bc

Behind The Scene With Arrogant Chef

book_age16+
1.5K
FOLLOW
17.1K
READ
possessive
fated
friends to lovers
arrogant
manipulative
goodgirl
drama
comedy
bxg
like
intro-logo
Blurb

Daftar kerugian Kamanda sejak bertemu Chef Arfa:

✔Dipecat secara tidak terhormat.

✔Terpaksa jadi pembantu.

✔Berpotensi menderita seumur hidup.

✔Masa depan tidak cerah.

✔Terancam kehilangan Dafa.

✔Dituduh jadi petunor alias perebut tunangan orang.

Astaga!!!! Manda rasanya ingin sekali menenggelamkan Arfa ke rawa-rawa.

.

.

Design cover by Canva.

Free pict by Pixabay.

chap-preview
Free preview
Behind The Scene With Arrogant Chef | 1
*** Kamanda adalah perempuan 26 tahun yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Hidupnya dipenuhi dengan banyak sekali tanda tanya. Kapan kamu punya penghasilan tetap? Kenapa tidak bisa bekerja di perusahaan inilah itulah, dan yang paling membuatnya pusing adalah kapan menikah? Manda frustrasi. Dirinya yang seorang sarjana harus rela menahan malu pada lulusan SMA yang sudah memiliki pengalaman kerja bejibun dan tabungan yang membengkak. Tapi Manda tidak mau berputus asa. Ia ingin meraih mimpinya. Bekerja dan bekerja walaupun pekerjaan ini tidak seperti teman-temannya yang selalu tersenyum diakhir bulan karena GAJIAN. Oh astaga! Manda hanya bisa mendesah pasrah. Mungkin Tuhan sedang memghukumnya karena menjadi pembangkang. Manda tidak bisa menghentikan otaknya untuk kembali ke masa itu, ia ingat seberapa keras ibunya melarang pergi ke ibu kota meskipun alasan yang Manda berikan begitu masuk akal. Tapi pada akhirnya selalu Manda yang menang. Ibunya pasrah melepas Manda yang terlalu bersikeras ingin pergi. Namun karma itu berlaku. Dua tahun berlalu, sampai saat ini Manda belum memiliki pekerjaan tetap yang bisa dibanggakan. Sebenarnya Manda ingin pulang. Manda ingin menikah. Tapi apa daya semua itu belum mampu ia lakukan. "Gimana mau nikah, pacar aja nggak punya!" dan sudah berulang kali pula Manda mengatakan itu pada ibunya. "Kamu gimana sih Manda! Kerja nggak becus, pacar juga nggak punya! Mama pikir kamu bisa gitu dapet satu aja cowok di Jakarta." Manda pasrah saja mendengarkan semua kritikan mamanya. "Oke siapa sih aku? Cuman sarjana pengangguran yang mengharapkan uang transportasi dari perusahaan." Ini hanya dalam hati Manda saja. Mana berani Manda mengatakan itu pada mamanya. "Manda kamu dengar mama?" tanya mamanya karena Manda masih terdiam. "Iya nyonya saya dengar." Jawab Manda sambil menampakan barisan gigi putihnya. Diah Ayu Larasati berdecak kesal mendengar balasan anak semata wayangnya itu. "Kamu tuh ya! Kalau orangtua bicara ya didengarkan toh nduk." Manda meringis. Mamanya tidak pernah bisa diajak bercanda. Semua harus terlihat serius. Tidak boleh dianggap remeh. Begitu kata mamanya ketika Manda protes melihat sikap mamanya yang selalu mengutamakan keseriusan itu. "Iya mamah. Manda minta maaf ya. Jangan marah dong mah," ucap Manda merayu mamanya. Diah menghela napas dengan berat. Ia juga sebenarnya pusing melihat Manda masih saja belum jelas nasibnya seperti ini. Mulut tetangga yang mengatakan kalau anaknya adalah perawan tua pun ikut andil menyakiti hatinya. Tapi Diah tahu betul kenapa Manda masih sendiri. Mandanya pernah patah hati. "Kamu masih belum bisa lupain Diko, nduk?" Manda tersentak mendengar pertanyaan itu dari mamanya. Manda menghembuskan napasnya dengan lirih. Mana mungkin Manda bisa melupakan Handiko Puranawa, laki-laki yang memberikan banyak sekali warna dalam hidup Manda. Diah tak lagi menunggu jawaban dari putri semata wayangnya itu. "Sudah Manda kamu tidak perlu menjawab pertanyaan mama. Tapi mama cuma mau bilang kebahagiaan kamu adalah segalanya buat mama. Kamu satu-satunya harta paling berharga milik mama, Manda." Manda terenyuh. Berulang kali ia mengucap maaf dalam hati untuk mamanya. Manda menyesal karena sampai saat ini dirinya belum juga bisa membahagiakan wanita yang telah melahirkannya itu. "Mama tutup teleponnya. Pak Mamat sudah nungguin di luar mau anterin pesanan Bu RT." Manda bergumam sebelum mengucapkan salam. Dipandanginya handphone yang menampakan wallpaper foto dirinya bersama sang mama. Ia usap pelan sambil tersenyum. Diah Ayu Larasati memang wanita hebat. Diusianya yang sudah tidak muda lagi tapi masih saja melanjutkan usaha ketringannya dahulu. Mamanya selalu mengeluh bosan ketika Manda memaksa untuk berhenti saja bekerja. Manda akui uang transportasinya sama sekali tidak bisa mencukupi kebutuhan dirinya bersama mamanya tapi honor dari menulis novel tentu saja cukup untuk memenuhi kebutuhan satu sampai dua tahun ke depan. Lagi pula, tabungan mamanya sepeninggalan almarhum papanya tentu masih cukup untuk mereka berdua. Tapi, mamanya bersikeras untuk tetap bekerja. Kecuali kalau Manda siap memberinya menantu lalu cucu. Dengan sangat terpaksa Manda hanya bisa menerima keputusan mamanya yang ingin bekerja sebab Manda belum mampu memenuhi syarat yang Diah berikan. Setelah mengingat syarat yang tak mungkin terpenuhi dalam waktu dekat itu, Manda buru-buru memasukan handphonenya ke dalam tas setelah melihat angka 7.45 di sudut kanan atas pada handphonenya. Manda berdecak. Ia hampir saja terlambat. Manda bergegas meninggalkan kos-kosan setelah mengunci pintu. Memesan ojek online dan segera meluncur ke tempat yang menjadi tujuannya selama dua tahunan ini. Manda mematung sebentar. Ia menatap lekat bangunan tinggi yang terlihat angkuh di depannya. Dua tahun sudah ia bertahan di tempat ini. Bukan karena gajinya yang besar tapi karena Manda menyukai lingkungannya. Semua rekannya baik, tidak pernah menghakiminya meskipun ia adalah seorang sarjana. Bosnya juga seorang yang ramah. Manda seringkali mendapatkan pembelajaran dari bosnya itu. Bosnya sering memberi bonus apabila ada yang bisa mencapai target penjualan. Kalaupun tidak, semuanya masih mendapatkan uang transportasi. Manda meraba ke dalam tasnya. Mengambil amplop putih itu dengan berat. Dia memang sangat menyukai lingkungan ini tapi hari ini juga ia harus memberikan amplop itu kepada atasanya. Dengan langkah mantap Manda kembali membawa kaki-kakinya menuju ruangan bertuliskan Behind The Scene, yang artinya pekerja-pekerja yang bekerja dibalik layar. "Pagi gaes!" sapa Manda pada teamnya. "Pagi Manda," balas yang lain. Manda tersenyum, ah dirinya pasti sangat merindukan moment kebersamaan ini. Manda duduk di kursinya. Hari ini ia akan bekerja dengan maksimal mengingat ini hari terakhirnya berada ditengah-tengah teamnya. Tetapi seperti biasa, setiap pagi sebelum mulai bekarja, mereka briefing terlebih dahulu. Pak Viktor selaku manager di Behind The Scene menyampaikan sepatah dua patah kata untuk menyemangati bawahannya. Manda terharu, berbeda dengan biasanya. Manda yang paling sering mengeluh dengan yang namanya briefing. Baginya briefing ini buang-buang waktu karena dengan briefing pun Manda tetap saja tidak bisa melakukan penjualan. Tapi kali ini, Manda benar-benar menangis mengingat ini adalah briefing terakhirnya bersama teamnya. Pak Viktor menurunkan kacamatanya saat melihat Manda menangis. "Ada apa Kamanda?" pertanyaan itu belum bisa Manda jawab. Ia tidak ingin suasana berubah menjadi canggung karena ulahnya. Manda menggeleng, "hanya terharu Pak Viktor. Bapak sangat bersemangat." Jawab Manda berbohong. Pak Viktor mengangguk saja. Ia berpikir mungkin Manda sedang halangan sehingga lebih sensitif dari biasanya. "So, my team, are you ready??" teriakan Pak Viktor menggema dan dibalas serentak oleh bawahannya, "Ready!!!!" mereka semua tertawa termasuk Manda. Dia bertekad melupakan amplop putih itu dulu. Hari ini ia harus memberikan yang terbaik. Seperti biasa, saat sedang online, baik Manda dan yang lainnya tidak boleh memainkan handphone. Saat online, hanya ada kertas dan suara lembut yang terdengar. Semua sibuk dengan calon client masing-masing. Hingga nanti ada yang membunyikan bel sebagai tanda ada yang closing. Kalau sudah begitu, yang lain pasti lebih semangat lagi. Harus ikut mengejar ketertinggalan. Harus siap juga mendapatkan tekanan. Jika tidak closing maka akan mendapatkan ceramah panjang kali lebar dari atasan. "Alhamdulillah," bisik teman di sebelah Manda ketika mendengar azan zuhur berkumandang. Vocher makanan dibagikan untuk semua karyawan Behind The Scene. Itu adalah salah satu insentif andalan Manda. "Setidaknya bisa makan masakan sekelas perhotelan." Begitulah dulu Manda menyenangkan hatinya mengingat pekerjaan ini tidak ada gaji pokoknya. Manda dan teman-temannya berhamburan menuju kantin. Tetapi Manda menunaikan kewajibannya terlebih dahulu. Ia singgah ke selter untuk berwudhu kemudian sholat zuhur. Setelah itu baru menyusul teamnya. "Maaf maaf," ucap Manda penuh penyesalan disaat dirinya tanpa sengaja menabrak seseorang. "Seragamnya putih, duh gawat!" Pikir Manda sambil membantu orang itu mengambil topinya. "Astaga aku nabrak chef nih kayaknya. Mampus!!! Pak Viktor pasti kena tegur CEO nih." Manda merutuki kebodohannya. "Maafin saya ya Chef. Saya nggak sengaja." Ucap Manda sambil terus menundukan kepalanya. Manda sama sekali tidak berani menatap ke arah Chef itu. "Makanya kalau jalan pakai mata!" ketus sekali suara si Chef yang Manda tabrak ini. Manda merasa Chef ini keterlaluan. Caranya menegur terkesan angkuh. Manda mengangkat kepalanya. "Jalan pakai kaki chef bukan pakai mata!" balas Manda. Ia kesal karena intonasi suara Chef ini terlihat sangat berlebihan. Lagi pula yang Manda lihat tidak ada yang terluka. Manda hanya tidak sengaja menabraknya hingga topi yang tadi ia pegang terjatuh. Chef yang tidak Manda ketahui namanya itu berdecak. "Kamu yang salah, kenapa saya nggak boleh marah?" katanya. Manda membuka tutup mulutnya. "Tapi saya kan sudah minta maaf Chef." Manda memang keras kepala kalau dia merasa tidak terlalu bersalah. Chef mengangkat sebelah alisnya, "tetap kamu yang salah!" Manda benar-benar kesal mendengar balasan darinya. Mata Manda memandang Chef itu dengan tajam. "Tapi..." "Astaga Manda! Apa yang kamu lakukan? Chef Arfa ada apa?" baru saja Manda ingin membalas Chef itu tapi suara Pak Viktor mendahuluinya. Manda ingin sekali memutar kedua bola matanya karena Pak Viktor sangat berlebihan. "Manda.." "Karyawan Bapak sangat tidak memiliki sopan santun. Saya harap Bapak bisa mendidiknya dengan baik." Lagi-lagi Manda didahului oleh suara lain. Kali ini Chef yang bernama Arfa ini. Manda menganga. Ia tidak percaya masalah kecil yang ia sebabkan tadi bisa berujung ke cara mendidik segala. Astaga! "Eh tukang masak! Siapa juga yang nggak punya sopan santun??? Aku sudah minta maaf sama kamu. Tapi kamunya malah nggak sopan dan nyalahin aku segala!" ucap Manda membela dirinya sendiri. Manda kesal sekali dengan kelakuan Chef Arfa ini. Pak Viktor melotot. "Tukang masak?" Pak Viktor ingin sekali tertawa. Manda memang juaranya menciptakan kata-kata aneh bin ajaib dalam teamnya. Tapi Pak Viktor juga sedikit waspada karena Manda yang biasanya diam mulai menunjukkan taringnya. Sebagai atasan yang selama dua tahun ini bersama Manda, Pak Viktor sedikit banyaknya tahu keperibadian teamnya. Manda akan seperti ini kalau dirinya merasa tidak terlalu memiliki kesalahan dan masih bisa diselesaikan. Pak Viktor serba salah. Ia yakin Manda benar, tapi di sisi lain dirinya tidak mungkin mempermalukan Chef Arfa dengan menyalahkannya. "Lagian siapa sih kamu? Selama ini kamu nggak ada di kantin ini!" ucap Manda berapi-api. Manda tidak peduli dengan orang-orang yang mulai memperhatikan mereka. Pak Viktor menggosok kedua telapak tangannya dengan gugup. Ia mencium tanda bahaya. Sebelumnya dirinya memang belum sempat menceritakan tentang Chef Arfaraja Pramestu. Lulusan luar negeri dibidangnya dan sempat bekerja di italia beberapa waktu lalu. Arfaraja Pramestu ini adalah cucu dari adik owner hotel tempat mereka bekerja. "Chef Arfa saya mohon maaf atas kelancangan Manda. Saya berjanji akan lebih mendisiplinkan dia." Pak Viktor sampai memohon karena takut Manda mendapatkan sanksi dari ownernya langsung. Pak Viktor kenal betul perangai anak orang kaya semacam Arfa ini. Ia tentu ingin sekali membela Manda tetapi yang mereka hadapi adalah keluarga owner langsung. Arfa mendengkus. Ia menatap Manda dengan tajam. "Kamu akan menyesal!" katanya. Arfa tidak suka kekalahan dan baru saja ia merasa kalah dengan sikap sok berani dari perempuan bernama Manda ini. Chef Arfa meninggalkan kantin dengan wajah masamnya. Tapi meskipun begitu masih banyak gadis-gadis bahkan ibu-ibu pun ikut menggosipkan kegantengannya. Arfa tidak peduli. Moodnya meluncur habis ke bawah karena kejadian ini. Padahal kalau dipikir-pikir kejadian ini sangatlah biasa. Tapi karena sedari pagi memang Arfa sudah merasa kesal jadi sekalian saja ia lampiaskan pada gadis bernama Manda. Arfa akan mengingat nama itu. Karena mulai hari ini Arfa menetapkan Manda sebagai lawannya. Ini akan menarik. Mungkin pekerjaan ini jauh dari kata membosankan yang pernah dirinya bayangkan karena setelah ini ia akan menikmati kekesalannya kepada Manda agar bisa melampiaskan semuanya kepada gadis sok berani itu. Sejenak Arfa menghentikan langkahnya. "Bukan salahku kalau nanti Manda mendapatkan balasan!" Arfa mengedikan bahunya. Ia membawa tangannya ke depan d**a. Itu menunjukan betapa angkuhnya seorang Arfaraja Pramestu. . . . Bersambung... Jangan lupa tekan LOVE :)

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Mrs. Rivera

read
45.3K
bc

Playboy Tanggung Dan Cewek Gesrek

read
462.3K
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.1K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook