Part 1. Status Baru

964 Words
- Aisha Az Zahra – Aku bangkit dari kursi panas ini dengan mantap. Di depanku, berderet beberapa orang dengan pakaian kebesarannya yang berwarna hitam. Aku tidak terlalu memperhatikan apa yang mereka ucapkan sebelumnya, karena aku takut tidak akan kuat menghadapi semua ini. Aku hanya menulikan telingaku bahkan hingga sidang ini selesai. Proses terakhir yang harus kuhadiri, setelah perjalanan panjang proses gugatan cerai yang kuajukan pada suamiku. Dan hari ini sudah diputuskan bahwa aku resmi bercerai dengan Rayhan, suami yang sudah bersamaku selama tujuh tahun ini. Sebelum melangkahkan kakiku keluar dari ruangan, Aku menolehkan kepalaku pada Rayhan, yang kini sudah tidak dapat lagi kusebut sebagai suami. Aku mengamati dengan lekat setiap hal pada dirinya, semuanya. Semua yang ada pada Rayhan adalah favoritku. Rambut ikalnya yang sering kujambak saat kesal karena dia sering menggodaku. Matanya cokelatnya yang berhiaskan bulu mata lentik, yang bahkan melebihi lentiknya bulu mataku yang sudah dibantu oleh mascara. Hidungnya yang tidak terlalu mancung yang sering mendarat di wajahku, bahkan di tubuhku. Bibirnya yang selalu mengukir senyum manis padaku, namun saat ini senyum itu tidak terlihat barang sedikitpun. Padahal aku ingin menikmati senyum manisnya, setidaknya untuk terakhir kalinya. Karena setelah ini aku akan berusaha untuk menjauh darinya. Dan jangan lupa d**a bidang dan lengan kokohnya yang selalu menjadi sandaranku, dan selalu mendekapku setiap malam dalam tidurku. Ya Tuhan, maafkan aku. Aku sudah tidak berhak lagi menikmati semua keindahan yang ada pada dirinya. Tapi aku masih mencintainya. Hanya saja jiwa dan ragaku ini terlalu rapuh untuk menanggung luka ini, aku sudah tidak sanggup lagi. Bahkan besarnya cintaku padanya sudah tidak mampu lagi menutupi luka yang telah ditorehkannya padaku. Aku tidak marah padanya, aku hanya menyesali diriku yang lemah ini, sehingga tak mampu lagi untuk bisa bersamanya dan menanggung kesakitan ini. Semoga dengan melepaskannya, semua akan menjadi lebih baik. Aku akan menutup kisah yang penuh dengan luka ini, dan membuka lembaran baru. Aku percaya garis hidupku telah dituliskan dengan sangat sempurna. Hanya saja saat ini aku masih berada pada tahap terendah, yang mana aku yakin setelah ini akan berubah menjadi lebih baik. Ya, aku yakin itu. Tidak ada air mata yang mengalir kali ini, berbeda dengan kali pertama aku melangkahkan kaki ke dalam ruang sidang ini beberapa waktu yang lalu. Saat itu aku hampir pingsan karena tidak menyangka pernikahanku yang semula sempurna, akan berakhir di persidangan. Kulihat Rayhan berjalan mendekat dan berhenti tepat di depanku. Aku menarik nafas dalam, lalu memberanikan diri menatap matanya. Tuhan, bahkan saat ini aku ingin kembali ke dalam pelukannya. Kuatkan aku, Tuhan… “Sha…” suara Rayhan terdengar bergetar menyebut namaku. Aku menatap matanya, “Terima kasih buat semuanya. Aku minta maaf atas semua kesalahanku selama ini. Maaf juga karena tidak bisa memberikan… keturunan… buat kamu.” Rayhan menggeleng, “Maafkan keegoisanku, yang akhirnya membuat kamu nggak kuat dan memilih menyerah untuk tetap bersamaku.” Tangan Rayhan terulur untuk menggenggam kedua tanganku. Lalu dia berbisik, “Sungguh, aku tidak pernah menginginkan ini terjadi, Sha. Aku mencintaimu, selalu.” Aku hanya mengangguk paham, aku mengerti dia masih mencintaiku. Hanya saja aku tidak bisa lagi terus bersamanya. “Bye, Ray…” bisikku perlahan. Aku langsung berbalik dan berjalan cepat keluar dari ruangan ini sebelum aku menangis, atau yang lebih parah, pingsan. Karena jujur saja pandanganku sudah berkunang-kunang. Dan sialnya, aku lupa dimana memarkir mobilku. Aku merogoh tasku, mencari-cari dimana kunci mobilku tersembunyi. Kenapa disaat aku ingin cepat pergi, benda kecil itu malah menghilang. Aku menengadahkan kepalaku ke atas, mencoba menghilangkan rasa pusing yang mendera. Lalu saat ekor mataku menangkap jaket hijau seorang pengendara ojek online, tiba-tiba aku tersadar akan satu hal. Aku tidak membawa mobil kesini. Tadi pagi aku pergi dengan taksi online karena mobilku sedang di bengkel. Ya ampun, kok aku bisa lupa sih. Secepat mungkin aku mengambil ponsel dan memesan taksi online. Beruntung, tidak sampai lima menit, taksi sudah menjemputku. Membawaku pergi dari tempat ini. Membawaku pada lembaran kehidupan baru yang kini harus kujalani seorang diri. “Halo, Mah…” “…” “Iya, sudah selesai. Ini mau pulang.” “…” “Nggak, Mamah nggak perlu kesini. Aku baik-baik aja, mungkin aku perlu waktu sendiri dulu.” tolakku saat Mamah menawarkan diri untuk menemaniku. Aku memang berada di kota yang berbeda dengan Mamahku, karena aku pindah ke kota ini setelah menikah dengan Rayhan dulu. “…” “Yakin, Mah… Aku baik-baik aja. Sudah ya, Mah. Aku udah nyampe ruko. Dah, Mamah.” Bohong. Aku mengatakan sudah tiba di ruko milikku hanya untuk memutuskan telepon. Semakin sering aku mengulang kalimat aku baik-baik saja, semakin lemah pertahananku. Semakin kuat pula hatiku menjerit mengatakan bahwa aku tidak baik saat ini, aku terluka, aku hancur. Aku sedang tidak ingin membahas masalah ini dengan siapapun saat ini. Aku ingin menenangkan jiwa dan ragaku. Mencoba berdamai dengan keadaan baru ini. Aku akan menjalani kehidupan baru seorang diri, dengan status baru. Nafasku sesak, kepalaku berdenyut kencang. Siapa orang di dunia ini yang ingin menyandang status tersebut? Bukan, aku bukan meremehkan atau memandang negative dengan status yang baru aku sandang ini. Hanya saja, aku merasa ini terlalu cepat untukku. Aku pikir, aku akan menyandang status janda saat aku sudah menua, jika suamiku telah tiada. Atau suamiku yang akan menyadang gelar duda, saat aku meninggal dunia mendahuluinya. Bukan karena bercerai seperti ini. Eh tapi… Meskipun bercerai dariku, suamiku – ralat, mantan suami - tidak akan menyandang status baru sebagai duda. Karena dia masih memiliki istri saat ini, istri sah yang dinikahinya enam bulan yang lalu. Dan saat ini istrinya itu tengah hamil. Luar biasa bukan, ketika aku kembali dari pengadilan dan membuka lembaran baru seorang diri. Rayhan akan pulang ke rumahnya, membuka lembaran baru bersama istri dan calon anaknya. Apakah ini adil untukku? Adil atau tidak, aku bisa apa? Semua ini sudah terjadi dan aku hanya bisa mencoba tegar menghadapinya. 26 Agustus 2020 22.40 WIB
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD