Bad Destiny

1606 Words
Suara pekikan ceria terdengar di sebuah apartemen sederhana di pinggiran Manhattan. Tawa ceria gadis kecil menandakan jika si gadis sedang dalam kebahagiaan yang luar biasa. Gadis bersurai coklat itu melompat -lompat senang karena sebuah hadiah dari sang ibu. Siapapun yang melihat akan tau dalan sekali lihat jika gadis kecil itu memiliki semua yang ia inginkan. "Yeay, makasih mama. Ini sepatu kaca impianku. " Elbri memeluk Grace penuh syukur. Sepatu ala Cinderella yang teman- temannya miliki sekarang Elbri juga memilikinya. Dia sekarang bisa menyombongkan diri seperti teman-temannya yang lain dan bermain rumah-rumahan ala putri. Sayangnya, hanya ada satu gadis yang berbahagia di apartemen itu, sebab ada gadis kecil lainnya yang menatap sendu saudara kembarnya. Dia menatap iri sepatu kaca yang dikenakan kakak kembarnya. Kemudian melirik sepatu yang kenakan. Kondisi sepatu Bria sangat kontras dengan sepatu Elbri. Sepatu Elbri yang baru, dan terbuat dari fiberglass bersinar indah diterpa cahaya lampu. Sedangkan sepatu milik Briana, warnanya sudah sangat pudar. Ada sobekan- sobekan kecil di sekeliling sepatunya. Dia pun mencoba meminta ibunya sepatu baru karena miliknya sudah tidak layak. "Ibu, sepatuku sudah robek, apa aku boleh minta sepatu baru? " tanya Briana. Dengan takut- takut dia meminta pada ibunya sepatu baru. Dia terus menunduk untuk mengantisipasi, biasanya ibunya akan meledak marah jika dia meminta sesuatu. Briana berpikir mungkin saja hari ini ada keajaiban sehingga ibunya tidak marah. "Apa kau kira beli sepatu itu tidak butuh uang. Ayahmu sudah meninggal jadi kita harus berhemat. Kamu pakai sepatu bekas Elbri saja!" Bentak Grace. Perlakuannya terhadap Briana sangat bertolak belakang dengan Elbri. Entah apa yang menyebabkan hal itu, tetangganya bahkan heran mengapa ia begitu membenci Briana. "Sungguh! Benarkah... aku bisa memiliki sepatu Elbri?" Tanya gadis sepuluh tahun itu. Yang ia tau, sepatu Elbri tidak ada yang jelek. Baik baju, tas dan mainan Elbri--semuanya keluaran terbaru. Karena itu Briana merasa senang, ia tidak menyangka jika akan memakai sepatu bagus untuk pertama kalinya semenjak ayahnya meninggal. Elbri menyeringai senang melihat ibunya memarahi Briana karena meminta sepatu baru. Dia selama ini seperti putri karena ibunya memanjakan dirinya dan mengabaikan adiknya. Oleh karena itu, tidak ada rasa iba pada saudara kembarnya ketika ibunya memarahi Briana. Dia justru bersyukur, jika ini berlangsung maka dia akan terus mendapatkan barang-barang baru. Sedangkan Briana hanya akan mendapatkan barang bekas dirinya. "Sebentar, aku akan mengambilkan sepatu yang sudah tidak aku sukai." Elbri menuju kamarnya untuk mengambil sepatu. Kepergiannya ditatap penuh antusias oleh Briana. Gadis itu tidak sabar mendapatkan sepatu agar bisa dipakai menggantikan sepatunya yang sudah robek-robek. "Ini untukmu." Elbri memberikan sepatu lama yang modelnya sudah ketinggalan jaman. Warnanya pun sudah pudar. Meski demikian Briana sangat bersyukur karena mendapatkan sepatu layak. Setidaknya sepatu yang diberikan oleh Elbri tidak robek. "Terima kasih Elbri..." ucap Briana senang. "Ya, ya ... sudahlah. Lebih baik kau menyapu sana. Tidak ada waktu bermalas- malasan, " perintah Grace. Dia menuju dapur untuk menyiapkan makan malam. " Baik, Bu." Briana berwajah ceria dan mulai menyapu ruangan. Sedangkan Elbri, dia membawa majalah fasion dan menimang- nimang apa yang ia minta pada ibunya. Dia tidak sebahagia Briana karena sudah terbiasa mendapatkan keinginannya. 'Bajuku sudah banyak. Sepatu, tas dan mainan juga sudah banyak. Semua tidak lagi menarik, " batin Elbri. "Aha..." Mendadak Elbri mendapatkan ide. Dia terburu- buru menuju dapur untuk meminta sesuatu pada Grace lagi. Hingga tanpa sengaja dia menendang timba yang berisi air bekas mengepel. "Akh! Mengapa kau meletakkan timba di sini Briana! Sudahlah, cepat bereskan atau ibu nanti marah." Briana yang kelelahan setelah mengepel tidak bisa melawan kata- kata kakaknya. Dia pun segera mengambil kain pel untuk membersihkan kekacauan yang dibuat Elbri. Briana hanya bisa menangis dalam hati karena tidak ada yang menyayanginya. Di dapur, Elbri menggelayut manja pada Grace. Dia ingin mengutarakan impiannya pada sang ibu. "Ibu, aku ingin mengambil kelas model. Aku nanti pasti akan menjadi model hebat." Mata Grace berbinar melihat putri kesayangannya begitu antusias dan menyadari potensinya. Dia pun menyanggupi permintaan Elbri. Grace turut bermimpi andai putrinya menjadi model internasional. Jika itu terjadi maka Grace juga pasti akan mendapatkan kemewahan. Putrinya pasti juga akan memanjakan dirinya seperti dia memanjakan Elbri. Sementara Briana, dia sudah menyerah dengan gadis pembawa sial itu. " Itu hebat. Aku akan mendaftarkanmu ke kelas model. Tapi kau tidak boleh bermalas-malasan, okey?" Ucap Grace sayang. "Tentu tidak, aku memiliki bakat menjadi model, Bu." "Ibu tau. Kau memang putriku yang hebat. " Briana melihat interaksi mereka dari jauh. Dia tidak lagi berani mendekat ke kedua orang itu karena pernah didorong dan dimarahi ibunya saat ia handak menunjukkan hasil ujian. Saat itu Elbri hanya mendapat nilai cukup sedangkan Briana menjadi suara sekolah. Namun bukannya bangga, Grace bahkan memaki Briana. Mengingat hal itu, hati Briana terasa nyeri. Bagaimana tidak, melihat bagaimana ibunya sama sekali tidak menyukainya meninggalkan kesedihan yanuar biasa. Sejak saat itu, Briana menjaga jarak dari Grace karena takut penolakan sang ibu lagi. Dia pun terbiasa menjauh dari Grace sejak saat itu. "Makanan sudah siap. Ayo kita makan." Sikap pilih kasih Grace tidak berhenti pada pakaian dan kebutuhan kedua putrinya. Dia juga melakukan hal yang sama pada makanan mereka. Grace saat ini memasak sup ayam. Dia hanya menyisakan tulang pada Briana sedangkan bagi Elbri, daging ayam utuh dia berikan untuk menunjang gizi yang putri kesayangan. Briana kembali tidak bersuara. Jika dia protes maka ibunya pasti tidak akan memberinya makanan. Oleh karena itu, meskipun tidak kenyang yang penting perutnya terisi oleh makanan. Dia harus tetap bersyukur. Grace menatap ke arah jendela apartemen sederhananya. Kata-kata Elbri yang ingin mengambil kelas model terngiang di telinganya. Kelas model memerlukan biaya yang tinggi. Oleh karena itu Grace harus memutar otak untuk mendapatkan biayanya. "Lebih baik aku mengajukan pinjaman. " Di sudut hatinya, Grace agak menyesal karena mengiyakan permintaan Elbri. Putrinya yang itu tidak seperti Briana yang diam saja dan tidak memiliki banyak permintaan. "Tidak, itu memang salah Briana. Karena dia Thomas meninggal," geram Grace. Lima tahun yang lalu. "Grace, kau semakin cantik." Saat berbelanja baju dengan Thomas dan kedua putrinya, Grace bertemu dengan teman sekolahnya dulu. Saat itu Thomas, suaminya sedang membeli es cream buat kedua putrinya. Grace tanpa sadar menggendong Elbri yang membawa bola. Sedangkan Briana dia gandeng. Semakin lama, Grace semakin tenggelam dalam percakapan mereka. Ketika Elbri menjatuhkan bolanya, Briana pun bertindak. "Bu bola kakak jatuh." "Kalau begitu kamu ambil sana." Grace kembali berbincang dengan teman lamanya. Dia terlalu asyik mengobrol hingga tidak sadar Briana berjalan ke tengah jalan untuk mengambil bola Elbri. "Briana awas!" Suara teriakan keras Thomas mengagetkan Grace dan temannya. Dia menoleh ke jalan dan mendapati jika suaminya sedang memeluk Briana dalam kondisi bersimbah darah. "Thomas!" Grace berlari menuju Thomas yang tergeletak di jalan. Mengabaikan teriakan marah setiap orang. " Sungguh ceroboh membiarkan putrinya berjalan ke jalan." "Bagaimana mungkin dia selalai itu!" "Ibu yang buruk. Dia menyebabkan suaminya meninggal demi menyelamatkan sang putri." Suara penghakiman dari warga terus tertuju pada Grace. Namun ia enggan mengakui kesalahannya. Baginya Briana yang bersalah. Dia yang sudah menyebabkan Thomas meninggal. Andai saja Briana tidak berjalan ke jalan, pasti Thomas tidak akan meninggal. "Tidak, ini bukan salahku!" Teriak Grace. "Ini bukan salahku!" Sejak itulah Grace membenci Briana. Dia tidak pernah lagi memeluk Briana. Grace tetap membohongi dirinya dengan tetap menyalahkan Briana atas kematian Thomas. Terlebih warna rambut coklat kemerahan Briana selalu mengingatkan Grace pada darah suaminya, Thomas Jacob Tramel saat itu. Grace buru-buru menepis ingatan tidak menyenangkan itu. Beruntung Thomas memiliki simpanan sehingga dia tidak perlu bekerja keras untuk bertahan hidup. Sayangnya tabungan itu semakin menipis karena permintaan Elbri yang seolah tidak ada hentinya. Bagian Briana pun habis untuk memenuhi kebutuhan Elbri. "Sudah kuputuskan. Besok aku akan ke penggadaian." . . . Waktu berlalu begitu cepat. Seorang gadis bersurai brunette kemerahan berlari kecil ke arah toko roti. Seolah waktu hanya berlalu sekejap mata, Briana sudah menjadi gadis cantik dengan wajah polos. "Paman Cromel! Aku datang..." "Halo Briana. Pelanggan sudah menunggu tangan ajaibmu untuk membuat roti. Sekarang lakukan pekerjaanmu, Nak, " perintah Cromel. "Siap," jawab Briana ceria. Gadis itu tidak menyerah dengan perlakuan tidak adil ibunya. Pada saat sekolah tingkat pertama, ibunya tidak mau membiayai nya. Jadi ia mulai mencari kerja dan bertemu dengan Cromel. Pria itu mengasihani Briana karena pendengar ceritanya dari para pelanggan. Akhirnya Briana bekerja sebagai pencuci piring. Semakin lama, Briana menunjukkan kecerdasannya. Dia meniru cara membuat roti dari Cromel ketika ia sedang membuat roti. Tanpa disangka, roti buatan Briana jauh lebih lembut dan disukai pengunjung. Inilah cara Briana bertahan hidup dan membayar uang sekolah. Sementara itu suasana di apartemen nampak kurang baik. Itu disebabkan Elbri kembali gagal untuk chasting. Ini kesekian kalinya dia gagal untuk mendapatkan peran atau foto di majalah. Semua membuat Elbri uring-uringan. "Mereka semua buta! Mengapa mereka tidak bisa melihat bakatku!" Teriak Elbri. Grace juga merasa khawatir dengan kondisi ini. Dia takut jika kerja keras dan uang pinjaman yang ia keluarkan demi Elbri melayang percuma jika putrinya tidak mendapatkan tawaran manapun. Terlebih, para penagih hutang mulai mengejar-ngejar dia. "Kau harus mendapatkan peran Elbri. Ibu saat ini dikejar penagih hutang. Uang yang ibu keluarkan untukmu itu dari hutang." "Itu ... sebaiknya ibu minta uang Briana. Dia kan bekerja." Dengan mudahnya Elbri mengatakan hal itu. Dia memang tidak ingin menanggung beban. Brak! Beberapa orang bermunculan menerobos apartemen Grace. Mereka berpakaian rapi dengan tubuh besar dan kekar. Lalu disusul dengan kemunculan wanita berparas cantik meski cukup berumur. Wajahnya yang dingin menatap lurus ke arah Grace. "Siapa kalian---oh nyo-nyonya Silver Grome..." ucap Grace. Sejujurnya dia ketakutan karena mendapat firasat buruk. Kakinya serasa melemas melihat kedatangan wanita yang meminjami dirinya uang sepuluh tahun yang lalu. "Aku pulang..." Suara dari Briana terdengar. Briana yang selesai bekerja pulang dalam keadaan lelah. Dia terkejut melihat banyak sekali orang masuk di apartemen ibunya yang sempit. Terutama pada wanita yang memiliki aura mulia itu. Briana yakin jika wanita itu bukan wanita sembarangan. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD