Biji Cinta

2045 Words
Biji Cinta "Anu, eh ... boleh minta nomor telepon kamu? Ah ... ah, maksud aku kan, kalau misalnya mobil aku rusak lagi di tempat yang sepi aku bisa telepon kamu." Astaga aku ngomong apa sih, malunya. Astaga apa yang aku katakan tadi kenapa ini sangat memalukan sekali bahkan seakan-akan dunia ikut menertawakan diri ini. Aku menatapnya sayu mungkin setelah ini dia akan berpikiran aneh. “Ponselmu?” Aku terkejut saat tiba-tiba dia meminta ponselku. “Halo, bukannya kamu meminta nomorku tadi?” Dengan cepat tangan ini mengambil ponsel lalu memberi padanya. “Terima kasih,” ucapku saat dia memberikan kembali ponsel tadi, raut wajahnya tidak memberi ekspresi apa pun. Apa dia kesal atau memang wajahnya seperti itu. Lebih baik segera pergi sebelum ada hal aneh lagi yang menyerangku. Aku masuk ke dalam mobil menginjak gasnya dan segera pergi menjauh dari tempat yang sepi ini. Sesampainya di sini aku langsung membersihkan diri, lalu berbaring sambil melihat kontaknya. Mungkin menghubunginya untuk saling simpan nomor telepon tidak masalah. ‘Aku wanita yang tadi,’ pesanku berharap dia membalasnya tapi sayang hanya dibaca saja. ‘Oke.’ Seketika ada balasan singkat darinya, kenapa dia sangat dingin dan kaku seperti ini apa aku sangat mengganggunya. Hari-hari aku lalui dengan rasa bosan sampai diri ini berani untuk menghubunginya lagi. ‘Mau makan bersama, untuk ucapan terima kasih,’ tawarku dan belum ada balasan sama sekali. Aku melihat ponselku kembali tidak ada balasan dan seperti biasa hanya dibaca saja. Besok paginya aku melihat pesan dari dia mengatakan tidak, aku berharap iya yang dikasih tidak. Mungkin belum waktunya. ‘Jika kamu membayarku aku akan mau,’ balasnya lagi dan seketika hati ini merasa senang. Entah kenapa aku merasa telah menang berhasil membuatnya membalas setiap pesan yang aku kirim padahal kami tidak saling mengenal sama sekali. Semenjak hari itu kami sering jalan bersama. Namun tetap saja dia menunjukkan ekspresi tenang tanpa ada sepata kata pun, kadang dia juga membuat diri ini tertawa membuat rasa nyaman semakin melekat, sebelum papa mengetahuinya aku masih bisa menjalankan hal ini. Aku menunggu balasan pesan dari dia, yang berisi mengajak dia ke taman untuk jalan-jalan mungkin dia masih sibuk bekerja sehingga belum sempat untuk membuka ponsel. Akh, kenapa aku bisa sampai tergila-gila padanya. Padahal sangat jelas kalau dia itu sangat dingin, cuek dan bahkan kadang menganggap diri ini tidak ada kalau lagi jalan bersama. Tidak masalah, setidaknya hari-hariku masih berisi keindahan. Aku mengambil novel yang ada di rak, keseharianku yang lain jika bosan adalah membaca novel. Menunggu balasan dari Jonathan mungkin bisa menghabiskan satu bab terlebih dahulu, aku membuka sampul novelnya dan mulai membaca. *** Di sebuah pulau terdapat seorang anak yang sedang asyik bermain dengan pasir pantai sambil membentuk sebuah istana dari pasir tersebut. Vincent Chandra itulah nama anak itu, anak yang sebatang kara selama hidupnya dan hanya dirawat oleh seekor naga hitam yang sangat kuat bahkan naga yang sangat legendaris. Saat Vincent masih bayi, naga hitam tersebut menemukannya dengan keadaan yang cukup prihatin, melihatnya dari jauh naga itu berniat ingin memakannya, tapi karena wajah yang imut. Hati naga itu tergerak dan mala merawat Vincent. Hingga Vincent berumur 8 tahun, naga itu masih saja merawatnya seperti anaknya sendiri. "Mama, kamu sudah datang?" Vincent memanggil naga tersebut dengan sebutan mama. Naga hitam itu bernama Blavery, Vincent memanggilnya saat melihat Blavery tampak di langit dengan sayap hitamnya yang mengepak di langit biru, Blavery mendekati Vincent, Vincent langsung memeluk kepala Blavery dengan sangat erat sedangkan Blavery hanya menggelengkan kepalanya sambil menatap manja Vincent. "Apa kamu baik-baik saja?" tanya Blavery sambil memeluk Vincent dengan kedua sayapnya. Vincent menenggelamkan tubuhnya dalam dekapan Blavery sambil memejamkan matanya "Tentu saja Ma, aku kangen kamu Mama." "Baru satu jam mama meninggalkanmu, kamu sudah kangen?" Vincent mengangguk membuat Blavery gemas melihatnya. "Aku bosan karena aku tidak punya teman." Wajah yang cemberut ditunjukkannya pada Blavery, Blavery berpikir sejenak, jika dia mencari teman buat Vincent. Vincent tidak akan kesepian saat dia pergi mencari makanan. Tapi, jika dia harus mencari teman buat Vincent. Maka dia harus memilihnya dengan teliti "Ayolah, sekarang mama sudah datang. Kita bermain bersama ya?" Vincent tersenyum dan langsung saja menaiki badan Blavery, Blavery membawa Vincent mengelilingi pulau tempat mereka tinggal, dari tempat ketinggian tersebut, tampak sebuah pulau berbentuk bulan sabit dengan laut biru yang jernih mengelilingi pulau tersebut. "Cantik sekali." Mata Vincent berbinar-binar melihatnya, memang ini bukan pertama kali untuknya. Tapi, melihat pulau yang dikelilingi laut bersih tanpa kapal dan oli kotornya, adalah pertama kali buat Vincent. "Kamu menyukainya?"  "Aku sangat suka Ma, tapi ke mana kapal-kapal yang pernah di sini?" "Mama sudah mengusirnya demi kenyamanan kita." Vincent tidak mengerti maksud dari perkataan Ibunya, yang dia tahu hanyalah mamanya mengusir mereka karena mengganggu tempat mereka, padahal Blavery mengusir kapal-kapal tersebut karena orang-orang yang di dalamnya berusaha untuk menguasai pulau mereka dan mengambil Vincent dari genggaman Blavery. Blavery membawa Vincent turun, "Mama, pergi bentar ayah," ucap Blavery sambil menurunkan Vincent dari punggungnya. Ternyata saat terbang tadi, Blavery melihat sebuah kapal dari arah timur menuju pulaunya. Lantas Blavery berniat mengusir kapal itu, setelah menurunkan Vincent. Blavery pergi mendatangi kapal tersebut, Vincent ditinggal sendiri lagi, kali ini Vincent memasuki hutan dan bermain dengan para burung. Saat dia sedang asyik bermain dengan burung merpati, dia melihat seorang gadis kecil tertidur di tanah dengan tubuh yang basah, Vincent mendekatinya dengan sedikit takut karena Blavery mengingatkannya kalau Vincent tidak boleh mendekati manusia. ##### Blavery menembus awan dengan sangat cepat, dia takut kalau kapal itu mendekati pulaunya dan merebut Vincent, dengan kepakkan sayap yang sangat cepat membuat semua awan terhempas karena angin yang dibuatnya, Blavery berharap dia bisa sampai tepat waktu. "Pergilah dari sini!" teriak Blavery dari atas langit, membuat semua penghuni kapal melihat ke arahnya. "Naga hitam Blavery." Semua orang berteriak melihat kedatangan Blavery. "Kami datang kembali hanya untuk menjemput anak kami yang tertinggal," ucap salah satu dari mereka yang tak lain adalah ketua dari pasukan ini. "Tidak ada manusia lain selain Vincent di pulauku, sekarang kalian boleh pergi sebelum aku menghancurkan kalian."  Semuanya ketakutan, tapi tidak dengan pria tadi. Dia memberanikan dirinya untuk melawan Blavery, walau dia tahu kalau dia akan mati dan kalah. "Aku akan pergi ke sana." Blavery dengan amarah yang membara langsung membuat awan hitam di mana-mana, membuat angin yang sangat kencang dan berniat menenggelamkan mereka semua. Semuanya berteriak, berlari ke sana-kemari sambil memandang awan hitam, sedangkan Blavery hanya menatap sombong mereka semua. "Sekarang!" teriak pria yang berbicara tadi. Sebuah jaring besi turun dari atas tepat mengenai Blavery, Blavery melihat ke atas dan berusaha melepaskan dirinya, tapi jaring besi itu sangat berat dan membuatnya ke tarik ke bawah dan masuk ke dalam laut. "Sekarang Blavery akan mati di dalam laut sana, sebaiknya kita bersiap mencari putriku lagi." Semuanya langsung berangkat menuju pulau yang ditempati oleh Vincent, sekarang nasib Blavery tidak ada yang tahu. Apakah dia sudah mati atau belum. Di lain tempat, di mana Vincent menemukan seorang gadis kecil. Dia masih takut untuk menyentuh gadis itu, tapi rasa takutnya itu dikalahkan saat gadis itu mulai menggerakkan kepalanya. "Apa kamu sudah bangun?" Vincent langsung membantunya berdiri.                                            Gadis itu hanya diam, tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Tapi Vincent berusaha mengajaknya berbicara. "Nama kamu siapa?" tanya Vincent.                                                             Lagi-lagi gadis itu hanya diam, tiba-tiba saja dia menangis kencang dan membuat Vincent menutup telinganya, Vincent tidak tahu harus apa? Akhirnya dia memutuskan untuk menunggu gadis kecil itu berhenti menangis.                                                                                                                                 Beberapa menit kemudian. "Di mana papa dan mamaku?" Itu pertama kalinya gadis itu berbicara. Vincent tidak mengerti maksud dari perkataan gadis itu, yang dia jumpai cuma gadis ini. Tidak ada yang lain.                                                                                                                                        "Aku tidak tahu," jawab Vincent, dan lagi gadis itu menangis kencang sambil memanggil Ayah dan Ibunya.                                                                                                                                            "Jangan menangis, namaku Vincent. Kita akan sama-sama mencari papa dan mammu." Gadis itu diam sejenak dan akhirnya dia mengusap air mata yang ada di pipinya. "Aku Angel," jawabnya, tapi kepalanya tertunduk, mungkin karena Angel belum mengenal Vincent sama sekali.                                                                                                                                "Kenapa kamu bisa di sini? Dan terus kenapa kamu bisa pisah dari orang tuamu?"                       Angel hanya diam, dia tidak tahu harus menjelaskan dari mana. Kedatangan keluarga Angel di sini semula memang diterima baik, tapi tidak lama. Mereka langsung diusir. Blavery mengusir mereka karena mengetahui bahwa salah satu dari mereka memiliki niat yang sangat jahat. Pengusiran dengan cara paksa dan kekejaman pun terjadi. Blavery tidak tahu kalau Angel ada di pulau pada saat dia mengusir semua kapal-kapal yang ada di laut. Itu sebabnya kapal tersebut kembali untuk mengambil Angel. Tapi semuanya menjadi salah paham dari kedua belah pihak. "Ya sudah, apa kamu lapar?" tanya Vincent.                                                                                                                                                  Angel mengangguk, Vincent langsung membawanya memasuki hutan lebih dalam untuk mengambil buah-buah dari pohon. "Ini," ucap Vincent saat buah itu sudah ada di tangannya. Dia memberikan buah berwarna merah terang dan berbentuk bulat tapi kecil kepada Angel, Angel menerimanya dan memakan buah tersebut. Vincent senang, akhirnya dia memiliki seorang teman seusianya. Dia sangat ingin memberitahukannya kepada Blavery, tapi Blavery tidak kunjung datang, Vincent hanya bisa menunggu sampai Blavery datang kembali, Vincent akan bercerita panjang kali lebar tentang Angel padanya.                                                                                                             *** Ya ampun apa ini cerita anak-anak atau aku yang salah beli novel. Aku menutup novel tersebut dan melihat ada balasan dari Jonathan, rasanya jantung ini berdebar apalagi ketika dia mengatakan iya membuatku tidak tahan.                                                                                                                          Langsung saja aku beranjak dari tempat tidur, membersihkan diri lalu berangkat menemui dia sesuai janji yang kami buat, aku mau kami setiap hari bisa melakukan hal ini tanpa adanya halangan.                                                                                                                                        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD