bc

Troublemaker Girl [INDONESIA]

book_age12+
1.5K
FOLLOW
9.9K
READ
revenge
family
arrogant
badgirl
drama
comedy
bxg
genius
enimies to lovers
friendship
like
intro-logo
Blurb

My Girl Series 1

Ada yang bisa bayangin rasanya tinggal satu rumah sama cewek yang suka tawuran? Yang sering bikin onar di kelas? Yang bolak-balik dipanggil ke ruang kepsek? Dan parahnya lagi, dia adalah adik angkat gue. Oke. Pentolan sekolah ini jadi adik angkat gue. Garis bawahin, troublemaker ini JADI ADIK ANGKAT GUE.

chap-preview
Free preview
Chapter 1
Aluna Daisy. Namanya tidak sebagus orangnya. Dia adalah salah satu cewek pentolan SMA Adhi Bangsa. Tawuran? Sudah biasa. Dipanggil ke ruang kepala sekolah? Sudah biasa. Dan intinya, Aluna adalah cewek Troublemaker di sekolah gue. Orang tuanya baru aja meninggal sebulan lalu akibat kecelakaan pesawat, dan Aluna tidak mempunyai satu pun sanak saudara untuk dimintai pertolongan. Satu-satunya harapan Aluna adalah keluarga gue. Mama memang bersahabat sejak kecil dengan Ibunya Aluna, dan keluarga kami cukup dekat. Tapi tidak dengan gue dan Aluna. Kedua orang tua kami sudah mencoba membuat kami dekat sejak kecil, mengajak kami jalan-jalan bersama, hingga meninggalkan kami hanya berdua saja di rumah seharian penuh saat kami SMP. Tapi rencana mereka selalu gagal karena gue selalu menolak. Gue nggak pernah mau berurusan sama cewek yang kerjaannya tawuran dan bikin masalah di sekolah. Pada akhirnya, mereka berhenti memaksakan kami untuk dekat. Namun mereka meminta setidaknya, kami harus bersikap baik satu sama lain jika bertemu. Dan, yang paling tidak bisa gue terima adalah, Mama memutuskan untuk menjadikan Aluna sebagai adik angkat gue. Adik angkat!! Otomatis, gue bakalan satu rumah sama dia dan ketemu dia setiap hari. Mama juga menyuruh gue untuk berangkat sekolah bareng sama dia, katanya, biar irit ongkos! Please, Perusahaannya ada di mana-mana dan masih mengkhawatirkan ongkos untuk anak sekolah? Oh Tuhan, gue jadi gila. Pasti repot banget kan punya adik kayak Aluna? Belum lagi kalau ada masalah di sekolah, nama gue pasti ikut terseret. Gimana nanti respon anak-anak di sekolah? Secara, gue Ervan Adhimas. Gue bukan termasuk cowok yang suka tawuran, atau pun semacamnya. Bahkan, gue terkenal sebagai anak pintar dan berprestasi di sekolah.  Malam ini malam pertama Aluna tinggal di rumah gue. Dan, kami sekarang sedang makan malam bersama. Muka gue jelas cemberut sejak Aluna menginjakkan kaki di rumah gue beberapa jam yang lalu. Tapi, gue tambah marah saat mendengar informasi dari Papa barusan yang mengatakan bahwa perusahaannya di Surabaya sedang mengalami masalah finansial yang disebabkan oleh salah satu karyawan kepercayaannya. Dan besok, mereka terpaksa terbang ke Surabaya untuk menyelesaikan semua masalah tersebut. Ok, that's mean, gue bakalan berdua aja sama Aluna di rumah! Ya kan? Bayangkan saja, perusahaan orang tua kalian sedang berada diambang kebangkrutan, dan orang tua kalian malah mengangkat seorang anak remaja yang bahkan tidak dapat diandalkan dan hanya dapat menyebabkan masalah. Ya meskipun itu bukan satu-satunya perusahaan yang dimiliki oleh orang tua gue sih, tapi tetap aja, Aluna datang di waktu yang tidak tepat! “Tapi tenang aja, Mama sama Papa nggak akan lama di sana. Setelah semua masalah selesai, kami pasti bakalan balik kok.” ucap Mama, dia melirik gue yang mukanya udah gak enak banget pokoknya. “Maaf ya, Tan, Om, aku dateng di waktu yang nggak tepat.” Kata Aluna sok baik. Dia memang selalu begitu sejak dulu, pura-pura polos jika di depan orang tuanya dan orang tuaku. Padahal, kalau di sekolah kelakuannya berubah 180 derajat. Gue udah berkali-kali ngomongin tentang ini ke Mama, tapi Mama bilang itu wajar. Aluna sedang mencari jati dirinya. WHAT? Gue pun menggeram sambil membanting sendok dan garpu yang sedang gue pegang. Aluna kaget mendengar suara yang ditimbulkan dari sendok dan garpu tersebut yang beradu dengan piring. Gue segera pergi dari meja makan, padahal gue masih laper. s**l. Baru makan sedikit. Gue segera menaiki tangga ke lantai dua, tepat di mana kamar gue berada. Oh ya, kabar buruknya, kamar Aluna tepat di sebelah kamar gue. Hebat kan? s**l banget hidup gue kayaknya.  *** Hari ini, seperti informasi Mama dan Papa semalam, mereka akan berangkat ke Surabaya. Papa sudah menyiapkan tiket pesawat untuk penerbangan di pagi hari. Serius, mood gue buruk sejak semalam. Jadi, gue berdiri di depan pintu rumah sambil melipat kedua tangan gue, melihat sinis Aluna yang sedang membantu Mama dan Papa memasukkan koper-kopernya ke bagasi mobil. Kopernya banyak, berarti perginya lama.  Batin gue, yang mengkhawatirkan banyak hal bila berdua saja di rumah bersama Aluna dalam waktu yang lama. Oke, meskipun terkadang Bibi Rina, orang yang membantu pekerjaan rumah tangga Mama datang setiap pagi dan pulang di sore hari. "Van, Mama sama Papa berangkat dulu ya. Kamu jaga Aluna, dan kabari kami kalau seandainya terjadi sesuatu." Kata Mama, dia menghampiri gue dan memeluk gue yang sedang cemberut. "Hmmm." Mama tersenyum, "Jangan sampai ada masalah ya, masalah kami udah berat. Ngeliat kalian akur udah cukup mengurangi beban kami kok." Katanya. Tapi bagaimana mungkin seorang Aluna tidak akan menyebabkan masalah? Mustahil juga gue bisa akur sama dia kan? "Iya mah." kata gue putus asa. Akhirnya, mereka berangkat. Dengan berat hati gue melihat kepergian mobil yang dinaiki Mama dan Papa. Gue menghela napas, oke, semua penderitaan akan dimulai cepat atau lambat. Pasti Aluna akan menyebabkan masalah. "Van, lo abis ini mau ngapain?" Tanya Aluna, dia memandang gue agak ketakutan. Dia selalu begitu. Sejak dulu, dia selalu memasang wajah ketakutan bila berbicara dengan gue. Padahal, gue gak gigit. Sereman juga dia yang kerjaannya tawuran, berantem, dan kata Mama, Aluna juga ikut les taekwondo dan berkali-kali menang saat ikut lomba! "Bukan urusan lo." Kata gue ketus, lalu masuk ke dalam rumah. Gue menuju ruang keluarga untuk menjalankan kegiatan wajib gue setiap hari minggu, yaitu marathon Netflix. Gue kuat dari pagi sampe malem cuma buat mantengin tv, nonton series yang memang gue suka. Biasanya, ketiga sahabat gue datang. Tapi, mereka sedang sibuk hari ini. Dan ditambah, gue juga males ngundang mereka kalo ada Aluna di sini. Mereka juga belum tahu tentang Aluna yang saat ini tinggal di rumah gue. "Hey Ervan, gue ikutan dong! Apa nih? Stranger Things ya? Lo baru nonton?" Tiba-tiba Aluna duduk di samping gue. Gue meliriknya sinis, "Ngapain lo?" Bentak gue. Oh Tuhan, jangan lagi. Tolong jangan ganggu kegiatan wajib gue ini. "Mau ikutan nonton." Katanya. "Nggak." Aluna cemberut, dia akhirnya pergi. Dan gue tersenyum menang. Sejak dulu, Aluna selalu mengalah. Kejadian ini sering terjadi bila orang tua kami sedang bertemu. Entah di rumah Aluna atau di rumah gue. Gue selalu mengusirnya saat dia mulai mengganggu gue bermain. Kalau Aluna sudah ngambek, pasti gue udah diomelin Mama. Dan mungkin, kalau Mama ada di sini, kejadian gue diomelin Mama pasti udah terulang juga. *** "Pagi Van, Bi Rini." Sapa Aluna, dia menghampiri meja makan, mengambil satu roti panggang yang sudah disiapkan Bi Rini dan segera melahapnya. "Pagi juga Mbak Aluna, ayo dimakan sarapannya. Bibi udah dapet pesen dari Ibu, katanya kalian disuruh akur-akur." Katanya. Aluna tersenyum, lalu melirik gue. Senyumnya seketika hilang, dia langsung mengalihkan pandangannya. Oke baguslah, memang lebih bagus gue dan dia itu jaga jarak. Memang itu juga yang gue inginkan. Satu menit kemudian, gue segera menyambar tas sekolah dan kunci motor gue. Meminum seteguk s**u lalu segera meninggalkan meja makan. "Eh tunggu Van! Mama bilang kita harus berangkat bareng kan." Ucap Luna, yang sama sekali tidak gue tanggapi. Gue segera menyiapkan motor gue, lalu melirik ke arah pintu rumah. Gue melihat Aluna yang sedang tergopoh-gopoh mengejar gue. Tampilannya? Duh, jangan di tanya. Seragam sekolah yang dikeluarkan, tidak memakai dasi ataupun gesper, rok sekolah yang terdapat tulisan-tulisan tidak jelas serta rambut yang ia cepol asal-asalan. Urakan. Berbeda sekali dengan gue yang selalu memakai atribut sekolah lengkap dan rapi. "Bolehkan gue ikut sama lo?" Kata Aluna, setelah sampai dihadapan gue. "Tapi lo turun sebelum gerbang sekolah." Pesan gue. "Emangnya kenapa? Lo gamau orang lain tau ya gue tinggal sama lo sekarang?" "Kalo lo bukan cewek pembuat masalah, gue gak akan kaya gini, ngerti? Sekarang, mau atau enggak terserah lo." "Iya, iya." Kami segera menuju sekolah. Gue sama sekali nggak ngomong apa-apa selama diperjalanan. Begitupun Aluna yang memilih diam dan menjaga jarak. Sebenernya, gue merasa bersalah banget sama Mama setiap kali Aluna bertingkah seakan-akan gue ini monster. Apa dia sengaja ya bikin gue ngerasa bersalah gini? Masa bodo, lah. Kami sampai ditikungan yang berjarak 600 meter dari sekolah gue, Aluna menepuk-nepuk pundak gue. "Van! Van! Berhenti! Itu temen sekelas gue lagi dikeroyok!!" Teriaknya histeris, bahkan dia hampir loncat dari motor. Gue yang sejujurnya menikmati keheningan sejak tadi, terkejut karena tiba-tiba Aluna berteriak seperti itu. Akhirnya, gue berhenti tepat di samping trotoar. Aluna segera loncat turun dari motor, dia melempar tas sekolahnya sembarangan, lalu berlari cukup kencang menyebrangi jalan untuk menghampiri seorang laki-laki yang katanya sih, temannya. Gue gak bisa ngomong apa-apa, baru kali ini gue lihat Aluna berantem sama tiga orang laki-laki yang bahkan badannya lebih besar darinya! Terus gue harus apa? Gue meringis ngeri saat salah satu kepalan tangan laki-laki tersebut mengenai pipi Aluna. Oh god, ini hari pertama gue berangkat sekolah bareng dia, dan dia udah nyebabin masalah?! Gue segera mengambil tas Aluna yang tergeletak di trotoar, lalu memutar balik motor gue ke arah Aluna berada. Kalau gue nggak seperti ini, terus Aluna mati digebukin, yang salah kan gue juga! "ALUNA STOP!!" teriak gue, tapi kayaknya dia gak denger. Gue panik. Gue gak pernah berantem seumur hidup gue, gue gak bisa nolong. Jadi, gue cuma menepi agak jauh dari tempat di mana Aluna berantem satu lawan tiga sama siswa SMA Bayangkara tersebut. Yup, sekolah kami memang terkenal musuh bebuyutan sejak bertahun-tahun lalu. Beberapa saat kemudian, kerumunan siswa sekolah gue datang untuk menolong Aluna. Dan ketiga laki-laki itu langsung pergi setelah tau komplotan sekolah kami datang. Dan gawatnya, Pak Khadir, guru kesiswaan sekolah kamu turut hadir. Kami tertangkap basah, dan aku ikut terseret. "Kalian! Kumpul ke lapangan sekarang! Gaboleh ada yang kabur!" Teriak Pak Khadir, dan aku meringis. Bagus, Aluna, ini pertama kalinya gue dipanggil dan dibentak guru kayak gini.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Kamu Yang Minta (Dokter-CEO)

read
292.8K
bc

MY DOCTOR MY WIFE (Indonesia)

read
5.0M
bc

Istri Kecil Guru Killer

read
156.4K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
53.1K
bc

Dependencia

read
186.4K
bc

The Ensnared by Love

read
103.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook