bc

Balas Dendam Sang Pewaris

book_age16+
242
FOLLOW
1K
READ
revenge
kidnap
brave
prince
drama
bxg
mystery
royal
magical world
gorgeous
like
intro-logo
Blurb

Gyusion adalah pangeran Kerajaan Azurastone yang dibuang setelah kekuasaan ayahnya digulingkan para petinggi korup. Dia dibesarkan seorang ratu negeri sihir Darkness. Lambat-laun Ratu Alexa menyayangi Gyusion seperti pada anak sendiri. Beranjak dewasa Gyusion mengetahui bahwa ibu kandungnya masih hidup di Kerajaan Azurastone. Gyusion pun berusaha kesar agar bisa keluar dari negeri Darkness yang dikelilingi sihir untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya. Namun, bagaimana jika orang yang selama ini membesarkannya ada di balik kehancuran keluarganya juga?

chap-preview
Free preview
1. Pulang Berperang
Tahukah kamu apa yang paling perih dari sebuah perpisahan? Yaitu ketika kita harus melupakan secara perlahan. Kisah ini bermula dari suatu negeri yang jauh di sana. Negeri makmur itu baru saja menuntaskan peperangan. Namun langit kelam yang membumbung sekitar istana membuat sang raja sedih. Ia sedih karena terlalu banyak pertumpahan darah rakyatnya di tanah lawan demi sebuah kemerdekaan. Seluruh prajurit yang selamat berjalan gontai. Luka di sekujur tubuh dan setengah nyawa mereka hampir hilang di medan pertempuran. Mereka teringat kawan seperjuangan yang tewas di samping mereka. Darah mengering di tangan yang menggepal itu menjadi bukti. Bahwa di malam sebelum serangan mendadak itu di mulai dan membumihanguskan camp militer, kala itu mereka sedang mengadakan pesta kecil. Sebagian besar prajurit berada di sana. Mengelilingi api unggun yang besar Berharap dingin akibat badai satu jam sebelumnya sedikit menghilang. Minuman mereka tumpah-tumpah dalam gelas yang mereka angkat ke langit. Canda dan gelak tawa memecahkan malam itu. Semangat mereka bergelora menyambut esok, menyambut kematian diri sendiri (lebih tepatnya). Nyanyian di malam itu siapa sangka menjadi lagu perpisahan. Sampai di tanah air, tempat mereka dilahirkan menjadi kesatria sejati menyambut penuh gembira. Rakyat bersorak kemenangan, memberi jalan bagi pahlawan mereka berjalan dengan sisa tenaga menuju istana. Ada banyak tabuhan penyambutan. Jalan utama dihiasi pernak-pernik bergelantungan. Bendera kebangsaan mereka berjejer di selanjang jalan. Sang raja dermawan hanya mampu tersenyum sendu. Kebahagiaan rakyatnya itu harus dibayar mahal oleh pengorbanan para kesatria yang gugur. Ia menengok ke belakang, mengeratkan genggamannya pada sebuah tombak. Dimana prajuritnya menunduk lesu. Mungkin mereka terharu. Suka cita dan sedih berkumpul menjadi satu memang. Walau sebenarnya kemenangan yang dibayar oleh darah ini amat menyiksa para pejuang. Mereka merasa bersalah hanya mengubur kawan di medan perang dengan seadanya. Harusnya para prajurit yang gugur dikebumikan dengan layak, bukan? Di antara orang-orang yang menyambut kemenangan kerjaan mereka ada yang menangis. Raja menduga bahwa merekalah keluarga para pahlawan yang gugur itu. “Selamat datang Paduka Raja,” sambut permaisuri kala pintu jangkung berukiran emas terbelah dua. Para penjaga berbaris rapi, menundukan kepala. Aroma pulang terhirup dalam. Raja Ryasion melangkah pelan menuju permaisuri cantik di ambang pintu. Lama hidup di medan perang menumpas musuh membuat rindunya amat menggebu, tertabung banyak dalam kalbu. Sudah lama meluap, tapi baru kali ini tertumpahkan. “Permaisuriku, ratuku .... Bagaimana kabarmu dan jagoan kita?” tanya Raja Ryasion, tatapannya melembut pada Ratu Natalia. “Bayinya belum lahir, Paduka. Belum kita ketahui dia seorang jagoan atau putri cantik.” Ratu Natalia tersenyum memerhatikan rupa sang raja berahang tegas namun hatinya lembut itu. Di hadapan seluruh prajurit yang menunduk, raja tidak segan menyembunyikan kasih sayangnya pada ratu juga calon anaknya. Hal itu membuat mereka--para pelayan dan prajurit--terus menunduk. Membiarkan raja dan ratu mereka meresa dunia ini hanya milik berdua. “Apa pun dia, siapapun dia, anak kita akan terlahir sebagai jagoan, ratuku. Penerus tahta kerjaan ini.” Semua mendengar pernyataan itu dengan jelas. Tirta melihat sekilas bagaimana keluarga kerajaan terlihat sangat bahagia. Dia kembali menunduk, suatu kelancangan bagi seorang prajurit melihat langsung raja mereka jika tidak diperintahkan. Senjata di tangan dia remat erat. *** “Tidak ada perayaan!” lengking salah seorang memasuki camp prajurit melemparkan senjatanya asal. Bising benda tajam menghantam tembok pun mengubah suasana. Mereka dinobatkan sebagai kesatria khusus setelah pertempuran besar di savana kematian. Raja melarang semua orang di negeri ini merayakan kemenangan demi menghargai para kesatria yang tewas. Nyatanya keputusan mulia ini maraup banyak pertentangan. Terutama rakyat yang merasakan penindasan. Mereka merasa kemenangan ini harus dirayakan, mungkin sekali saja mereka ingin merasakan bagaimana menentang keputusan manusia bijaksana di singgasana itu. Semua orang kecewa. “Kita tidak berpesta di atas kematian orang lain, Teman. Jadi hentikan sikap kekanak-kanakan itu!” Mereka melakukan keributan lagi. Tiada lelah. Hanya seseorang yang enggan peduli. Ia membiarkan para prajurit kerajaan adu mulut tentang sesuatu yang sudah jadi keputusan mutlak. Tirta duduk di jendela terbuka, angin malam memainkan rambut gondrongnya. Ingatannya melayang pada perjalanan untuk sampai ke istana tidaklah mudah. Berawal dari prajurit biasa, dia telah melakukan banyak hal demi posisi ini, panglima tempur. Ini posisi tertinggi setelah raja. Tirta tak sengaja melihat ke arah kastil. Raja dan ratu tengah bicara. Lagi-lagi mereka terlihat sebagai pasangan paling bahagia. Tirta menghela napas, lalu menengadah pada bulan yang terang sempurna di kegelapan langit malam. Bulan itu seperti sedang menyampaikan pesan seseorang. Pesan rindu. Tigreal mengulas senyum, seseorang itu ada dalam benaknya sekarang. Tangannya terangkat ke udara, sinar bulan menerobos celah-celah jemarinya. "Apa kabar?" lirihnya disertai seulas senyuman. Ratu Natalia melihat Panglima kesayangan raja di barak tentara tengah menatap langit. Panglima kerajaan ternyata punya ketertarikan pada cahaya bulan purnama. Tirta tampak menyukai kehadiran bulan itu. Ratu Natalia memberi elusan lembut pada perutnya. Entah mengapa perasaannya sangat aneh dari awal melihat panglima baru itu memasuki istana. Dia merasakan sesuatu akan terjadi, namun entah apa. Tiba-tiba ia merasakan pergerakan dalam perutnya. Bayinya sering kali menendang akhir-akhir ini. Ratu Natalia mengelus perutnya lagi sembari bersenandung lagu masa kecilnya. *** Sementara di kedalaman hutan yang menjadi rumah bagi makhluk penguasa sihir. Penghuni hutan tengah menari di bawah cahaya bulan. Ini pesta bulan purnama. Aliran sungai menjadi tempat paling menarik. Serangga-serangga memantulkan cahaya mereka. Jauh dari peradaban manusia membuat mereka berleluasa. Malam itu adalah kebahagiaan mereka. Kecuali dia, Alexa, gaun hijaunya diseret melangkah di atas tanah. Semua tumbuhan menunduk sebagai tanda hormat pada penguasa negeri ini. Langkah anggun sang ratu sangat mengintimidasi. Siapa pun yang melihatnya akan terkesima pada cahaya hijau di kedua bola mata Alexa. Begitu menyorot penuh amarah serta ancamanan sekaligus kosong. Seakan mereka yang berani melawan harus siap terkena kutukan. Begitulah Alexa, ratu pemarah. Alexa berhenti di ujung tebing. Lamat-lamat dia memejam, menghirup aroma hutan dan kebebasan kesukaannya. Keheningan, risau angin menerbangkan rambut panjangnya, dia menyukai gemericik air menenangkan ini. Negeri Darkness berirama. Rakyat tercinta sedang berpesta di bawah sana. Sayangnya dia tidak mampu berada dalam keramaian. Matanya terbuka kala cahaya bulan purnama yang sempat terhalang gumpalan awan kini menerpa dirinya. Dia memandang bulan itu, mengingatkannya pada seseorang. Rasa rindu ingin bertemu selalu hinggap dalam hati. Jika sudah begini, dia akan menunggu sampai bulan itu hilang dari penglihatan. Berharap orang itu datang, duduk di sampingnya seperti dulu, melihat bulan bersinar terang. Membicarakan tentang keinginan orang itu menguasai dunia atau hanya diam menikmati irama hutan. Kini dia hanya bisa menyampaikan pesan rindu lewat bulan pada seseorang yang jauh di sana. “Rindu?” Pertanyaan itu mendapat lirikan ganas Alexa. Satu-satunya makhluk lancang di hutan itu hanya Kaja. Seekor burung besar yang Alexa jadikan bawahannya. Kaja menggoyang-goyangkan kepala, mengejek. Burung itu tahu, ratu hutan terseram ini jika sedang gundah akan mendatangi Fallin The Moon—tempat tertinggi di hutan. “Mau mendengar kabar terbarunya?” “Tidak.” Alexa memalingkan wajah. Kaja bersiul, ratu hutan sedang malu-malu. “Aku dengar dia diangkat jadi panglima kerajaan. Warrior of Light. Satu tingkat di bawah raja. Aku tidak yakin dia akan kembali pada Ratu Alexa karena raja yang terkenal bijaksana itu akan mengurungnya seumur hidup demi kerajaan.” “Dia pasti datang,” balas Alexa cepat, membuat Kaja menoleh. “Aku punya firasat.” “Oh aku lupa. Ratu hutan kita bisa menerawang masa depan.” Lewat matanya Alexa menembakan sinar hijau mematikan. Kaja tangkas menghindar ketakutan, mengepakan sayap lebarnya dari atas tebing. Kaja melayang bebas di angkasa, terus menjauh dan membelah bulan purnama. Alexa melihatnya sendu. Akibat perkataan Kaja, kegundahan hati bertambah besar. Akankah orang itu datang. Dia mengangkat tangan ke udara menghasilkan bayangan menerpa wajahnya. Cahaya bulan menerobos celah-celah jemari. Dahulu, bersama seseorang melakukan ini sangat menyenangkan. Semakin lama menunggu tanpa kepastian, rasanya kecewa. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
9.0K
bc

Time Travel Wedding

read
5.4K
bc

Romantic Ghost

read
162.5K
bc

Kembalinya Sang Legenda

read
21.8K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.5K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.9K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook