dagunya, melihat  siswa yang sedang menikmati jam istirahatnya, dan dia sendiri mulai merasa kepanasan karena berdiam diri terlalu lama di lapang. Sementara Gun masih diam membisu, membuang-buang waktu Yura secara cuma-cuma,  dengan perasaan kesal Yura beranjak dari duduknya. “Jika kau tidak mau mengatakan apa-apa lebih baik aku pergi.” “Yura, tunggu” Gun setengah berteriak, membuat Yura kembali membalikan tubuhnya dan menatap Gun dengan perasaan setengah dongkol. Gun berusaha bernafas dengan tenang. “Aku menyukaimu, aku mencintaimu, jadilah kekasihku” wajah Gun merah seperti kepiting rebus, dia terlihat sangat gugup sekaligus malu. Yura diam menatapnya dalam beberapa kedipan mata, ekspresinya dingin tak terbaca. Hingga akhirnya dia tersenyum, bercampur sebuah serigai jahat, seakan dia mengatakan. Apa kau gila!. “Terimakasih Gun, aku juga menyukaimu” jawaban Yura terdengar manis, seakan-akan memberikan kepastian jika dia mau menjadi kekasihnya, “Tapi, sebagai teman.” “A.. apa?” wajah Gun seketika menjadi pucat pasi, dia kehilangan kata-kata. “Tapi.. tapi kenapa kau tidak mencintaiku?, selama ini kau sangat perhatian padaku. Lalu itu artinya apa,  jika bukan cinta?” tanyanya gelapakan. “Mungkin kau butuh waktu untuk berfikir.” “Aku tidak memiliki alasan untuk menolakmu. Cinta?, aku hanya mencintai diriku sendiri, aku pergi dulu ya.” Yura tersenyum acuh dan pergi begitu saja, seakan dia tidak memiliki perasaan bersalah apapun terhadap apa yang telah dia ucapkan barusan. Inilah sisi jahatnya Yura. Karena ke tidak pekaannya dalam memahami perasaan orang lain dan dirinya, dia sering di benci. *** Yura mengetuk-ngetuk ujung sepatunya dengan gugup, dia mulai mundar-mandir di depan ruangan komunitas seni  sepanjang menunggu orang yang akan di temuinya. Yura menahan nafasnya yang terasa mengganjal di paru-paru, melihat Brian muncul di ambang pintu. Brian langsung melempar senyuman hangat padanya, rasanya membuat jantung Yura berdetak lebih cepat dan gemetar di kaki. “Hay” suara Yura menghilang, pipinya bersemu kemerahan. Sejauh ini hanya Brian yang mampu membuat Yura berdebar, namun sejauh itu juga Yura tidak tahu arti dari perasaanya, apakah hanya sekadar kagum atau cinta. Yura perlu membuktikannya dengan menjadi lebih dekat dengan Brian. “Hay, bagaimana?, kau jadi ikut masuk komunitasku?.” Brian mendekatinya dengan elegan, sehingga Yura dapat melihatnya lebih dekat lagi dengan jelas. “Ya.” “Aku senang mendengarnya.” “Aku akan mulai masuk besok.” “Aku menerimanya dengan tangan terbuka.” Akhirnya Yura bisa bertemu lebih sering  dengan Brian, dan itu artinya dia bisa lebih dekat dengannya. Sosok pria yang telah mencuri perhatiannya sejak pertama bertemu. Dan dengan masuk komunitas seni, ini akan memudahkan jalannya untuk semakin dekat dengan Brian. Yura sudah merasa cukup dengan permainan tarik ulurnya, berpura-pura tidak tertarik dengan komunitas seni, agar Brian terus mengejarnya. Mungkin ini saatnya bagi dia untuk langsung menerimanya, Brian sudah cukup berusaha dalam mengajaknya masuk komunitas. Dan Yura sangat terkesan. “Kalau begitu aku pergi dulu” ucap Yura semakin salah tingkah. “Ya.” Yura berlari kecil sambil memeluk dirinya sendiri, dia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya sekarang ini, bahkan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Sesampai di parkiran sekolah, dia sudah di tunggu oleh Raymen yang berdecak pinggang kesal karena menunggu cukup lama. Raymen terlihat benar-benar kesal. Kekesalannya tergambar dengan cara Raymen menutup pintu seperti sebuah bantingan. “Kau kemana dulu sih!, aku pegal menunggu” Raymen mulai mengomel. “Aku menemui Brian dulu.” “Anda membuat tuan Raymen menunggu lama.” Jose tersenyum ikut berbicara. “Maafkan aku. Aku terlalu bahagia.” Raymen terdiam beberapa saat, ekspresinya langsung berubah. “Kau harus berhati-hati dengan pria” ucapnya dengan serius. Raymen langsung melupakan kekesalannya pada Yura dalam beberapa detik saja. Yura hanya mengangguk setengah hati mendengarkannya, “Besok jam pelajaranku sedikit,  mau bermain golf bersamaku?.”  Ajak Raymen. Yura tersenyum konyol, padahal baru dua hari mereka masuk sekolah lagi, namun Raymen sudah bersemangat lagi untuk membicarakan bermain. “Kau saja yang enak, aku ada les ekonomi, kau tahu itu kan” Yura cemberut seketika. “Aku bisa menemanimu.” “Tidak usah.” “Aku bisa!.” Raymen kukuh seperti anak kecil. "Aku belajar selama dua jam Ray." "Aku akan berdiri dan menunggumu selama itu di depan kelas!" Pelotot Raymen keras kepala. Yura langsung membungkam dan menyerah untuk berdebat. *** Yura menyeruput kopinya yang baru saja di hidangkan di meja, sementara Raymen terlihat sedikit sibuk dengan handponenya sendiri . Mereka tidak langsung pulang begitu saja ke rumah, Yura dan Raymen memilih nongkrong sebentar masih dengan pakaian seragam mereka. Sementara Jose pergi lagi, karena jarak antara Café dan rumah dekat, mereka bisa pergi dengan jalan kaki. Duduk dengan manis di kursi paling depan, merasakan kesejukan bunga-bunga indah yang tertata cantik dalam pot, bergelantungan dan berjajaran rapi membentuk pola melingkar. Sangat begitu cocok dengan nama Cafénya  “Rose”. “Rikan ulang tahun minggu depan” kata Yura membuka percakapan lagi. “Kenapa kau terlihat tidak senang?” Raymen meletakan handponenya di atas meja, dia mengembalikan perhatiannya sepenuhnya kepada Yura. Bola matanya yang kehijauan begitu indah bergerak melihat setiap perubahan ekspresi gadis itu. Yura tersenyum masam, menyeruput kopinya sejenak sebelum menjawab “Dia terlihat bahagia sekarang.  Mungkin, akan lebih bagus tanpa aku di sisinya.” “Kalian kurang berkomunikasi saja. Karena sikap tidak pekamu dan kau terlalu dingin kepada Rikan, itu yang membuat dia berfikiran kau melupakannya.” Raymen mengusap noda kopi di bibir Yura dan menjilatnya tanpa rasa jijik. Sementara Yura, gadis itu tampak biasa saja karena sudah terbiasa mendapatkan perhatian seperti itu dari Raymen. Yura termenung. Apa yang di katakana Raymen memang ada benarnya juga, Yura terlalu dingin dan kaku kepada sahabat lamanya itu. Rikan adalah sahabat Yura sejak kecil,  jauh sebelum ada Raymen ada dalam kehidupannya. Rikan sudah Yura kenal dengan baik sejak duduk di bangku TK, hanya saja hubungan mereka menjadi renggang setelah ayah Rikan meninggal. Larangan orang tua Yura untuk menjaga jarak dan menjauhi Rikan, membuat mereka perlahan-lahan jarang bertemu lagi, begitu pula Rikan yang mulai menjaga jarak darinya. Padahal sampai sekarang mereka masih satu sekolah. Seharusnya pasti bisa bertemu dan saling menyapa, walau hanya dalam hitungan detik saja. “Ngomong-ngomong kau benar-benar jadi masuk komunitas seni?” Tanya Raymen mengaduk-ngaduk buble teanya. “Ya, aku yakin.” Jawab Yura dengan penuh semangat yang menggebu-gebu. Raymen tertawa mengejek, “Kau semangat sekali Yu. Aku hanya heran saja, melihatmu suka sama si Brian, wajah dan kelakuannya saja seperti monyet, matamu mulai minus ya?. Apa yang hebat dari wajah dan otak manusia purba itu?.” “APA KAU BILANG?” Yura menghentakan kakinya di bawah meja, dia menendang kaki Raymen dengan keras. membuat Raymen meringis kesakitan. “Monyet katamu?, lalu Andin pacarmu itu, kau fikir cantik hah?, dia mirip ular! Tepatnya anaconda.” “Tapi dia lebih cantik darimu.” “Dasar..” Yura mendesis kesal. “Kau tidak ngaca ya!. Katakan sekali lagi, siapa yang lebih cantik?” Yura langsung berdiri dan mencekik Raymen dan menjambak rambutnya dengan kasar, Yura terus bersungut-sungut kesal, membuat kegaduhan dan membuat mereka jadi bahan perhatian orang-orang di sekitarnya. “Iya.. iya kau yang paling cantik, selalu yang paling cantik di mataku, selamanya!. Dan tidak akan pernah tergantikan.” Ucap Raymen dengan keras sepenuhnya terpaksa. Mereka kembali tenang, seperti air di danau. Setelah seorang petugas datang menenangkan keduanya. Yura dan Raymen hanya saling melempar senyum konyol setelah pertengaran yang membuat kegaduhan di Café. Pertengkaran seperti itu adalah hal yang sudah biasa di antara mereka berdua, mereka tidak bertengkar sungguhan. Kepala Raymen terjatuh di pundak Yura. “Lihat nih, rambutku jadi acak-acakan” Raymen menggerutu sambil cemberut. Yura mengangguk-ngangguk malas, membantu merapikan rambut Raymen, tangan kecilnya tiba-tiba berhenti bergerak di atara helaian rambutnya, Yura meraih wajah Raymen dan menelitinya dengan serius.  Membuat pipi Raymen merah malu, mendapatkan tatapan dalam jarak yang begitu dekat hingga hidung mereka saling bersentuhan. “Kenapa?” Tanya Raymen salah tingkah. Yura menyipitkan matanya masih meneliti dengan serius. “Sepertinya, kau sangat cocok dan keren bila mewarnai rambutmu jadi biru.” “Kau gila ya” Raymen melotot seketika. “Itu melanggar norma dan aturan sekolah.” “Aku hanya merekomendasikan.” “Hay semuanya, maaf aku telat” Andin kekasih Raymen  sudah berdiri di hadapan mereka. Yura langsung menggeserkan posisi kursinya agar menjauh dari Raymen. Andin terlihat sangat dongkol melihat kehadiran Yura yang ada di hadapannya, bahkan kehadirannya pun tidak di sadari Raymen, karena kekasihnya terlalu memperhatikan Yura. Peluh keringat membasahi pelipis Andin. Sekalipun Yura tidak menyukainya, tapi untuk yang satu ini dia merasa kasihan juga. Pasalnya, Raymen yang satu sekolah dengan Andin lebih memilih menjemput Yura lebih dulu, yang jelas-jelas sangat jauh dari sekolahnya sendiri dan membiarkan Andin pergi sendirian, naik angkutan umum padahal Andin pacarnya dan satu sekolah dengan Raymen. “Tidak apa-apa, kau mau pesan apa?” Raymen tersenyum manis, sangat ramah, dan  sangat bahagia. Yura memperhatikan keduanya bak obat nyamuk, sambil duduk malas-malasan dengan tatapan dingin tidak bersahabat. “Hay Yura” Andin menyapa dengan senyuman yang memaksakan. Yura tahu, jika Andin tidak menyukainya, namun gadis itu tetap berusaha bersikap semanis mungkin kepada Yura, hanya ketika di depan Raymen saja. Yura mengangkat satu alisnya dengan malas menjawab. Sikap Yura yang tidak bersahabat bukan tanpa alasan. Kemarin, Andin telah  menghina karya seninya dan menganggapnya sampah, dan yang lebih parahnya lagi Andin merobek buku gambar Yura. Andin hanya baik saat ada di depan Raymen saja, namun sangat buruk saat ada di belakang Raymen. Yura merasa tingkah Andin sangat basi untuk di toleransi lagi, dan Yura akan bersikap terang-terangan tidak menyukainya. “Aku minta maaf atas kejadian kemarin.” “Ya.” Jawab Yura kelewatan dingin. “Baiklah masalahnya sudah selesai. Ayo kita pesan makanan,” Raymen tersenyum lega melihat sahabat dan pacarnya baikan. Tidak perlu waktu lama bagi mereka untuk menunggu pesanan, sehinga sesuatu yang terasa canggung di meja kembali terasa tenang. “Bagaimana dengan ulanganmu?.” Raymen menyuapi Andin penuh perhatian, sesekali dia mengusap rambut panjangnya dan berhasil membuat Andin tersipu-sipu. “Bagus.” Andin begitu anggun memakan makanannya. “Boleh kan aku meminta hadiah padamu.” “Kau mau apa?.” “Aku akan memikirkannya dulu.” Yura mengeluarkan selembar kertas dan alat gambar dari tasnya. Dia bersiap-siap menggambar, dari pada harus melihat Raymen dan Andin yang sedang bermesraan dan melupakan keberadaannya, itu sangat menyebalkan baginya. Sejujurnya Yura benci di dalam posisi yang sekarang, seharusnya di pulang atau bertemu Stefan. Namun, sikap pemaksa Raymen benar-benar tidak dapat dia tolak. “Oh iya, besok aku akan seleksi Taekwondo, jangan lupa menonton” Raymen menunjuk wajah Yura dengan garpu di tangannya. “Jam berapa?.” Jawab Yura dengan tangan yang sibuk mencoret sesuatu di kertas. “Jam dua sore.” “Ah… besok aku kumpul di komunitas.” “Tidak boleh, kau harus datang dan lupakan dulu si monyet itu” Raymen kembali mengejek Brian untuk menekan rasa kecewanya. Yura melotot tidak terima, seketika dia tersenyum jahat dengan mata menyipit tajam, giginya di tekan kuat memperlihatkan garis rahangnya. “Ya.. kau juga punya anaconda yang bisa membuatmu senang, kenapa harus membicarakan pangeranku.” Yura nyengir tersenyum manis balas menyerang Raymen. “Aku benci monyet itu.” “Aku juga tidak suka anaconda, aku lebih suka anaconda Nicki Minaj” Yura menekan setiap kata-katanya sambil menyikut Raymen. Mereka kembali saling adu mulut dan mulai melupakan kehadiran Andin. To be continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD