1. Masa Kecil Andreas

1292 Words
Pagi yang cerah menyapa kota Jakarta. Hari ini adalah hari pertama Andreas masuk sekolah TK. Andreas Adhitama yang berarti laki – laki tampan, sekarang uasianya baru lima tahun. Ia adalah anak bungsu dari seorang pengusaha sukses dibidang properti dan siaran publik yang bernama Wirawan Adhitama. Andreas memiliki dua kakak laki – laki. Kakak pertamanya bernama Yudhistira Adhitama yang sering disapa kak Yudhis dan kakak keduanya bernama Airlangga Adhitama yang sering disapa kak Angga. Mereka adalah anak – anak yang cerdas, rajin, dan baik. Usianya terpaut delapan tahun dan lima tahun dengan Andreas. Pukul 06.00 Andreas di bangunkan oleh Asisten rumah tangga keluarga Wirawan yang bernama Mpok Leila asli dari Betawi. Usianya saat itu sekitar 40 tahun. Orangnya sangat ramah dan baik pada anak – anak Wirawan. “Den... Den Andreas, bangun yuk tong! Malu sama matahari tuh!” Ujar Mpok Leila sambil membuka gorden kamar Andreas. “Mpok... Aku masih ngantuk!” Andreas masih memejamkan mata, namun telinganya mendengar Mpok Leila berbicara. “Katanya mau punya banyak teman! Yuk kita sekolah!” Mpok Leila menyemangati Andreas. “Iya... Iyaaa... Tapi Andre mandi dulu ya Mpok!” “Yuk Den! Mpok sudah siapin air hangatnya!” Mpok Leila dengan telaten merawat Andreas semenjak bayi. Pagi itu semua sangat sibuk, Mpok Leila ditugaskan hanya untuk mengurus anak – anak Wirawan dan menjadi kepala asistem rumah tangga di rumah Wirawan. “Ayooo... Anak – anak sarapan dulu!” Mpok Leila menyuguhkan makanan yang ada di meja makan pada tiga anak Wirawan. “Mpok... Nanti jangan lupa antar Andreas ke sekolah ya!” Wirawan berjalan menuju meja makan. “Iye... Tuan! Pokoknye dijamin beres!” Mpok Leila mengacungkan jempol dan dengan senang hati akan mengantar Andreas. Semua orang di rumah telah berangkat menuju kantor dan sekolah. Hanya meninggalkan beberapa asisten rumah tangga di sana. Mpok Leila mengantar Andreas, sedangkan kedua kakak Andreas yaitu Yudhis dan Angga telah diantar supir ke sekolah mereka. Setelah sampai di sekolah TK, Andreas sangat antusias mengikuti kegiatan di sekolah TK. “Mpok... Andre senang banget, banyak temannya!” Andreas melihat sekeliling sekolah sambil melihat banyak teman – temannya. “Nah... Nanti Den Andreas masuk ke kelas dan duduk di sana ya!” Mpok Leila menggajarkan pada Andreas. “Mpok enggak ikut masuk?” Andreas mulai galau. “Mpok menunggu di luar... Okeee? Den Andre Beranikan, kalau masuk ke kelas sendirian?” Mpok Leila tersenyum pada Andreas. “Tapi Mpok... Andreas takut sama Bu guru!” Andreas memohon pada Mpok Leila agar tak meninggalkannya di kelas. “Aden... Katanya laki – laki harus berani? Masa masuk kelas doang kagak berani?” Mpok Leila sekali lagi menyemangati Andreas. “Ya udah... Iya!” Dengan terpaksa Andreas berjalan menuju ruang kelas. Sesekali ia menoleh ke belakang untuk melihat Mpok Leila yang menunggu di luar kelas. Di dalam kelas Andreas terlihat sangat senang dan aktif, walau awalnya ia merasa malu – malu kucing. Mpok Leila yang melihat dari luar merasa gembira melihat anak tuannya bahagia. Beberapa hari setelah Andreas bersekolah, ia merasa sangat senang karena sudah memiliki banyak teman. Namun di suatu hari, saat ia sedang beristirahat, ia merasa iri pada teman-temannya, karena mereka diantar ke sekolah oleh ibu mereka. “Andreas... Sini!” Salah seorang teman memanggil. “ Mpok... Andre kesana dulu ya!” Andreas berpamitan pada Mpok Leila saat ia sedang disuapi makan. Ia berjalan menuju temannya. “Andre... Itu Ibu kamu?” Salah seorang teman Andreas bertanya. “Ibu? Dia namanya Mpok Leila.” Andreas merasa bingung. “Terus Ibu kamu mana?” Teman Andreas bertanya lagi. “Ibu... Hmmm... Hehehe... Ibu Andre ke mana ya?” Andreas berpikir keras. Ia bingung dengan maksud temannya. Ia merasa selama ini tidak ada wanita lain yang merawatnya, ia hanya kenal Mpok Leila. Saat itu Andreas masih belum mengerti, tapi ia mulai penasaran dengan sosok ibu yang dimaksud oleh temannya. Sepulang sekolah saat ia sudah berganti pakaian dan hendak makan siang, ia bertanya pada Mpok Leila. “Mpok Leila... Apa Mpok Leila ibu Andreas?” Andreas dengan polosnya bertanya. Raut wajah Mpok Leila sangat bingung dengan pertanyaan Andreas. Hatinya terenyuh saat anak berusia lima tahun itu menanyakan siapa ibunya. “Aduh tong... Kasihan amat si elu, Mpok bingung mau jawab apa ya?” ( “ Aduh Nak... Kasihan sekali kamu, Mpok bingung mau jawab apa ya?” ). Mpok Leila berbicara dalam hatinya. Ia gelisah dengan perntanyaan Andreas. Mata Mpok Leila mulai berkaca-kaca menahan air mata yang hampir menetes. “Mpok... Kok diam?” Andreas tersenyum pada Mpok Leila. “Eh... Kagak apa – apa Den! Yuk makan siang dulu! Nanti kalau belum makan jadi lemas lho!” Mpok Leila mengalihkan pembicaraan. “Tapi... Ibu itu apa Mpok?” Andreas masih menanyakan soal ibu. Raut wajahnya sangat polos dan terlihat bingung. Rasa iba pada Andreas terlihat pada raut wajah Mpok Leila. “Nanti Mpok ceritakan, tapi Den Andre makan siang dulu ya!” Mpok Leila menyuapi Andreas. Andreas masih sangat kecil untuk mengetahui kisah yang sebenarnya tentang ibunya. Sehingga Mpok Leila bingung harus menjawab seperti apa. Malam pun tiba, ketika Wirawan pulang dari kantor, Mpok Leila hendak menceritakan apa yang terjadi tadi siang. Sebab Mpok Leila bingung dan takut kalau Andreas akan bertanya lagi, maka ia harus menjawab seperti apa. Seperti biasa Mpok Leila membawakan tas Wirawan dan membuatkannya secangkir kopi hangat. Ketika Wirawan telah terlihat santai di ruang kerjanya, Mpok Leila membawakan secangkir kopi padanya. “Tuan... Ini kopinya....” Mpok Leila menyuguhkan pada tuannya. Usianya sekitar 37 tahun, berbadan tegap dan tampan. Raut wajahnya sangat ramah dan karismatik. “Oh... Iya terima kasih Mpok!” Wirawan menyeruput kopi hangat buatan Mpok Leila. “Tuan... Maaf ini aye mau nanye... Tadi Den Andreas bertanye tentang ibunye! Aye sedih tuan, aye bingung kudu jawab ape!” ( “Tuan... Maaf ini saya mau tanya... Tadi Den Andreas bertanya tentang Ibubya! Saya sedih tuan, saya bingung mau jawab apa!” ). Mpok Leila terlihat galau. Wirawan terdiam sesaat setelah mendengarkan penjelasan Mpok Leila. “Andreas masih terlalu polos untuk mendengar semua cerita tentang ibunya, tapi Mpok Leila jangan galau... Kalau Andreas bertanya lagi, bilang saja ibunya sudah berada di Surga.” Wirawan teringat kembali memori kala itu. Hatinya terenyuh mengingat mendiang istri tercintanya yang telah memberikan tiga anak pada dirinya. “Iye... Tuan... Tapi kalau Den Andreas minta diceritakan, aye kudu begimane?” ( “ Iya... Tuan... Tapi kalau Den Andreas minta diceritakan, saya harus bagaiman?”). Mpok Leila masih bingung. “Mpok Leila boleh menceritakan pada Andreas, tapi bertahap ya Mpok, takutnya Andreas bersedih... Jujur Mpok! Saya juga belum bisa menceritakan pada Andreas, karena memang saya belum siap dan masih tidak tega pada Andreas.” Wirawan teringat saat kesedihan itu. “Iye... Tuan, nanti aye pelan-pelan cerita ke Den Andreas.” Mpok Leila tak tega melihat tuannya. Dua minggu berlalu, saat Mpok Leila hendak membangunkan Andreas untuk bersiap ke sekolah, hal yang tidak biasa terjadi pada Andreas. “Den... Bangun yuk! Kita berangkat ke sekolah!” Mpok Leila membangunkan Andreas. “Andre mau ke sekolah tapi diantar sama ibu Andre!” Andreas memalingkan wajah dari Mpok Leila. “Aduh... Aye bingung dah! Kudu begimane?” ( “ Aduh... Saya bingung! Harus bagaimana?”). Mpok Leila terdiam sejenak. “Andre... Kenape? Cerita sama Mpok Leila ye!” Mpok Leila berusaha mendengarkan keluh kesah Andreas. “Mpok... Ibu itu apa? Kenapa Andre tidak pernah tahu?” Wajah Andreas sangat polos saat menanyakan ibunya, hal itu membuat Mpok Leila merasa bersedih. “Den... Andre punya ayah dan punya ibu... Ayah Wirawan dan ibu Aruni.” Mpok Leila menghentikan perkataannya. “Berarti ibu aku namanya Aruni?” Andreas berusaha berpikir keras. “Iye... ibu Aruni.” Mpok Leila tersenyum pada Andreas sambil menahan air matanya yang suddah hampir tidak terbendung oleh kelopak matanya. “Tapi kenapa Andre tidak pernag melihat ibu Aruni?” Wajah polos Andreas tampak bingung. “Soalnye... Nyonya Aruni sudah pergi ke surga.” Mpok Leila menjawab dengan nada terbata-bata. “Surga? Itu dimana Mpok?” Andreas terlihat penasaran. “Surga itu berada di tempat yang jauh... Seperti bintang kalau malam hari Den!” Mpok Leila brusaha menjawab, walau air matanya telah menetes. “Kenapa ibu tidak mengajak kita Mpok?” Andreas terlihat kecewa. “Karena Allah sudah memanggilnya terlebih dahulu Den! Sekarang ibu Aruni sudah menjadi bidadari di Surga, dia selalu menjaga Andreas, walau enggak kelihatan Den!” Mpok Leila menangis. “Mpok kok menangis?” Andreas memeluk Mpok Leila. “Enggak nangis kok, tadi Mpok habis ngiris bawang, jadi mata Mpok masih perih Den!” Mpok Leila berusaha tenang. “Oh... Hehehe... Berarti ibu Andre sudah jadi bidadari ya Mpok?” Andre tersenyum pada Mpok Leila. Entah sesungguhnya apa yang ada dalam pikiran bocah lima tahun itu. Mungkin ia berpikir bahwa ibunya sudah menjadi bidadari seperti peri yang selalu menjaganya, karena memang Andreas belum begitu mengerti tentang hal yang sebenarnya terjadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD