bc

FORELSKET

book_age16+
2.6K
FOLLOW
21.0K
READ
billionaire
fated
arrogant
dominant
manipulative
doctor
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

Clarinda merasa terpukul saat mengetahui bahwa Savalas, pria yang di percayainya untuk menjadi pemimpin dalam bahtera rumah tangganya dengan teganya menghianati dirinya, terlebih dengan adiknya sendiri Clarisa.

Perempuan yang menjadi saudara kembar identiknya. Wajah yang mirip bahkan sekarang mereka mempunyai kriteria mengenai pria yang sama, yang tak lain suaminya sendiri.

Karena penghianatan yang kotor tersebut Clarinda bertekad untuk membuat 2 orang terdekatnya itu merasakan sebuah penyesalan dengan penyiksaan yang tak berakhir.

Bahkan jika dirinya harus bermain kotor bersama seorang pria yang bersedia mengulurkan tangannya untuk menghancurkan kedua orang terdekatnya, hanya untuk memenuhi obsesinya.

"Akan kutunjukan padamu sebuah permainan kotor dengan api yang membara di sekelilingnya."

chap-preview
Free preview
PROLOG
Seorang perempuan dengan jeans ketat berwarna biru tua yang membalut kakinya dan blouse putih yang terlihat ketat di tubuhnya itu berhasil menarik perhatian beberap orang yang berada di bandara siang ini. Terlebih dengan kulit cokelat eksotis yang dimilikinya dan tubuh yang semampai tinggi serta rambut cokelat yang diwarnainya dan wajah kecil mungil yang sebagian di tutupi oleh kaca mata hitam, menjadi daya tarik darinya. Terus berjalan mengabaikan orang - orang yang berada disekitarnya membuatnya terus menarik koper besar miliknya, sementara sebelah tangannya yang lain terus menggenggam ponsel di sebelah tangan kirinya. Beberapa supir Taxi yang baru saja melihatnya berjalan keluar dari pintu utama bandara besar di kota Jakarta membuatnya dihampiri dan ditawari untuk menjadi penumpang dari mereka, hanya saja sebelum mereka lebih banyak berbicara perempuan tersebut sudah lebih dahulu menghentikannya dengan sebelah tangannya yang terangkat untuk menyatakan tolakan. Dengan kaca mata yang masih bertengger manis di hidungnya itu dirinya terus melirik ke kanan dan ke kiri, mencari seseorang yang tidak di dapatinya disana membuatnya menghela nafas sebelum kembali mengotak - atik ponsel miliknya dan menempelkannya di telinga. Beberapa kali dirinya terus mengulangi hal tersebut, menelpone seseorang yang tidak mengangkat pnggilannya membuatnya memutuskan untuk mengirim pesan yang memiliki jawaban sama. Tidak ada yang membalas pesan yang diberikannya hingga beberapa menit. Membuat perempuan tersebut kembali menghela nafas, sebelum kembali menarik kopernya bersiap untuk melangkah pergi dari sana dan memilih untuk menaiki salah satu Taxi yang ditolaknya tadi. Saat dirinya baru saja mengambil selangkah untuk mendekati Taxi tersebut sebuah ide terlintas dalam pikirannya membuatnya spontan berhenti berjalan dan mulai kembali mengotak atik ponselnya dengan senyuman licik yang terpasang di bibirnya tersebut. "Aku bisa bertemu dengan kakakku tetapi, aku juga bisa bertemu denganmu dalam satu waktu. Menyenangkan." Gumamnya sebelum kembali menempelkan ponsel bermerek miliknya mendekat ke arah telinga nya. *** Seorang perempuan yang baru saja membuka pintu kamarnya dengan sebelah tangan yang memegang setelan jas itu langsung menatap ponsel hitam yang terus berdering di atas nakas samping tempat tidur. Mengetahui bahwa itu bukanlah ponsel miliknya membuatnya menatap ke arah pintu kamar mandi dimana dari dalamnya terdengar suara pancuran air yang mengalir. Tahu bahwa suaminya pasti sedang membasuh diri di dalam sana. Membuat perempuan berambut hitam sepanjang punggung tersebut meletakan setelan jas yang baru saja disetrikanya pagi ini karena terlalu lelah kemarin malam, ke atas tempat tidur dengan pelan sebelum kembali berjalan menghampiri nakas yang terdapat sebuah ponsel hitam yang masih berdering di atas. Bima Calling... Melihat ID Caller dari sang penelpon membuatnya ingin mengangkat panggilan tersebut sebelum panggilan itu lebih dahulu mati dan sepertinya orang dengan nama Bima itu tidak berniat menelpone kembali, justru sebaliknya mengirim pesan dengan beruntun. Bersamaan itu suara pintu dari kamar mandi yang terbuka di susul seorang pria yang keluar dari sana berbalutkan handuk saja di pinggangnya, berhasil menarik perhatian sang isteri yang masih menggenggam ponsel miliknya lalu dengan santai kembali menaruhnya di atas nakas. Tanpa sadar mengetahui bahwa sang suami dengan keadaan jantung yang berdetak keras sedang berusaha membaca situasi. Dulu, jika isterinya memegang ponselnya itu tidak akan menjadi masalah. Sayangnya itu dulu, sekarang telah berubah keretakan dari rumah tangganya mungkin bisa berawal dari sana. "Kamu ngapain ?" Pertanyaan lurus tanpa nada itu meluncur tepat pada isterinya yang hanya berbalik tersenyum menatapnya, sebelum kembali berjalan menghampiri setelan jas yang akan di pakainya pagi ini. "Tadi ada yang nelpone kamu namanya Bima. Temen baru kamu di kantor ?" Jawaban serta pertanyaan polos yang kembali di berikan oleh isterinya, berhasil membuatnya merasa sedikit lega memutar langkahnya kembali berjalan menuju ponselnya di atas nakas dan mulai mengecek ponselnya itu. "Iya. Temen kantor aku. Mutasi dari malang." Jelasnya sembari membuka pesan yang dikirim dari pemilik ID Caller Bima yang diberinya sebelum kembali menutupnya dengan cepat. "Pantasan aku nggak tau. Dia nelpon kamu sampai tiga kali tuh sampai ngirim pesan beruntun, coba kamu telpon balik mungkin ada yang pengen di omongin." "Pasti soal kantor. Kamu taukan kantor aku lagi nyiapin proyek pengembangan sektor wilayah." Jawabnya cepat menjelaskan, membuat isterinya menatapnya dengan bingung di susul tawa kecil, saat melihat suaminya itu seperti terburu - buru menjelaskan. "Bima kan temen kantor kamu, pasti soal kerjaankan. Udah ah ganti baju kamu cepet, aku mau mandi dulu." Tunjuknya kearah setelan jas beserta pakaian dalam sang suami yang sudah disiapkannya di atas tempat tidur yang telah rapi. Melihat perempuan yang telah berhasil membuatnya berjanji di depan Tuhan dan menyatukan kedua keluarga besar mereka menjadi satu bagian itu bersiap akan masuk kedalam kamar mandi, membuatnya juga segera kembali fokus memakai pakaian kantor yang telah di siapkan untuknya. Hingga deringan ponsel berwarna gold milik isterinya yang terdapat di atas nakas sebelah ranjang berbunyi, membuat isterinya berbalik mendekati nakas tempat tidur yang biasa ditempati isterinya dan melihat siapa yang menelpone pagi. Clarisa Calling... "Clarisa nelpon. Tumben." Ucapan singkat dari isterinya yang menerima telpon dari saudara kembarnya sendiri itu mampu membuat dirinya yang sedang memakai kemeja birunya berdehem singkat, berusaha bersikap kembali normal seolah tidak ada yang terjadi. "Hallo. Tumben kamu nelpon. Bukannya LA lagi malam ya disana ?" Sapa isterinya setelah menerima panggilan dari adik kembarnya. "Kamu di Indonesia ? Astaga. Kenapa nggak kasih tau dari kemarin. Mama sama papa pasti seneng dengernya." Kembali kalimat yang dikeluarkan isterinya itu membuatnya berhenti mengancingkan kancingnya yang terakhir dengan keadaan yang linglung mendengar pernyataan tersebut. Sedangkan wanita yang selalu mendampinginya kurang lebih setahun ini menatapnya dengan bingung sebelum berjalan mendekatinya. "Kamu masih di bandara ? Oh yaudah. Tunggu bentar ya nanti aku sama mas Savalas kesana jemput kamu. Iya tunggu aja. Ok." Tutup isterinya yang kali ini membawa namanya dalam percakapan adik kakak . "Clarisa ternyata balik dari LA. Kita jemput dia dibandara ya." Savalas hanya diam membiarkan isterinya itu mengancingkannya kancing kemejanya sebelum kembali merapikan kemeja yang kini tertata rapi di tubuh atletis miliknya. "Dia kapan datang ? Kok nggak bilang - bilang ?" Tanya Savalas saat melihat isterinya sedikit membungkuk, untuk mengambilkannya dasi berwarna hitam lalu kembali menghadapnya dan membantu dirinya memakai dasi tersebut dengan gesit dan cepat. Sangat lincah karena sudah terbiasa. "Baru tadi tiba. Kata dia surprise sih. Udah selesai." Melihat bahwa dirinya telah melakukan tugasnya dengan baik sebagai isteri, seperti membantunya memakai dasi membuatnya tersenyum senang sebelum kembali menjauh dari Savalas, suaminya itu. "Aku mandi dulu ya. Kebawah aja lebih du—" "Clarinda." Panggilan dari suaminya yang memanggilnya dengan namanya layaknya teman, tidak seperti biasanya lagi - lagi kembali menghentikan dirinya yang sudah memegang gagang pintu kamar mandi dan tinggal mendorongnya masuk saja untuk membukanya. Dengan kening yang berkerut Clarinda berbalik menatap suaminya itu yang juga menatapnya dengan wajah yang tak terbaca. "Ya ?" "Kita suruh Pak Erno jemput dia aja gimana ? Atau mama sama papa aja kasih tau." "Clarisa katanya mau kasih kejutan mama sama papa. Kamu nggak bisa ya ? Kalo nggak bisa, biar nanti aku yang jemput. Kita berangkat terpisah aja nggak papa." Mendengar jawaban dari Clarinda membuatnya justru bertambah gusar dengan sendirinya. "Nggak apa. Kita berangkat bareng aja buat jemput Clarisa." *** Perempuan yang sudah lebih dari 45 menit itu menghabiskan waktu di bandara hanya untuk menunghu jemputan dari kakaknya yaitu Clarinda sendiri hanya bisa menghela nafas dengan kesal dan gusar. Terlebih saat orang - orang yang sedaritadi melihatnya dengan bertanya - tanya. Dirinya bisa saja kembali dengan sendirinya ke kediaman kedua orangtuanya, lagipula dirinya besar di Indonesia jadi dirinya tidak terlalu bingung mengenai jalan salah satu kota besar ini sendiri. Tetapi, dibanding semua itu dirinya mempunyai tujuan tertentu hingga mau menunggu sampai dirinya sendiri sudah berkeringat. Melihat sebuah mobil hitam yang berhenti tepat di depannya berhasil membuatnya mengerutkan kening, ingin meminggir dari sana sebelum kaca dari penumpang di depan turun dan memunculkan sesosok wajah perempuan yang sama dengannya hanya berbeda di beberapa bagian. Seperti warna rambut, penataan make up dan warna kulit mereka. "Clarisa." Panggil sebuah suara dengan riang membuat dirinya yang dipanggil memberi senyum bersemangat yang sama. "Kak Clarinda." Kedua saudara kembar itu saling berpelukan dengan erat membuat orang - orang yang berada di bandara kembali menatap mereka berdua, menjadikannya bahan tontonan. Melepas pelukannya dari Clarinda, kakanya yang lahir semenit lebih cepat itu darinya dirinya beralih menatap seorang pria yang setia berdiri disamping isterinya itu. "Mas Savalas." Sapanya dengan semangat lalu kembali bergerak cepat memeluk suami dari kakaknya yang mampu membuat pria tersebut terkejut dan melirik isterinya yang juga menatap mereka berdua dengan sedikit bingung. Tidak biasanya adiknya itu memeluk Savalas. Mereka bahkan dahulu tidak terlalu dekat. Savalas memaksakan senyumannya yang menunjukan bahwa dirinya adalah ipar dari Clarisa lalu menepuk pundak adik iparnya tersebut dengan pelan. "Hay dek." "Hay, honey." Bisik Clarisa ditelinga kakak iparnya dengan pelan sebelum mengurai pelukan mereka berdua dengan senyuman miring yang tercetak, sebelum dengan cepat kembali merubahnya saat menatap Clarinda, kakaknya. "Eh ayo. Mas Savalas harus buru - buru ke kantor. Aku antar ke rumah mama sama papa ya." Ajak Clarinda dengan lembut membukakan pintu untuk adiknya di bagian belakang, sebelum dirinya kembali duduk di bagian depan tempat yang sama tadinya. Tepat setelah Savalas selesai mengangkat masuk koper adik iparnya itu dirinya bergegas masuk kembali kedalam mobil bagian depan tepatnya kemudi mobil. "Kak Clarinda aku nggak usah tinggal di rumah mama sama papa. Aku tinggal di rumah kakak sama mas Savalas, gimana ?" Mendengarnya membuat Savalas spontan menatap adik iparnya itu dengan tajam melalui kaca spion. Clarinda melirik suaminya yang terlihat menatap adiknya itu, sebelum berbalik memutar tubuhnya menatap adiknya yang terlihat lelah. "Mama sama papa pasti kangen sama kamu, mereka kan udah lama nggak ketemu kamu. Kamu juga jarang hubungi mereka." Clarisa yang tahu maksud ucapan kakanya hanya tertawa sebelum menarik keluar ponselnya dari tas kecil yang di pakainya. "Iya kak." *** "Dek. Mas Savalas yang bakal antar kamu ya kerumah mama sama papa. Soalnya kakak udah dihubungi sama Rumah Sakit, ada perubahan manajemen katanya." Ucap Clarinda sesudah menyalami tangan suaminya dan bersiap turun dari mobil yang sudah terparkir di depan Rumah Sakit tempatnya bekerja sebagai perawat. "Hati - hati ya sayang di jalan." Ucap Clarinda pada suaminya sebelum segera berbalik masuk kedalam Rumah Sakit. Saat melihat isterinya sudah menghilang dari pandangannya dan bersiap untuk kembali menjalankan mobil menuju rumah mertuanya, bertujuan mengantarkan adik iparnya itu dirinya kembali menghentikan laju mobil saat melihat Clarisa bergerak maju kebangku depan yang tadinya di duduki oleh kakaknya sendiri. "Sekarang aku udah bisa dong duduk disini. Kak Clarindakan udah nggak ada." "Kamu kapan bakal balik ke LA ?" Tanya Savalas kembali melajukan mobilnya, mengabaikan ucapan dari adik iparnya itu membuat Clarisa memasang wajah cemberut. "Aku baru datang loh dan kamu udah nanya kapan aku bakal balik lagi ke LA ? Kamu nggak kangen sama aku ?" Tangan lembut halus itu merayap menggandeng tangan kekar suami kakaknya dengan lembut yang sedang menyetir. "Clarisa ini Indonesia. Kakak kamu ada disini. Ini bahaya !" Tekannya dengan keras melirik adik iparnya itu tetapi, tidak menepis tangan Clarisa yang bergelayut manja di lengannya. "Kamu bilang bakal sering kunjungin aku di LA. Tapi, kamu bohong. Makanya aku yang datang kesini." jelasnya lalu mengecup manja pipi dari suami kakaknya. "Kamu taukan aku cinta sama kamu. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
221.3K
bc

Everything

read
278.0K
bc

A Million Pieces || Indonesia

read
82.2K
bc

My One And Only

read
2.2M
bc

His Secret : LTP S3

read
647.3K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.4K
bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
113.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook