Prolog

676 Words
Menjadi anak perempuan satu-satunya di klan Karazon generasi ke-9, tidak menjadikanku bak putri di negeri dongeng. Hidupku jauh dari kata bahagia. Bahkan mungkin kata itu, sudah lama musnah dari duniaku. Aku seperti seorang putri namun tanpa mahkota yang menghiasi kepalaku. Lebih mirip seorang anak pelayan yang harga dirinya selalu direndahkan, bahkan oleh saudara-saudara kandungku sendiri. Ayahku? Jangan bertanya, karena dia sendiri yang tidak mengakuiku sebagai putri ke 3-nya. Ya, Yudai Karazon, putra Yoshiota Karazon pendiri Karazon Corp, secara langsung mengungkapkan bahwa diriku tidak pernah diinginkannya. Dia tidak menginginkanku sejak dia mendapatkan kabar bahwa aku yang saat itu masih di kandungan, berjenis kelamin perempuan. Sejak saat itu, berbagai upaya dilakukannya untuk menyingkirkanku. Tapi takdir menginginkanku untuk tetap hidup. Mewarisi keahlian ibuku yang seorang samurai hebat juga DNA tangguh milik kakekku dari pihak ibu, membuatku bisa bertahan hingga usiaku sekarang. Yah, meski ayahku tak pernah menginginkanku, tapi nenekku, Sanako Karazon diam-diam menyayangiku. Beliau melindungiku dan juga membiayai seluruh kebutuhanku hingga aku lulus Senior High School. Tapi nenek-yang tak pernah aku tahu bagaimana wajahnya, hanya bisa melindungiku hingga usiaku genap 18 tahun. Tak berselang lama setelah kelulusanku, beliau wafat. Aku tidak pernah mengerti, kenapa aku selalu dilarang tiap ingin bertemu dengan nenek. Aku tahu, nenek mempunyai penyakit yang sangat berbahaya, tapi sangat tidak wajar bila aku, cucunya tidak diperbolehkan untuk menemuinya untuk pertama dan terakhir kalinya saat pemakaman beliau. Sejak kematian beliau, ayah juga saudara-saudaraku makin gencar untuk menyingkirkanku. Aku mendengar dari paman Kishimura, pelayan setia nenek, bahwa aku memiliki saham terbesar karena semua milik nenek atas namaku, bahkan itu sudah diputuskan sejak aku masih dalam kandungan. Kalian ingin tahu, bagaimana aku mampu bertahan hidup dari kerasnya kehidupan yakuza? Jawabannya adalah Orion Kishimura. Dia adalah putra angkat paman Kishimura. Dia adalah kakak sekaligus pelindung juga guru samuraiku. Dia yang terbaik diantara yang terbaik. Namun naas, dia harus tewas saat mencoba menyelamatkanku dari anak buah Miyamoto Karazon, kakak tertuaku. Tepat di tahun ke 2 setelah kepergian nenekku, terjadi penyerangan di paviliun pribadi milikku. Aku yang saat itu tanpa pengawal yang memadai, bahkan mungkin sangat kekurangan pengawal, terpaksa melarikan diri setelah Orion susah payah memaksaku untuk meninggalkannya saat dia sudah sekarat. Sebelum kejadian itu, dia sempat membekaliku dokumen-dokumen yang akan membantuku untuk menyelamatkan diri dari kejaran Karazon. Sepertinya dia sudah memperkirakan kejadian ini akan terjadi, cepat atau lambat. Hujan. Aku bersandar di sebuah tiang di bawah derasnya guyuran air hujan. Tubuhku yang penuh luka sepeti tidak merasakan sakit saat air-air itu membasuh seluruh tubuhku. Rasa nyeri tak terasa seperti yang seharusnya aku rasakan. Sesaat aku terdiam menunggu datangnya malaikat maut, aku tidak merasakan kembali air hujan yang membasuh tubuhku. Ku coba untuk membuka mata perlahan, seorang pria tampan tengah tersenyum ke arahku. Aku hanya bisa menatap datar saat tangannya terulur ke arahku. "Apa kau menyukai hujan?" tanya pria berkepala plontos itu. Aku terdiam sejenak, mengingat hal yang akan kukatakan, akan menjadi sesuatu yang konyol baginya. "Aku mengendalikannya," jawabku singkat yang malah membuat pria itu tersenyum semakin lebar. "Ikutlah denganku," ucapnya ramah dengan tangannya yang masih menggantung di depan wajahku. "Apa itu sebuah perintah?" Aku menautkan kedua alisku. "Apa kau akan ikut jika itu sebuah perintah dariku?" Aku terdiam mendengar jawabannya, hingga sebuah suara halus nan lembut memasuki indera pendengaranku. "Sayang, kau terlalu lama. Gadis ini akan mati jika kita tidak cepat menolongnya." Aku menoleh sedikit ke sumber suara. Wanita Jepang yang cantik, ia tersenyum ke arahku sambil membantuku untuk bangun dan berdiri. "Jadi, kau mau ikut dengan kami?" ia mengulang pertanyaannya. "Siapa kalian?" tanyaku dan mereka berdua tertawa kecil. "Panggil aku Papa, karena sekarang kau adalah bagian dari keluarga Roulette. Dan wanita cantik di sampingmu, ia adalah Shizuku. Dia adalah istriku, kau bisa memanggilnya Mama," terangnya dan aku tidak heran dengan statusnya saat wanita itu memanggilnya 'sayang'. "Jadi, apa kau mau menghentikan hujan deras ini?" tanyanya lagi. Aku memiringkan sedikit kepalaku. Ternyata pria itu mempercayai perkataanku. Sungguh diluar perkiraanku. Aku menjentikkan jariku dan hujan itu berhenti. Pria itu tersenyum lebar sambil memeluk tubuhku. "Rain Roulette, itulah namamu sekarang." 'Akan kubuktikan pada mereka (Karazon), bahwa aku pantas memiliki sebuah keluarga.' Rain Roulette
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD