"Dalam pernikahan, tak ada istilah salah pasangan. Kita hanya kurang berusaha untuk mengerti dan berkompromi."
- Jamal -
"Yang, ini gaji bulan ini, tujuh juta rupiah," ujar Jamal sembari mendekati istrinya yang sedang menonton pengajian di youtube.
Ria tersenyum cerah, lantas memeluk dan mencium pipi suaminya. Perempuan itu sudah tidak marah lagi. Saat Jamal tertidur tadi malam, tepat tengah malam, istrinya datang menghampiri, meminta maaf.
"Aku nggak mau dikutuk malaikat, Mas. Maafin aku ya," ujar Ria tadi malam.
Jamal adalah tipe lelaki yang enggan memperpanjang masalah. Menurutnya, keberanian Ria untuk meminta maaf patut diapresiasi. Itu sebabnya, lelaki itu cepat memberikan maaf untuk istri tercintanya yang sudah berubah menjadi bidadari, bukan harimau lagi.
"Uang belanja kira-kira sebulan berapa, Yang?" tanya Jamal, sedang melakukan perhitungan keuangan agar pengeluaran tidak membengkak dan bisa menabung.
Ria tidak segera menjawab, masih berpikir, "Kira-kira 2,5 juta, Mas. Sudah termasuk uang kontrakan, listrik, belanja harian, uang air minum dan jajan aku."
Jamal mengerutkan kening, "Jajan?"
Ria mengangguk, "Camilan," katanya sembari melebarkan senyuman. Di dalam rumah, perempuan itu tidak bercadar, hanya berkerudung panjang saja.
Jamal terdiam. Sejujurnya, Jamal tidak suka mengemil, kecuali dapat gratisan atau terpaksa karena kelaparan dan keadaan tidak memungkinkan. Selama sebulan, istrinya tidak pernah meminta uang jajan. Jadi, muncul pertanyaan besar di benak Jamal sekarang.
"Ngemilin nasi aja, Yang." Jamal berusaha memberikan solusi, di mana uang bisa dihemat dan keinginan istrinya terwujud.
Ria mendadak cemberut, "Kok, gitu, sih?" Dia bertanya dengan suara kecewa.
"Hemat, Yang. Nggak bisa ditekan pengeluarannya, sejuta gitu sebulan?" Jamal berusaha bernegosiasi.
"Bisa, asal makannya beras doang selama setahun," ketus Ria.
"Kamu bisa makan nasi aja, Yang? Yaudah, gitu aja ya, biar bisa nabung banyak. Kan lumayan." Jamal sumeringah.
Bibir Ria semakin manyun, "Kalau aku kurus, gizi buruk dan penyakitan, semua salah mas Jamal, ya," ancamnya membuat Jamal mengerutkan kening.
"Lah, masak makan nasi aja gizi buruk, Yang? Nggak, kok. Lauknya boleh telur atau tempe aja, kita bagi dua dan...."
"Nggak mau. Makan begitu apa enaknya, mas?" Ria tidak terima.
"Hemat, Yang."
"Hemat apa pelit?"
"Bukan, maksud aku..."
Perdebatan semakin panjang dan sengit. Pada akhirnya, Jamal hanya tersenyum sembari mencoba meredakan gejolak dan bara api yang sudah mulai memanas di rongga d**a.
"Ya sudah, bisa dua juta aja perbulan?" Jamal sekali lagi mencoba bernegosiasi.
"Bisa, asal nanti airnya pake air kran." Ria tersenyum lebar membuat bulu kuduk Jamal merinding. Istrinya terlihat kalem dan seram dalam waktu bersamaan.
"Baiklah, Sayang. Keuangan aku serahkan padamu, yang penting kita bisa nabung, oke?" Jamal melepaskan semua gajinya membuat Ria bahagia.
"Makasih suamiku, mau makan pakai apa? Telur, ikan atau ayam?" Ria terlihat antusias. "Ah, tiga-tiganya aja ya."
Ria segera berdiri tanpa menunggu jawaban Jamal, mengambilkan makanan untuk suami tercinta. Jamal pun makan dengan lahap. Istrinya senang, perut pun kenyang.
Selesai makan, Jamal membuka ponselnya, main game Legend yang sedang hits di tempat kerjanya. Para rekan kerjanya memainkan permainan tersebut, sehingga dia harus push rank agar tidak ketinggalan. Ria biasanya agar melarangnya game terlalu lama, tetapi suasana hati istrinya sedang bahagia, sehingga dia tidak khawatir dimarahi.
Sementara Jamal bermain game, Ria melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga yang baik, mencuci piring, menyapu dan lain-lain. Setelahnya dia membuatkan minuman wedang jahe untuk suaminya.
"Mas, ini minumannya aku taruh di sini," ujar Ria sembari meletakkan gelas wedang jahe di dekat televisi.
Jamal tidak menjawab, sedang fokus bermain. Ria mencoba mengerti meski hatinya sedikit keki. Perempuan bertahi lalat di pipi kiri, di dekat bawah mata itu pun mengambil ponselnya, mencoba menyibukkan diri agar tidak emosi lagi.
Bosan, Jamal berhenti bermain.
"Yang, kakiku pegel," katanya membuat Ria yang sedang melihat youtube menghentikan kegiatannya.
"Mau dipijat, Mas?" tawarnya. Jamal mengangguk mengiyakan, Ria pun melaksanakan perintah tanpa keberatan.
"Mas, aku mau ngirim uang ke emak," ujarnya membuka percakapan.
"Emak? Ibuku?" Jamal memastikan siapa subjek yang sedang dibicarakan.
Ria mengangguk membenarkan, "Iya, kan mas gajian, tuh. Ngasih orang tualah mas, biar berkah," terangnya.
"Tapi, Yang, kan emak nggak minta," elak Jamal. Dia bukan enggan, tetapi memang mengirim uang pada orang tua dengan inisiatif sendiri tidak pernah dilakukan. Selama belasan tahun merantau, Jamal tidak pernah mengirimkan uang tanpa diminta.
"Nggak usahlah, Yang. Ditabung aja." Jamal menyarankan.
"Ish, kok, kamu gitu, mas? Itu orang tuamu, lho. Kamu nggak ada rasa empati atau kewajiban gitu buat ngasih emak?" Ria menghentikan gerakan tangannya, enggan memijat Jamal lagi.
Jamal menghela napas kasar, meraih tangan istrinya dan meletakkannya kembali ke kakinya. "Yang, terus mau kamu apa? Aku nggak pernah ngirim emak emang, kecuali emak minta," jelasnya.
"Orang tua mana berani minta sama anak, mas? Sadar sendirilah, inisiatif." Ria bersikeras.
"Sifat emak dan aku itu sama, Yang. Nggak mau menyusahkan orang selama mampu. Nggak usahlah, Sayang. Oke?"
Ria memijat kaki Jamal cukup keras, membuat lelaki itu terpekik cukup keras.
"Sakit, Yang," protesnya.
"Biarin." Ria kesal.
"Kamu mau ngirim Ebok?" tebak Jamal.
Ria terdiam, "Kalau emak nggak dikirim, aku juga nggak bisa ngirim Ebok," katanya mengaku.
Jamal tersenyum tipis, meraih tangan istrinya dengan sayang dan mengecupnya.
"Ngirim aja kalau mau ngirim, kan sudah aku serahin ke kamu semua masalah keuangan. Yang penting kita bisa nabung buat beli rumah. Kita nggak mungkin kan ngontrak melulu? Sayang uangnya." Jamal menuturkan dengan lembut.
Ria mendesah pelan, "Ya sudah, ngirimnya lain kali," katanya mengalah.
Jamal tersenyum lebar, merasa menang.
"Mana wedang jahenya, ambilin dong, Yang," pinta Jamal dengan manja.
Ria berdiri, mengambilkan permintaan Jamal. Suami Ria itu pun meminum wedang jahe buatan istrinya. Setelahnya, dia berbaring, ingin meluruskan punggung. Dua belas jam bekerja membuat tubuh Jamal pegal-pegal.
"Yang, gunakan uangnya secara bijak ya. Jangan boros. Kita banyak kebutuhan. Jajannya dikontrol, belanja juga jangan banyak-banyak, aku makannya apa aja, yang penting ada nasi." Jamal memberikan nasehat. Istrinya tidak menyahut, mungkin sedang menyimak nasehat Jamal, begitu pikirnya.
"Suamimu ini, hanya kuli perusahaan, Yang. Sewaktu-waktu bisa dipecat. Kalau sudah begitu, susah nyari kerjaan, usiaku nggak lagi muda. Kamu tahu kan? Aku bukannya ngelarang kamu ngasih orang tua, cuma kita ngirimnya kalau memang mereka butuh aja." Jamal melanjutkan.
Ria masih tidak memberikan tanggapan. Jamal menoleh kepada istrinya yang rupanya sudah memejamkan mata, tertidur.
Jamal menghela napas panjang. Lelaki itu mengambil selimut lantas menyelimuti istri tercinta, tak lupa memberinya ciuman di pipi.
Ria masih muda. Jamal menyadari hal itu. Sangat wajar jika pemikirannya masih belum dewasa, tetapi perempuan itu mau bertoleransi dan mengalah dengan kesadaran sendiri. Itu sebabnya, seharimau apapun Ria, dia masih bisa menjadi bidadari saat 'normal'. Walau, dia bisa menjadi sangat alay dan egois di lain kesempatan.
Jamal bukan tipe lelaki romantis, menyelimuti dan mencium Ria sebelum perempuan itu tidur, selama ini, terpaksa dituruti dan diupayakan menjadi kebiasaan, sebab Ria pernah menangis selama berjam-jam sampai matanya bengkak karena keinginannya tidak terpenuhi. Daripada harus membangunkan tetangga dengan suara isak tangis istrinya yang mirip suara tangisan dedemit, Jamal memutuskan untuk mengalah. Walau hati kecilnya, merasa geli setiap kali melakukannya.
Pernikahan tidak hanya membutuhkan perasaan cinta. Di dalamnya, harus ada rasa percaya, saling menghormati dan menghargai. Dengan demikian, seburuk apapun sifat asli pasangan, akan selalu ada waktu yang cukup untuk belajar memahami dan bertoleransi. Sebab, menikah adalah menyatukan dua orang yang berbeda, baik dari jenis kelamin ataupun sifat dan tabiatnya.