bc

Berburu R-Estu

book_age18+
685
FOLLOW
4.0K
READ
second chance
badboy
goodgirl
drama
comedy
sweet
bxg
coming of age
first love
virgin
like
intro-logo
Blurb

Setelah cintanya putus dengan terpaksa kini Ardra berusaha untuk memperjuangkan cintanya kepada Estu.

Sequel dari Rush-Uh.

Kali ini dari sudut pandang Ardra Pawaka.

Berburu R-Estu Cover made in Canva.com

Heading font: Adigiana Toybox dan Alegreya

SubHeading font: Merriweather

Pict: Girl Outdoor Photo Cover by Marketplace Designer

chap-preview
Free preview
1. Pertama dan terakhir
ARDRA POV Kalian percaya dengan cinta pandangan pertama? Aku tadinya tidak, tapi sekarang aku percaya. Ya, Ayahku pernah bilang 'Jatuh cinta pada pandangan pertama itu gak mustahil. Karena saat itu terjadi, kedua insan sedang bertatapan dengan hati, bukan dengan mata.' Ayahku memang bijak pada saat-saat tertentu. Dan saat ini, aku terdiam memandang seorang gadis yang sedang menyetir dengan konsentrasi penuh. Bisa kulihat kalau ia belum terlalu lancar menyetir. Pantas saja kalau tadi ia menabrakku. Ya Tuhan, aku pengin ketemu orang tua dari gadis ini, terutama ibunya. Aku ingin mengucapkan terimakasih karena sudah mengantarkan seorang Bidadari dengan selamat ke pangkuan semesta. Sumpah demi Tuhan, gadis ini luar biasa sekali, bahkan diam pun dia terlihat istimewa. Gadis ini, mengenalkan dirinya sebagai Estu, nama yang cantik, sesuai dengan parasnya yang sempurna. Demi Neptunus.... Terlalu banyak melamun, aku tak sadar kalau kami sudah di daerah rumah Ayahku, kutunjukan arah menuju rumah dan ia menghentikan mobilnya di depan rumah Ayah. Gadis ini, memaksa mengantarkan aku sampai dalam rumah. Aku menolak karena tak ingin ia dimarahi oleh Ayah. Ayahku pemarah dan kadang-kadang gelap mata. Dan aku tak ingin Bidadari ini melihatnya. Lalu, dia memberikan aku KTP miliknya, aku membaca namanya. NARESWARI PANGESTU WICAKSANA! Nama yang bagus, aku berusaha menghafal nama itu. Agar mudah kulafalkan saat ijab kabul, nanti. Aku geli sendiri dengan pemikiran itu, tapi si Nares ini mengembalikan kesadaranku. Ia memaksa mengantarku sampai dalam rumah. Kali ini, aku tidak bisa menolak, sulit rasanya tidak mengabulkan keinginan bidadari ini. Seperti dugaanku, Ayah marah dan sedikit membentak Nares, ia pulang dari rumahku dengan muka takut. Sementara itu, aku memilih masuk ke kamarku yang sempit, meluruskan kakiku yang tadi di-gips oleh dokter. Baru sesaat rebahan, ponsel di saku celanaku bergetar, dengan tangan kiri, kubuka pesan yang baru masuk itu. Dari dia, Bidadari yang muncul dadakan lalu menabrakku, lagi-lagi ia meminta maaf. Aku membalas pesannya dengan santai, tak ingin ia terlalu menganggap ini serius. Ya, meskipun kakiku di-gips dan lengan kananku mengenakan penyangga, aku merasa baik-baik saja. Malah, aku merasa hatiku penuh karena kehadirannya yang tiba-tiba itu. Mungkin ini yang dinamakan cinta. *** Nares ingin tanggung jawab sampai kaki dan tanganku sembuh, aku ingin dia ada di sampingku untuk tanggung jawab karena berhasil mengganggu jam tidurku dengan memikirkannya. Maka hari ini jadilah hari pertemuan kedua kami, ia menjemputku di rumah pribadiku (well, masih kucicil ke Kakakku yang membayar lunas rumah ini), kali ini ia datang dengan mobil kecil berwarna putih, bukan Jeep hitam besar yang ia bawa minggu lalu. Aku langsung tersenyum ketika ia datang menghampiriku dan mengajakku ke rumah sakit. Hari ini, dia benar-benar menemaniku terapi jalan, ke rumah sakit lalu ke pusat kebugaran, dan entah daya magic dari mana, aku sembuh saat kami ke pusat kebugaran yang biasa kudatangi untuk menguatkan lagi kakiku. Sepertinya pengaruh Nareswari memang sedahsyat itu untukku. Aku ingin berlama-lama dengannya, ingin hari ini menjadi hariku bersamanya, dan aku bersyukur saat dia mengajakku untuk makan malam terlebih dahulu. Kali ini aku yang menyetir, kakiku sudah sembuh dan tak baik membiarkan gadis secantik ini kelelahan karena menyetir. Aku mengantarnya sampai ke rumahnya, sengaja tak mau dia yang mengantarku, aku tak tega jika malam-malam begini ia menyetir sendiri dari rumahku yang terbilang jauh itu. Memesan ojek online, aku pamit setelah memulangkan KTP-nya yang sempat ia berikan. Agak sedikit sedih, padahal KTP itulah yang menjadi temanku begadang seminggu terakhir. Aku pulang dengan berbahagia. Ya, seharian kuhabiskan dengan Nareswari, melihatnya membimbingku berjalan, mendengar suaranya ketika mengobrol, dan... menyimak senyumnya yang luar biasa menenangkan hati. Aku ingin begitu terus, selamanya. ** Aku tahu kalau bidadari ini menyukaiku, sebagai lelaki, aku punya kepekaan tingkat tinggi. Dan, aku memang berbakat menerka seseorang, dan terkaanku, biasanya selalu tepat. Untuk kali ini, aku sangat berharap terkaanku 1000% benar. Single selama dua tahun, rasanya tak sia-sia kalau dipakai untuk menunggu Nares, seumur hidup pun aku mau kalau harus menunggunya. Aku percaya prihal waktu yang tepat, untuk orang yang tepat. Sudah sekitar 3 bulan lebih kami saling mengenal. Saling berbalas pesan singkat, saling membagi kabar. Dan, aku sering menjemputnya pulang kuliah, untuk dia, aku rela mengesampingkan semua urusanku. Dia mungkin belum jadi siapa-siapa secara resmi, tapi dia sudah menjadi satu-satunya di hatiku. Pagi ini, aku senang sekaligu tegang. Untuk pertama kalinya aku akan bertamu ke rumah Nares, aku berkesempatan untuk mengenal orang tua dan keluarganya, karena selama ini, aku hanya menjemputnya di luar pagar. Pintu dibuka oleh seorang pria setengah baya yang masih terlihat segar, bergaya dan... sepertinya menyenangkan. Aku berusaha menahan senyum saat melihat sebelah lengannya memakai manset bermotif tato. Apakah Ayahnya Nares berusaha meledekku? Atau menyindirku, aku tak tahu. Ya, aku bertato, penuh di lengan sebelah kanan, dan paha. Ada beberapa di badan, tengkuk dan belakang telinga. Jika berkenalan dengan orang baru, aku selalu berusaha menjadi diriku, tidak menjadi orang lain atau menutupi bagian permanen yang ada pada diriku. Aku ingin dikenal sebagaimana aku. Entah itu masalalu, sekarang ataupun nanti. Aku dipersilahkan masuk ke dalam rumah. Kata Om Anton, Nares sedang mandi. Kami mengobrol banyak, Om Anton banyak bertanya soal latar belakangku, aku menjelaskannya sesimpel dan sejujur mungkin. Lalu kami mengobrol tentang Nares. Aku bertanya apakah aku boleh memacari anaknya? Om Anton menjawab boleh, terserah Nares. Itu lampu hijau untukku, dan mendadak, hatiku merasa penuh. Ya, aku belum resmi pacaran, tapi dapet restu pacaran tuh rasanya bahagia tiada tara. Percayalah! *** Aku dan Nares sudah resmi berpacaran, aku mengenal lingkungan pertemanannya, baik itu teman SMa atau teman kuliahnya yang banyak didominasi oleh anak lelaki. Ya, jurusan teknik, mau apa lagi? Dan, ia pun sudah mengenal teman-temanku. Semua. Aku percaya kalau Nares sayang padaku, ia tak akan berbuat curang dalam hubungan. Aku pun begitu, aku berjanji padanya dan pada diriku sendiri kalau aku tak akan pernah menyakiti Bidadariku itu. Hubunganku dengan Nares terbilang seru, setiap sabtu kami selalu mendatangi bioskop, menonton film apa saja yang sedang tayang, lalu minggunya, kami pergi ke tempat-tempat rekreasi. Dengannya, aku bahagia, dan bersamanya aku benar-benar memahami definisi lain dari pacaran. Gak melulu ribet, gak melulu bertengkar, yang ada hanya tawa, guyon dan hal-hal menyenangkan lainnya. Bersamanya, aku bebas kentut sembarangan, aku bebas joget-joget gak karuan dan bersamanya, aku tak perlu menjadi orang lain. Aku bersyukur dia mencintai apa yang ada di diriku. Malah, aku harus bersyukur double karena ia sama gilanya sepertiku. *** Kalian tahu? Aku sangat terharu saat Nares rela berbohong kepada Papanya hanya untuk bisa menjagaku yang sedang sakit. Ya, ia berbohong menginap karena tugas kuliah, padahal ia menginap di tempatku. Aku tahu? Tentu aku tahu, ponselnya tergeletak begitu saja di meja dan aku tahu password-nya apa. Hari di mana aku sakit adalah hari paling bersejarah bagiku. Tahu kenapa? Aku bisa tidur sekasur berdua dengannya, meski tidak melakukan apapun, aku sangat bahagia karena bisa memeluknya sambil terpejam. Yaa! Itu alasan pertama kenapa hari itu jadi hari yang bersejarah. Pertama? Lalu yang kedua??? Tenang! Ada alasan kedua kenapa aku menyukai hari itu. Alasannya adalah. Aku dan Nares ciuman untuk pertama kalinya. Memang, bukan ciuman pertamaku. Tapi entah bagaimana, dia membuat itu terasa seperti ciuman pertama. People say when you kiss the person you truly love you feel a spark. Know what? I felt an explosion when I kissed her. *** Setiap hubungan, pasti ada rintangan dan hambatan. Jalan tol yang katanya bebas hambatan aja gak melulu mulus, apalagi hubunganku dengan Nares? Bukan, kami tidak bertengkar, tidak pula mencurangi satu sama lain. Hubungan kami diuji saat Nares mengetahui kalau Mamanya berselingkuh. Di saat seperti itu, aku harus menjadi pacar yang selalu menyediakan bahu untuk dia bersandar sekaligus menyediakan pelukan untuk dia pulang. Aku membantunya sesuai dengan kapasitasku. Aku menasehatinya untuk memilih pilihan yang paling mending, karena saat seperti itu, semua terasa salah. Aku tak ingin Nares tersesat dan hilang arah dibalik kesedihannya. Jadi aku selalu memberikan pilihan-pilihan yang menurutku baik, Nares bebas memilih apapun, semua keputusan ada di tangannya. Untuk berapa bulan, pilihan yang Nares ambil bisa dibilang benar, karena yang kulihat keluarganya baik-baik saja. Aku bisa melihat bagaimana Mamanya berusaha meluruskan segala sesuatu yang tadinya menyimpang. Tapi, itu tak berlangsung lama. Saat ini, aku sedang menunggui Nares keluar dari kamar mandi. Sekian menit ia di dalam, aku melihatnya keluar. Bukan berjalan ke arahku, ia malah berjalan ke sebuah lorong. Aku mengikutinya, sempat terhenti saat melihat Nares membentak seseorang yang kuketahui sebagai selingkuhan Mamanya. Tante Sonia pun ada di sana, terlihat frustasi. Aku murka saat melihat Nares di dorong dan jatuh ke lantai. Tanpa basa-basi, aku langkahkan kaki ke hadapan si pria b******k ini. "Yang lo dorong itu cewek gue! Anjing!" Aku langsung memaki dan melayangkan sebuah tinju ke rahang orang ini. Ia membalas dan kami terlibat baku hantam. Aku lebih unggul, aku berhasil merobohkannya dan menghujani pukulan ke setiap bagain tubuhnya yang mampu ku jangkau. Nares menarikku, ia mengusap wajahku, sedikit meringis saat ia menekan bagian yang memar. "Mama kamu diapain sama dia?" Tanyaku, ia menggeleng. Matanya berkaca-kaca sekarang. Mendadak aku perih, seolah kaca di matanya itu menusuk jantungku. Aku tak suka melihat Bidadari ini menangis. Bidadari tak seharusnya menangis, Bidadari harusnya ceria, tersenyum dan menikmati dunia. "Gue pake! Berkali-kali, mau apa lo?!" Si Pria b******k yang tertatih-tatih itu berteriak. Nares hilang kendali saat mendengar itu, ia langsung menyerang Pria b******k ini. Dan, aku marah. Sialan sekali orang ini, ia mampu membuat Bidadariku seperti itu. Aku mengepalkan tanganku, memusatkan semua energi yang kumiliki agar tersalurkan ke tangan kanan. Aku menggeram sedikit, menahan amarahku untuk keluar di saat yang tepat. Begitu aku melayangkan pukulanku, Nares berbalik. Wajahnya berada tepat di tempat sasaranku dan detik berikutnya ia jatuh lagi ke lantai. Pria b******k itu tertawa ketika aku berlutut di depan Nares, bibirnya meneteskan darah yang mendadak mengalir deras. Beberapa orang langsung mendekati kami, bertingkah sok peduli. Aku memeluk Nares, lalu membawanya pergi. Ku-stop sebuah taxi lalu meminta supirnya mengantar kami ke klinik terdekat. Berulang kali kuucapkan permintaan maaf tapi Nares bergeming, ia mungkin marah kepadaku. Ya, aku melukainya. Aku bahkan marah pada diriku sendiri. Nares tatap diam saat bibirnya yang berdarah dikompres dengan es batu. Seorang suster memberiku kompres juga untuk memarku, tapi aku menolak. Hatiku jauh lebih hancur dari mukaku saat ini. Aku menyakiti Bidadariku. Aku payah! Aku menghubungi Papanya Nares, kurang lebih dua puluh menit beliau datang dan langsung panik melihat keadaan Nares. Beliau memandangku dengan tatapan kecewa, marah dan menuntut. Aku tahu itu, aku bisa membaca raut mukanya. Begitu perawat membacakan hasil pemeriksaan Nares, hatiku makin hancur. Giginya patah dan mulutnya sobek.. Nares langsung ditarik paksa oleh Papanya, setelah sebelumnya memberikan ultimatum untukku agar tidak mendekati, tidak menemui dan tidak menghubungi anaknya lagi. Aku diam di tempatku duduk. Berusaha melihat wajah Nares yang sedikit tersembunyi di balik d**a Papanya. Hanya itu, hanya sebelah wajahnya yang bisa kulihat untuk terakhir kali. Wajah yang banjir air mata dan sedikit darah. Tak berapa lama, Pak Anton kembali. Tanpa banyak bicara beliau langsung melayangkan pukulan ke wajahku. Aku tak berontak, tak melindungi wajahku ataupun membalas. Aku membiarkannya memukul dan menghancurkan tubuhku sepuasnya. Ini gak ada apa-apanya dibanding hatiku yang sekarang berdarah-darah. "Jangan pernah kamu munculin muka kamu di depan anak saya kalau kamu masih mau hidup!" Ujar Pak Anton sebelum melayangkan pukulan terakhir dan pergi meninggalkan tempat ini. Air mataku mengalir begitu saja. Ini bukan hanya karena sakit yang kurasakan di sekujur tubuhku, ini karena larangan untuk menemui Bidadariku. Itu lebih perih dibandingkan kamu dibakar hidup-hidup. Tapi, aku mengerti. Aku tahu apa yang ada dipikiran Pak Anton. Ia melakukan hal yang menurutnya benar. Aku bisa saja menjelaskan semuanya. Tapi itu bukan aibku yang bisa kuumbar semauku. Ada orang lain yang lebih berhak membuka rahasia itu. Pak Anton tidak tahu apa-apa, ia hanya bertindak sebagai Papa yang melindungi anaknya. Meskipun bisa dibilang aku tak salah, tapi Nares tanggung jawabku saat itu. Ia sedang bersamaku dan tugasku lah menjaganya. Bila sesuatu menimpanya, aku yang bertanggung jawab, aku yang bersalah. Sekalipun Nares celaka bukan karenaku, tetap saja aku salah, apalagi ini? Nares terluka karena tanganku sendiri. Ini konsekuensi. Aku harus menjalani hukuman ini, aku harus melakukan hal yang tidak kusukai; menjauh dari Nareswari Pangestu Wicaksana. **** TBC

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Married With My Childhood Friend

read
43.7K
bc

T E A R S

read
312.6K
bc

Sweet Sinner 21+

read
885.3K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

HOT NIGHT

read
605.7K
bc

Pinky Dearest (COMPLETED) 21++

read
285.7K
bc

Crazy In Love "As Told By Nino"

read
280.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook