bc

Escape

book_age18+
468
FOLLOW
2.1K
READ
spy/agent
dark
FBI
police
serious
mystery
genius
detective
city
crime
like
intro-logo
Blurb

"Berhenti!" Pekik Tony ketika melihat si pelaku melarikan diri, kemudian lelaki itu segera mengejarnya.

"Daniel! Daniel sadarlah!" Willy nampak kebingungan. Antara segera mengejar atau menguatkan rekannya yang terduduk lemas di atas lantai, meratapi jasad seorang lelaki yang berselimut darah di hadapannya.

Lutut Daniel terasa begitu lemas, kedua kakinya tak lagi sanggup menopang tubuhnya. Pistolnya sudah terjun begitu saja dari genggaman, mendarat di atas tanah. Matanya begitu merah dan berkaca. Bibirnya tak mampu mengucap sepatah kata pun.

"ARGHH!!" Willy menjambak rambutnya frustasi. Kemudian berlalu meninggalkan Daniel, bergegas memasuki mobilnya untuk melakukan pengejaran.

"Tunggu!" Sesosok lelaki berlari ke arah mobil Willy dari dalam gedung. Itu Daniel!

"Aku yang menyetir!" Kemudian ia segera melajukan sedan itu dengan kecepatan penuh, hingga ia dapat melihat di depan sana ada mobil Tony juga satu mobil aparat polisi yang masih melakukan pengejaran. Daniel semakin mempercepat laju kendaraannya. Berusaha menyelip di antara mobil-mobil lainnya yang ribut membunyikan klakson. Setelah mobil pelaku terlihat, Willy menampakkan setengah tubuhnya keluar jendela. Menembakkan peluru beberapa kali pada mobil yang ditargetkan, membuat kaca belakangnya hancur dan ban sebelah kanannya pecah. Namun si pelaku justru mempercepat lajunya.

Hingga di persimpangan jalan. Sebuah truk besar melaju dengan kecepatan yang tak kalah kencangnya dari arah samping.

"Daniel Awas!!"

"AAAAARGHHHH"

BRAAAK

chap-preview
Free preview
Prolog
Malam semakin larut, lelaki jangkung dengan setelan serba hitam itu tengah menyusuri lorong apartemen yang menjadi kediamannya. Pantofelnya terus beradu menciptakan ketukan pada tiap lantai yang ia pijak. Lelaki itu menghentikan langkahnya tepat di hadapan sebuah pintu. Dahinya dibuat mengkerut saat mendapati pintu sebelahnya sedikit terbuka, ada orang baru? Pikirnya. Tanpa terlalu ambil pusing, dirinya menekan beberapa digit angka yang dijadikannya sebagai kode pembuka pintu. Sesaat setelah lelaki itu memasuki kamarnya, sepasang mata mengintip dari celah pintu kamar sebelah yang sedikit terbuka itu. Detik berikutnya, pintu itu pun tertutup. Setelah melempar asal jas miliknya beserta tas kerja ke atas kasur, lelaki itu menuruni anak tangga, melangkah menuju dapur. Mengisi beberapa gelintir es batu ke dalam gelas bening yang kini telah di genggamnya, kemudian menuangkan whiskey yang baru diambilnya dari dalam lemari pendingin. Berbekal segelas whiskey, dengan setalan kemeja serta celana hitam yang masih melekat di tubuhnya, lelaki itu kembali menaiki anak tangga satu persatu, bergegas menuju sebuah ruangan khusus yang disebutnya dengan ruangan kerja. Apartemen yang dihuninya ini berjenis classic six, tak ayal bila setiap sudutnya begitu luas. Bahkan terlalu luas untuk dihuni sendirian. Lelaki itu baru saja memasuki sebuah ruangan minimalis pada salah satu sudut huniannya. Sedikit berbeda dengan ruangan lainnya yang juga berornarmen serba hitam-putih namun putih lebih mendominasi, ruangan yang satu ini justru sebaliknya, lampu remang dan warna dinding yang gelap membuat ruangan ini terkesan sedikit mencekam. Sebuah kursi kerja di letakkan membelakangi jendela yang tertutup tirai putih. Di depannya ada sebuah meja kerja lengkap dengan seperangkat komputer beserta tumpukan berkas. Juga ada dua ponsel yang sengaja di letakkan di atas meja, keduanya masih berfungsi. Hanya saja menang diperuntukkan bagi panggilan tertentu. Di atas meja kerjanya, ada sebuah figura dengan potret seorang bocah lelaki yang berpose tanpa ekspresi beserta adik perempuannya yang tersenyum lebar. Di sudut ruangan, ada sebuah laci berukuran cukup panjang. Jika di buka satu persatu, akan nampak beragam jenis senjata api laras pendek, lengkap dengan pelurunya. Salah satu yang paling sering dibawanya adalah senjata dengan jenis Glock 22. Pistol yang juga umum digunakan oleh angkatan bersenjata dan lembaga penegak hukum. Memiliki panjang 8,03 inchi serta lebar 1,26 inchi, yang dengan mudahnya selalu bisa diselundupkan dalam tas kerjanya. Pada tembok tepat di sebelah meja kerjanya, ada beberapa foto yang sengaja di tempel. Sebagian diberi tanda silang dengan spidol bertinta merah. Lelaki itu menyandarkan tubuh di meja kerjanya. Sembari menyeruput segelas whiskey, matanya yang sipit menatap tajam pada salah satu foto yang tertempel. Sesosok lelaki, dengan raut wajah oriental sama seperti dirinya. Kemudian ia meraih sebuah spidol bertinta hitam, melingkari foto itu, memberi sebuah penandaan disana. Setelahnya ia menghela napas cukup berat, "Aku sudah berlari sejauh ini mengapa masih saja bertemu denganmu..." Gumamnya. Dering dari salah satu ponsel yang tergeletak di atas meja kerja itu berhasil mengejutkannya, lelaki itu menoleh kemudian meraihnya. Tertera sebuah nomor tak dikenal pada layar, kemudian dirinya menggeser lambang telepon berwarna hijau, mendekatkan pada pendengarannya. 'Mr.D?' Sapa seseorang di seberang sana, lelaki itu berdehem menanggapinya. 'aku, Willy. Tim intelejen, bisa kita bekerja sama?' Lelaki itu seketika tertegun. Terkejut bukan main. Nama yang baru saja didengarnya itu mengingatkannya pada kejadian di masa lalu. "Segera kirim aku alamat pertemuannya," Sambungan telepon segera diputusnya setelah melontar kalimat barusan. Ponsel kembali diletakkan. Lelaki itu kembali menghela napasnya. Willy... Apa dia Willy yang sama? Ponselnya berdenting, menandakan ada sebuah pesan singkat yang mendarat. Berisikan alamat yang akan menjadi tempat pertemuannya dengan sosok yang bernama Willy itu. Ia meraih ponsel pribadinya dari saku celana, menyalin nomor ponsel milik seseorang bernama Willy tadi. Baru saja dirinya selesai melakukan penyimpanan kontak, ada sebuah pesan singkat yang menyelusup pada ponsel pribadinya. Ponsel yang diperuntukan bagi orang-orang terdekat, yang mengetahui identitas Daniel secara kesuluruhan. 'Daniel, kemungkinan besok aku tiba di bandara malam hari. Aku akan segera menemuimu.' Sejurus kemudian jemarinya menari di atas layar, mengetikkan sesuatu disana. 'aku ada urusan sebentar. Langsung saja menuju kediamanku.' Setelah memastikan pesannya benar-benar terkirim, lelaki yang diketahui bernama Daniel itu menyimpan kembali ponsel pada saku celananya. Kemudian berlalu, meninggalkan ruangan kerjanya itu. Setelah membersihkan diri serta berganti pakaian, Daniel memutuskan untuk merebah, menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya sedang berwisata pada penggalan kejadian masa lalu. Tentang rentetan peristiwa kelam yang berhasil membentuk Daniel yang seperti sekarang, yang membuatnya terdampar di tempat ini. Sorot matanya terlihat begitu kosong dan nanar. Jika kau telisik lebih dalam lagi, indranya membiru, seperti ada bilur dalam jiwanya. Ia meraih ponsel yang tergeletak di sebelahnya, menggulir layarnya hingga menemukan satu nama yang mengganggu pikirannya. Willy. Ada lagi yang berhasil mengusik ingatannya, sosok lelaki yang beberapa waktu lalu tidak sengaja tertangkap oleh matanya, sosok yang sama dengan yang fotonya diberi penandaan oleh Daniel di ruang kerja barusan. "ARGHHH" Daniel mengacak rambutnya sendiri. Untuk apa Daniel berlari sejauh ini kalau pada akhirnya mesti dipertemukan oleh mereka lagi? Daniel bangkit dari rebahnya, melangkahkan kakinya dengan sedikit malas menuju dapur. Mengambil satu botol whiskey berukuran sedang dari dalam lemari penyimpanannya, sembari berjalan menuju kamar, Daniel menenggaknya tak tanggung-tanggung. Malam ini, dirinya butuh sedikit ketenangan, sebab ingatan-ingatan kelamnya mulai kembali. . . . . . 'ini Mr.D, silahkan tinggalkan pesan.' Di sudut lain, seseorang tengah berusaha menghubungi salah satu nomor ponsel milik Daniel, yang pasti bukan nomor ponsel pribadinya. Namun yang terjadi malah panggilan selalu di alihkan pada pesan suara. Sebab memang ponsel itu selalu ditinggalkan di ruang kerjanya, akan diperiksa ketika dirinya sedang berada di ruangan itu. "Sepertinya sekarang ini kau sangat sibuk... Daniel," Gumam orang tersebut. . . . . . Matahari mulai mengetuk kedua mata Daniel, dengan mata yang masih setengah tertutup, lelaki itu berusaha melirik jam digital yang diletakkannya di atas nakas tepi tempat tidur. Pukul 8 pagi. Tangan kanannya memegangi kepalanya yang berdenyut, pening. Sebelum beranjak menuju kamar mandi, Daniel menyempatkan untuk menyambangi ruang kerjanya. Dengan sedikit terhuyung lelaki itu berusaha menyeimbangkan langkahnya. Penampilannya tak karuan. Kaus putih serta celana pendek hitam yang dikenakannya terlihat begitu kusut, begitu pula dengan rambutnya yang bercat keabu-abuan, nampak berantakan. Belum lagi wajahnya yang terlihat sedikit memerah, matanya masih terasa berat. Baru saja Daniel membuka pintu ruang kerjanya, salah satu ponselnya sudah berdering dengan nyaring. Lelaki itu sengaja tak menjawabnya, biar saja dialihkan pada pesan suara. Kemudian ia memeriksa kedua ponselnya. Ada banyak panggilan tak terjawab dari nomor yang sama. Dahinya mengkerut. Kira-kira siapa yang mencoba menghubunginya ini? Dari sekian banyak panggilan namun si penelepon tidak meninggalkan pesan suara. Salah satu ponselnya, kembali berdering.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dua Cincin CEO

read
231.2K
bc

Pernikahan Kontrak (TAMAT)

read
3.4M
bc

GADIS PELAYAN TUAN MUDA

read
463.6K
bc

Escape from Marriage - Kabur dari Derita Pernikahan Kontrak

read
256.4K
bc

RAHIM KONTRAK

read
417.8K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Hurt

read
1.1M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook