1. PERTEMUAN

1513 Words
Happy Reading ^_^ *** Dan dari sinilah semuanya bermula... Beberapa bulan lalu. Jessica Putri Andi atau yang kerap disapa Jessica memasuki area kerjanya dengan takjub. Bersih sekali, pikirnya. Setiap hari memang area kerja ini dibersihkan, baik oleh petugas kebersihan sampai sesama rekan kerja sebelum memulai pekerjaan. Hanya saja kali ini terlalu bersih. Bahkan pulpen yang biasanya bertebaran pun sekarang tampak rapi pada tempatnya. Tunggu—bahkan foto aib salah satu rekan kerjanya yang sudah sebulan terpajang di komputer utama pun sudah berganti dengan logo perusahaan! Sungguh hal yang tak terduga. Jessica mengendus bau-bau yang mencurigakan. "Mas, ini kok rapi banget sih? Presiden mau dateng apa gimana?" tanya Jessica dengan nada setengah bercanda. "Bukan presiden, Jes, tapi BOD. Hari ini BOD katanya mau keliling. Seminggu lagi kan orang Kemenkes mau datang, nah sebelum mereka dateng si BOD ini bakal ngecek dulu. Katanya sih biar kalo ada kekurangan bisa langsung segera diperbaiki." BOD alias Board of Directors. Atau yang umumnya dikenal sebagai Dewan Direksi. Seketika tawa Jessica memudar. Meski tak seagung Presiden, tapi sosok BOD patut untuk diwaspadai. Terakhir kali saat berurusan dengan orang dari jajaran direksi, Jessica terpaksa harus resign. Resign atau kenyamanannya dalam bekerja hilang. Dan jelas, sebagai seseorang yang menganut kebebasan, Jessica tentu saja memilih resign meski harus menangis tersedu-sedu setelahnya. "Loh, kok gue nggak tahu sih? Dadakan banget ya sampe ngga sempet share info?" Kali ini suara Jessica berubah bingung. Bahkan perempuan campuran Jawa-Manado tersebut sampai mengeluarkan ponselnya dan men-scroll grup Lab untuk mencari info kapan sebenarnya berita itu di share. Tapi tidak ada. "Masa sih nggak ada?" Mas Anton, pria yang disapa Jessica pun menunjukkan chat terbaru yang berisi informasi tentang BOD yang akan berkunjung. Dari jamnya, diketahui bahwa berita itu memang di share secara dadakan. Pukul enam pagi tadi. Tapi... kok di ponselnya nggak ada?! Jessica menggulir layar sampai chat paling bawah, dan barulah dia melihat notif yang membuat permasalahan ini terjadi. "Ini coba ngaku siapa yang ngeluarin gue dari grup? Anjir." gerutunya sambil menunjukkan layar ponselnya yang terdapat notif bahwa dia tidak bisa mengirim chat di grup tersebut karena sudah bukan anggota grup. "Loh.... HAHAHAHA!" Jessica menyipitkan matanya melihat rekan kerjanya tertawa selebar itu. Sungguh pagi yang indah bagi dia, tapi pagi yang mendebarkan untuk Jessica. Dia salah apa coba? "Ngapa lu pagi-pagi ketawa ngikik gitu, bro? Happy banget sementang mau ditengokin BOD." kata Adrian sambil lalu. Dia merapikan tatanan rambutnya agar tetap klimis. "Gue lupa buat masukin Jessica ke grup semalem. Sumpah!" kata Anton sambil memegangi perutnya yang berguncang karena tawanya sendiri. "Hah?" Jessica menatap Adrian dan Anton bergantian. Dia bingung. Jadi semua ini memang dilakukan karena sengaja? "Maksudnya apa nih? Gue masih pegawai sini ya, jadi gue berhak masuk grup dan tau segala informasi terbaru." "Iya, iya, Neng Geulis," canda Anton. "Semalem itu kita buka forum mau beliin lo kado apa. Lo kan bentar lagi ulang tahun. Kalo kita buka forum tapi lo ada di dalemnya ya nggak masuk akal. Mau bikin grup baru tapi kok ya mager, udah kebanyakan grup soalnya. Yaudah deh solusinya kita kick lo dulu trus kalo udah deal baru deh kita undang lo lagi. Tapi keblabasan lupa sampe pagi." Lagi, Anton tergelak. Jessica mendengus. Dia bimbang, antara mau senang atau marah. Gara-gara itu dia jadi ketinggalan informasi terbaru yang lumayan penting. Tapi di sisi lain juga hati Jessica agak menghangat karena rekan kerjanya sepeduli itu pada dirinya yang mau berulang tahun. Memberi kado pada rekan yang berulang tahun adalah hal yang lumrah dilakukan di divisi mereka. Tapi hal ini juga diikuti dengan pihak yang berulang tahun untuk melakukan tasyakuran kecil-kecilan. Ya, hari tersebut dijadikan sebagai momen kumpul bersama untuk mempererat kekeluargaan mereka di sini. Hal ini memang umum dilakukan, tapi sebenarnya Jessica tidak berani berekspektasi tinggi. Maklum saja, dia adalah anak baru di divisi ini sehingga sekedar diucapkan saja sudah syukur. Tapi siapa sangka mereka juga memperlakukannya secara sama tanpa memandang senioritas. Jujur saja, saat resign kemarin Jessica merasa hampa karena harus kehilangan tempat kerja dengan lingkungan yang baik. Dia hampir pesimis akan menemukan tempat sebaik itu lagi. Tapi siapa sangka Tuhan mengantarkannya ke tempat ini yang membuat Jessica jadi percaya bahwa tempat kerja dengan lingkungan yang baik tidak hanya satu tempat saja. Tempat kerjanya ini adalah buktinya. Jessica diperlakukan sama tanpa memandang kalau dia baru masuk sini tiga bulan yang lalu. "Ya udah, buruan masukin gue ke grup lagi. Bisa-bisanya ya lo pada lupa masukin gue lagi." kata Jessica setengah menggerutu. Ya, dia tidak jadi marah. "Sekarang back to topic, karena BOD mau dateng, terus kita harus ngapain? Gue belum pernah begini tahu." aku Jessica dengan jujur. "Ya nggak ngapa-ngapain, cukup kerja kayak biasanya. Cuma, kalo biasanya lo kerja agak melenceng dari SOP ya khusus hari ini lo kudu ngikutin SOP. Bisa langsung kena SP ntar kalo latah narok handscoon di atas meja ini dan ketahuan sama BOD." jawab Adrian. "Gue sih aman. Mas Anton tuh yang sering lupa lepas handscoon trus megang mouse komputer. Kalo di dapur lo udah di depak tuh sama Chef Juna karena kontaminasi silang." Si tersangka tampak menampilkan cengirannya yang polos tanpa merasa berdosa. Yah, setidaknya dia cukup sadar diri. "Maklum umur kenapa sihhh? Dan yang penting kan nggak pernah ketahuan. Si Saras tuh yang super ketat pas nggak ada orang eh malah gugup sampe melakukan kesalahan fatal. Untung koor kita pinter berkilah." Meski tidak tahu kisah Saras -salah satu rekan kerjanya juga- tapi Jessica tetap ikut menertawai kebodohan teman-temannya. Walau tampang mereka seperti orang paling perfectionist, tapi fakta di lapangan ternyata tidak begitu. Beberapa lumayan amburadul dan hal ini semakin menambah rasa nyaman Jessica di tempat kerja barunya. "Sama nanti kalo ditanya ya jawab tipis-tipis. Kalo full sesuai teori ya bagus, kalo nggak ya udah banyak-banyak berdoa. Tapi setidaknya jangan plonga-plongo biar nggak ke-skak sama si BOD. Gimana pun kan yang tahu cara kerja sini ya tetep kita, mereka cuma teorinya, itu pun cuma sekilas-sekilas." Jessica mengangguk paham. Dia sudah cukup mengerti tentang hal ini. Tapi ada satu hal yang tidak diketahuinya, dan itu adalah tentang siapa saja si BOD ini. Inilah yang paling membuatnya resah. "Mas Adrian, tahu nggak sih nama-nama BOD kita? Gue belum hafal." "Lahhhh, jangankan elu, gue aja yang udah mau lima tahun juga kagak tahu. Jangankan nama, wujudnya kayak mana juga masih misteri bagi gue." seloroh Anton karena merasa lucu dengan pertanyaan Jessica. Pasalnya, seperti apa sosok BOD bukanlah urusan mereka. Urusan mereka hanya sekedar menguji sampel dengan hasil yang bisa dipertanggung jawabkan dan menerima gaji. Sesimpel itu 'bekerja' bagi Anton. Jessica menghela napas. Kalau begini sih akan repot, batinnya dengan muram. *** Dia... nggak mungkin ada di sini kan? Sambil bekerja, Jessica pun masih memikirkan hal ini. Kalau dia dan pria itu tidak berada di satu grup perusahaan, Jessica mungkin akan tenang. Tapi masalahnya mereka satu grup perusahaan. Bedanya, Jessica berada di divisi pelayanan laboratorium bidang keamanan pangan, kosmetik, dan sejenisnya, sedangkan pria itu berada manajemen pusat. Jessica tidak tahu statusnya, tapi mengingat kedekatannya dengan salah satu direktur waktu itu membuat Jessica bergidik ngeri. Bisa repot kalau dia sampai berurusan dengan pria itu lagi. Teringat pria itu, Jessica jadi agak tidak fokus dalam pekerjaannya. Momen saat dirinya harus memasukkan sampel ke alat pun jadi tertunda karena dia melamun. Akibatnya, alat berhenti running seketika. Alhasil Jessica harus mengulang kegiatan tersebut dari awal. Yah, inilah resiko bekerja dengan alat yang masih semi automatic. Tidak fokus sedikit maka resikonya dia harus mengulang dari awal. Dan jelas ini sangat tidak efisien sekali. Kalau BOD sampai melihat... Teringat itu, Jessica langsung panik. Dia lupa kalau sekarang sedang ada kunjungan BOD. Bisa-bisanya dia melamun begini sih? Sadar akan kesalahannya, Jessica pun bergegas bangun. Dia hendak minum dulu untuk menyegarkan tenggorokan dan pikirannya. Tapi saat dia berbalik, betapa terkejutnya Jessica karena ternyata di belakang tubuh Jessica tampak berdiri sekumpulan pria yang menatap ke arahnya dengan bingung. Mampus! Modyarrr! Kapan para BOD itu masuk sih? Dan astaga, kenapa tidak ada yang memperingatkannya? Jessica menatap rekan kerjanya yang berdiri sopan di belakang BOD dengan ekspresi pias di balik maskernya. Beberapa tampak meringis ke arahnya, beberapa lagi tampak menyemangatinya. Tanpa perlu disadarkan pun Jessica sudah sadar akan kesalahannya. Si anak baru terang-terangan melakukan kesalahan di depan BOD. Sialan. Ada pintu kaca yang menjadi pembatas antara ruang di mana BOD tersebut berdiri dengan ruang sampel di mana Jessica berdiri. Demi Tuhan, Jessica tidak ingin keluar. Malah sebaliknya, dia ingin mengunci pintu itu agar mereka semua tidak menghakiminya. Tapi sayang, koordinatornya sudah memberi kode agar dia keluar. Dan seolah cobaan ini belum cukup, Jessica kembali dipertemukan dengan sosok yang paling tidak mau ditemuinya. Sosok itu berdiri agak di belakang jajaran BOD yang lebih tua dan menatap Jessica dengan ekspresi menilai yang kental sekali. Dia adalah Devian Mahendra, si tampan yang sudah menghancurkan karir Jessica sebelumnya. What the... hell. "Saya akan tuntut kamu, Jessica." Perkataan itu terngiang-ngiang di telinga Jessica. Seraya melangkah, Jessica seperti memijak kenangan yang membuatnya berakhir di sini. Satu persatu dan membuat Jessica seperti kembali ke masa itu. Dan dalam hatinya dia berdoa semoga dia tidak seapes dulu lagi. Semoga saja dia beruntung. Yah, walaupun hanya setitik. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD