bc

I Want You, Olivia

book_age18+
4.4K
FOLLOW
106.5K
READ
billionaire
murder
goodgirl
confident
CEO
drama
city
cheating
lies
like
intro-logo
Blurb

Olivia Franklin, seorang fashion e****r yang cantik dengan kehidupannya yang selalu teratur dan apik. Kehidupannya sangat sempurna, Olivia memiliki kehidupan yang mungkin diidamkan banyak wanita, ia mencintai dan dicintai.

Kehadiran James Wallace dalam kehidupan Olivia perlahan merubah arah perasaan Olivia terhadap Matthew Jones, seorang pengusaha, pria yang telah mengikatnya dalam sebuah pertunangan dan berencana untuk menikah.

"Aku suka kau memanggil namaku saat aku berada dalam dirimu, Olivia."

chap-preview
Free preview
Olivia - 1
Olivia Franklin, seorang fashion editor yang cantik dengan kehidupannya yang selalu teratur dan apik, damai tanpa gejolak yang berarti. Olivia wanita yang penurut dan begitu mencintai kedua orangtuanya. Kehidupannya sebagai anak tunggal dari keluarga Franklin seakan menempatkannya pada semua target kehidupan kedua orangtuanya. Bahkan untuk urusan hatinya. Kehidupannya sangat sempurna, Olivia memiliki kehidupan yang mungkin diidamkan banyak wanita, ia mencintai dan dicintai.   Percintaannya dengan Matthew Jones merupakan kisah panjang yang Olivia rasakan akan menjadi kisah cinta abadinya. Matt terlihat sempurna bagi Olivia. Pria tanpa cela dengan kesuksesan bisnis yang Olivia tahu di mulai dari titik nol. Olivia mengagumi kesetiaan cintanya, begitu menjaganya dan ia ingin menikah serta menghabiskan sisa kehidupannya dengan Matthew Jones.     Kepindahan keduanya ke London membawa pengalaman hidup yang berbeda bagi Olivia. Jauh dari kedua orangtuanya, lingkungannya dan semua ketergantungan hidupnya pada kota kelahirannya. Olivia hanya hidup bersama dengan Matt di sebuah flat mewah pemberian kedua orangtua Olivia.   Kehadiran James Wallace dalam kehidupan Olivia seakan mengubah takdir dan kisah cintanya, perlahan merubah arah perasaan Olivia terhadap Matthew Jones, seorang pengusaha, pria yang telah mengikatnya dalam sebuah pertunangan dan berencana untuk menikah.   Pertemuan pertama yang bagai perjumpaan tanpa arti layaknya pertemuan dengan orang-orang pada umumnya. Olivia terpana hingga pesona James menghilang dalam hari-harinya sampai pertemuan keduanya kembali.   “Siapa namamu?” tanya James dengan sorot mata menghujam. “Olivia,” jawab Olivia tanpa ragu dan takut di bawah sorot mata James.   James Wallace dengan segala pesona ketampanannya, sikapnya yang terbuka dan spontan, serta aura misteriusnya mampu menggiring kehidupan Olivia yang membosankan menjadi penuh gairah. Olivia merasakan perasaan yang tidak pernah ia dapatkan dari Matt selama ini.   Olivia yang ragu pada awalnya akan perasaannya terhadap James, dikarenakan Olivia tak mengetahui apa pun mengenai pria itu selain wajahnya yang tampan dan aura misteriusnya. Usaha James untuk menaklukkan Olivia yang tak pernah surut, membuat Olivia mulai tak mampu membendung perasaannya yang mulai tumbuh untuk James.   Olivia yang cantik dan polos membuat pandangan James berhenti pada sosok Olivia. Wanita yang membuat dunia James bergetar hebat. Membuatnya gila dan ingin menggapai dengan apapun caranya.     Cinta yang diawali dengan kebohongan membuat Olivia terseret dalam situasi pelik. Kebohongan yang tercipta kian besar seiring dengan kehampaan dalam hubungannya dengan Matt. Olivia mulai merasakan sikap dingin dan pencarian arti kata cinta yang sesungguhnya. Sedangkan James yang terkenal playboy bertekat untuk tidak akan pernah melepaskan Olivia. Meski harus berhadapan sekalipun dengan seorang Matthew Jones.   Rasa sakit hati dan pencarian cinta dari ketiganya membawa pada lembaran-lembaran surat tanpa nama pengirim yang ditujukan pada Olivia. Teror-teror dari secarik kertas tertulis jelas namanya dan juga nama James. Cinta yang telah membutakan Olivia hingga ia tidak lagi peduli siapa James yang sebenarnya, masa lalunya dan apapun cerita dalam kehidupannya. Tak ada jalan kembali bagi Olivia. Rasa penasaran yang bertubi-tubi menggiring Olivia pada pencarian yang terlambat. Kenyataan yang harus ia terima seutuhnya tentang siapa seorang James Wallace.   *** “Diam,” Olivia mengatakan sambil naik ke tempat tidur dan duduk mengangkanginya. Olivia menarik kemeja yang dikenakan Matt ke atas melewati kepalanya, mengungkapkan perut dan dadanya, dan menjilatnya. Aku mulai dari perut berotot Matt, lalu naik ke atas, menyapukan lidah lembabnya di sekeliling kedua putting Matt. Olivia menyelipkan satu tangan di belakang punggungnya dan turun di bawah ikat pinggangnya, ke celananya, menangkup pantatnya yang seksi. Olivia ingin menjelajahi tubuh kekasihnya, tubuhnya dan semua keseksian tubuh seorang Matt Jones. Mengambilnya sebagai miliknya. Memiliki Matt sama seperti cara Matt setiap kali memiliki Olivia. Olivia menekan dirinya ke tubuh Matt, hingga ia merasakan Matt yang semakin keras, celana dalam yang dikenakan Olivia dan celana jins Matt menjadi penghalang, tapi Olivia masih bisa merasakan efek milik Matt dari apa yang dirinya lakukan pada pria itu. “Ini harus disingkirkan,” kata Olivia, mengangkat bokongnya dan melepaskan sabuk yang dikenakan Matt sebelum ia berpindah dari Matt ke tempat tidur, menarik sepatunya lepas dan menarik celananya ke bawah, bersamaan dengan celana boxernya. Olivia telah melihat milik Matt seutuhnya. Dia sepenuhnya keras dan Olivia tidak membuang waktu bergerak kembali ke atas tubuh Matt, sampai Matt menarik celana dalam yang dikenakan Olivia hingga lepas sebelum duduk mengangkanginya lagi. “Oliiiiiiivvvv….” Desah Matt dengan suara serak. Olivia menekan mulutnya ke mulut Matt dan lidahnya masuk ke dalam mulut Matt. Olivia menggoyangkan pinggulnya, miliknya yang sudah basah menggesek sepanjang milik Matt yang telah mengeras. Matt perlahan-lahan masuk dan terus berulang, dan rasanya ia dapat dengan mudah membuat Olivia mencapai puncak. Olivia terus menggoda Matt, bergerak pelan, naik turun di sepanjang milik Matt bersamaan dengan meluncurkan kehangatannya. Terus bergerak naik dan turun hingga Matt kian keras dan terasa memenuhi seluruh rahim Olivia. Olivia duduk tegak dan menarik bajunya ke atas kepalanya, kemudian melepas bra yang dikenakannya dan melemparnya ke samping. Olivia membungkuk di atas wajah Matt. Menyuguuhkan kedua gundukan kenyal miliknya tepat di atas mulut Matt yang siap mengambil. “Oooohh, Baby,” desah Matt saat lidah basahnya menyentuh salah satu dari putting olivia dan seketika Olivia merasakan sengatan pada tubuhnya, getaran kenikmatan menjalari sekujur tubuhnya dalam sekejap. Matt mengisap putting Olivia dengan rakus, menjilatinya lalu mengisap dengan keras. Matt melakukanya dengan berpindah-pindah dari yang satu ke yang lainnya. “Oooohh…Daaammnn!!!” pekik Olivia dengan kepala menengadah. Matt menekan p******a Olivia dan ia melihat saat payudaranya membungkus wajah Matt. Matt tahu cara merespon milik Olivia, lalu membuat semua rasa menjadi berharga. Matt menjatuhkan kepalanya ke atas bantal. “Aku tidak bisa menunggu lagi, Liv,” ungkap Matt saat merasa dirinya telah berada ditepian gairahnya. Apa yang dilakukan Olivia pada Matt, bergerak begitu pelan, memutar bokongnya di atas milik Matt, membuat Matt mengigit bibirnya, menahan dirinya meski Olivia ingin menggodanya lagi, tapi kenyataannya Olivia sudah ada di tepian gairahnya juga. Olivia meluncur di sepanjang milik Matt yang tegak dan telah berlumur cairan miliknya hingga membuatnya terasa licin sampai Olivia merasakan kepala milik Matt menyentuh celah terdalam Olivia. Matt merasakan hal yang sama, Olivia merasa Matt menggerakkan pinggulnya, mendesakkan kepalanya terus memasuki diri Olivia kian dalam saat Olivia mendorong bokongnya ke arah milik Matt yang tegak dan membiarkannya meluncur masuk. “F*ck, Olivia,” desis Matt dengan suara lantang dan seksi yang bercampur sedang hantaman gairah yang pecah seketika. “Itulah yang sedang kau lakukan,” kata Olivia dengan seringai penuh kemenangan. “Kau sedang bercinta dengan Olivia Franklin, Matthew Jones.”   Kriiiiiiingg!!!! Suara alarm ponselku dan Matt berdering bersamaan. Aku melonjak dari tidurku dan terduduk. Napasku terengah-engah, “Sial, aku hanya mimpi,” desisku. Aku menoleh ke balik bahu, dan Matt masih tertidur pulas dengan pakaian tidur lengkap seperti biasanya. “Ya Tuhan, mimpi bercinta dengan siapa diriku.” Bayangan dan suara serak seorang pria. “Tidak, tidak…” Aku mencoba untuk menyingkirkan erotisme di kepalaku. Dan aku terkejut mendapati rasa basah di antara kedua pahaku. “Shiitt!!! Aku benar-benar klimaks.”   ***   Namaku, Olivia Franklin, aku bekerja sebagai fashion editor disalah satu majalah fashion ternama di kota London. Kehidupan yang baru bagiku. Aku mencoba untuk menyesuaikan kehidupanku yang lama di Los Angeles dengan kehidupan baruku di kota London. Aku telah meninggalkan banyak hal dari kehidupanku di LA. Aku mengikuti kepindahan Matthew Jones, pengusaha muda yang telah mengikat diriku dalam sebuah ikatan pertunangan. Kehidupan baru yang tidak pernah dibayangkan oleh diriku sebelumnya. Kehidupan yang sebelumnya terasa semarak dengan keluarga dan teman-temanku, kini di kota London, aku hanya mengenal Matt dan beberapa rekan kerjaku yang baru. Untuk pertama kalinya aku memasuki dunia kerja. Yang sebelumnya aku anggap hanya mimpi belaka. Berasal dari latar belakang keluarga yang kaya raya, ayahku tak pernah mengizinkan diriku sebagai putri semata wayangnya untuk bekerja. Ayahku menginginkan aku untuk melanjutkan pendidikanku dan kelak akan meneruskan bisnis keluarga, serta menikah dengan seorang pria dari kalangan yang sama. Dan karena hal itu juga aku setuju dengan keputusan Matt untuk mengikatku dalam sebuah jalinan pertunangan dan membawaku pindah ke London. Sejujurnya aku ingin melepaskan diriku dari belenggu kehidupan dibawah kediktatoran ayahku. Satu bulan telah berjalan. Sebuah apartemen mewah diberikan oleh ayahku untuk diriku dan Matt tinggali di tengah kota London. Namun kenyataannya, kantor tempatku bekerja, berada di pinggiran kota London. Setiap paginya aku dan Matt harus menggunakan kereta bawah tanah untuk sampai ke tempat kerja masing-masing dengan perjuangan yang luar biasa. Pagi ini aku terbangun dengan suara dering dari alarm yang dipasang di ponselku dan Matt. Rasa kantuk yang masih bergelayut hebat dipelupuk mataku, aku mencoba untuk bangkit dengan mengingat setumpuk pekerjaan yang harus aku selesaikan hari ini, serta menyingkirkan mimpi erotis semalam hingga menbuatku kuyup. “Selamat pagi, Sayang.” Suara Matt yang terdengar lembut seperti biasanya. “Bukan suara Matt. Suara itu… serak dan berat. Ya Tuhan.” Aku sibuk dengan pikiranku. Aku masih berguling diatas kasur, tanganku mencoba untuk meraih tombol lampu tidur yang menempel pada dinding di dekat kepala ranjang. Pandangan mataku tertuju pada langit-langit kamar. “Ya Tuhan, hari Senin lagi,” desisku yang merasakan tubuhku terasa lelah usai melewati pesta yang diadakan kawan-kawan Matt di tempatnya bekerja dan tambahan mimpi yang menguras gairahku. Aku beranjak dari ranjang dengan langkah gontai menuju kamar mandi. Menarik pakaian tidurku melewati atas kepala sebelum aku masuk ke bawah guyuran shower dan bergabung dengan Matt yang sibuk menyabuni kepalanya dengan shampo. Rasa dingin dari air yang mengucur dari shower membuat seluruh saraf di tubuhku berkedut, mataku mulai terbuka seutuhnya. Aku menyodorkan botol sabun pada Matt yang berdiri membelakangiku. “Sabuni aku,” pintaku seperti biasanya. Matt berbalik, meraih botol sabun dari tanganku dan mulai menyabuni punggung telanjangku dengan cepat, gerakan naik turun di bawah guyuran air. Lima menit berselang, Matt keluar dari dalam shower, ia mulai mengeringkan tubuhnya dan aku sibuk menyikat gigiku hingga aku rasa bersih. Ritual mandi yang selalu dilewati kami berdua dengan cepat dikarenakan waktu yang sangat singkat berbalapan dengan jadwal kereta bawah tanah. Aku mengenakan baju terusan selutut, mengenakan sepatu flatku dan mengikat rambutku menyerupai buntut kuda. Wajahku yag tidak pernah bersentuhan dengan kosmetik, terlebih Matt tidak menyukai jika diriku tampil dengan make up sepanjang perjalananku menuju tempat kerja. Alasan Matt, demi keselamatan diriku sendiri, untuk menghindari tindak kejahatan yang belakangan meningkat di kota London. Aku mencoba menghubungkan alasan tersebut, nyatanya terasa aneh bagiku. Mungkin hanya alasannya saja agar tak ada yang melirikku, itu yang kini aku pikirkan. Aku mengunyah dengan cepat, menghabiskan sereal dalam mangkukku yang telah bercampur dengan s**u putih, meneguk jus jeruk instan yang sudah dituangkan Matt pada gelas milikku. “Kita harus berangkat sekarang, Sayang. Sebelum ketinggalan kereta,” ujar Matt sambil meraih mantel milikku yang tersampir di lengan kursi dan membantuku untuk menggunakannya. Menarik keluar rambutku yang terselip masuk dalam kerah mantel. “Terima kasih, Matt,” ucapku lembut sambil tersenyum, dan sebuah kecupan mendarat diujung bibirku. “I love you, Baby.” “I love you too.” Kami berdua beranjak, menyambar tas masing-masing. Menaiki taksi untuk meluncur ke stasiun bawah tanah. Jalanan kota London yang ramai. Jalanan yang masih terlihat basah meski salju tidak turun selebat kemarin. Namun rasa dinginnya masih menusuk hingga ke tulang sum-sum. Dingin yang mengigit hingga kuputuskan untuk memasukkan kedua telapak tanganku ke dalam saku mantel yang aku kenakan. Duduk bersebelahan dengan Matt dalam taksi yang membawa kami berdua. Menuruni anak tangga dengan langkah cepat kini telah menjadi keahlian bagiku. Napasku tak lagi tergopoh-gopoh seperti satu bulan yang lalu. Aku sudah mampu menuruni anak tangga tanpa melihat lagi kakiku berpijak dengan benar atau tidak. Kami berdua sampai di stasiun tepat sepuluh menit sebelum jadwal keberangkatan. Suara riuh para penumpang, saling dorong tanpa ada kata maaf. Aku langsung menempelkan kartu milikku dan dengan otomatis aku langsung bisa menuju kereta yang akan aku tumpangi. Melewati penjagaan. “Olivia,” panggil Matt, namun aku tak bergeming, aku sibuk dengan ponsel di tanganku hingga Matt perlu untuk meraih lenganku, dan kami saling menatap “Olivia, I love you,” ucap Matt sebelum menciumku. “I love you too, Matt,” timpalku sambil tersenyum. Aku bergegas menuju ke dalam kereta dan dua detik setelahnya pintu kereta tertutup. Dengan berhimpitan dengan penumpang lainnya, aku mencoba untuk mencari tempat yang lebih longgar. Aku butuh untuk berpegang agar tidak terjatuh dalam 45 menit ke depan.   ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

HYPER!

read
556.9K
bc

FORCED LOVE (INDONESIA)

read
598.7K
bc

The crazy handsome

read
465.3K
bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
75.7K
bc

AHSAN (Terpaksa Menikah)

read
304.2K
bc

Sexy game with the boss

read
1.1M
bc

Call Girl Contract

read
323.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook