bc

Komedi Putar

book_age16+
237
FOLLOW
1K
READ
drama
comedy
straight
brilliant
male lead
realistic earth
like
intro-logo
Blurb

Fachreza Putra Aryaldi hanyalah seorang lelaki biasa, ia bekerja untuk orangtua, adik dan juga keponakannya. Suatu hari, di kantor Reza kedatangan karyawan baru yang ternyata adalah seseorang dari masalalunya, yaitu Mondhalika Anaya.

Sejak kehadiran Lika, hidup Reza yang tenang menjadi jungkir-balik, belum lagi kehilangan yang harus ia rasakan saat Ayahnya meninggal dunia dan ternyata membuka sebuah tabir rahasia dihidupnya.

Selain Lika, beberapa mantan pacar Reza juga mendekat, pun wanita baru yang sedang ia dekati. Tapi tentu saja, Lika tidak tinggal diam, ia akan melakukan segala cara agar Reza kembali padanya. Namun, semua keputusan ada di tangan Reza, dari semua wanita yang mengelilinginya, siapakah yang akan ia pilih?

chap-preview
Free preview
1. Intro
  Pukul setengah lima, alarm bubar kantor yang gue setting di HP berbunyi, tapi itu gak bikin gue langsung balik, kerjaan gue masih banyak. Oh iya, perkenalkan, gue Fachreza Putra Aryaldi, umur gue 29 tahun, gue single dan gue bekerja di Spicafood Indonesia, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang industri makanan dan minuman kesehatan. Jabatan gue di perusahaan ini adalah Distribution Development Executive, kerjaan gue banyak menuntut gue di lapangan, jadi jangan bayangkan gue kaya CEO yang putih-putih bersih di Korea sana atau kaya yang ada dibayangan kalian. Gue sama sekali tidak seperti itu, dan gue juga gak tajir-tajir amat. Rumah masih nyicil, mobil masih nyicil, banyak cicilan lah. Oke gue rasa cukup tentang gue, itu aja cukup, sisanya biar waktu yang menjawab. Etdaah sok iye...   Sore ini gue masih menyelesaikan laporan mingguan untuk produk-produk yang berhasil lolos, si bos gue rada bawel soalnya, maklum cewek, jadi yasudahlah, terima nasib. Sekitar pukul 6 sore lewat banyak gue menyelesaikan laporan tersebut, gak pake basa-basi, langsung gue kirim ke email bos gue, biar bisa langsung dicek dan kali aja gak usah revisi, amin. Selesai membereskan meja, gue langsung keluar ruangan, ada beberapa anak yang masih anteng di kubikelnya, yaa SFI ini udah kaya rumah kedua buat semua karyawannya, jadi gak masalah lembur, toh kantor nyaman, kopi ada, game ada, semua lengkap lah. Ngantor pake kaus juga boleh, santai banget lah intinya.   "Jo, gue duluan yak!" Seru gue ke bawahan gue, Johan yang tampangnya lagi bingung. "Yo Mas, eh iya lo keruangan Bu Indri dulu gih, dipanggil." Sahutnya. "Bu Indri belum balik?" "Belom katanya ada urusan dadakan, sana gih lo!" "Okay!" Gue langsung menuju tangga, naik satu lantai ke ruangan bos gue, Bu Indri ini jabatannya Distribution Development Manager, yang tadi gue bilang, yang doyan nagih-nagih laporan. Sampai di depan ruangan Bu Indri, gue langsung ketuk dua kali, setelah ada seruan untuk masuk, gue langsung membuka pintu dan menghampiri Bu Indri.   "Ada apa ya, Bu?" Tanya gue. "Ini loh Za, besok siang ada acara penyambutan PR (public relations) baru, tapi saya tuh besok ada perlu, kamu ya yang gantiin?" "Lha, Bu saya kan besok ke lapangan, promo minuman baru." "Minta Johan, Andre sama Tiara aja, saya udah kabarin mereka kok, itu Jo lagi bikin bahan buat besok, oke?" Gue mengangguk, kalo bos sudah bersabda, gue bisa apa selain iya-iya aja? Daripada nanti gue gak dapet promosi.   "Iya bu, jadi besok saya di kantor aja nih gak kemana-mana?" "Iyaa, baik kan saya kamu kerjaannya saya kurangin." Katanya, gue langsung nyengir. "Oke bu, makasih yaa. Ada lagi?" "Gak ada, udah sana, saya nunggu dijemput suami nih." "Saya duluan gak apa, bu?" Tanya gue. "Oh iya silahkan." "Permisi, bu." Kata gue sambil tersenyum lalu berbalik badan. Gue langsung menuju lift, gue udah capek, hari ini sepuluh jam kayanya gue di kantor, dan gue udah pengin minum banget ini dari tadi. Sudah malam, lift gak ngantri, jadi gue langsung aja turun ke basement tempat gue memarkirkan motor gue. Setelah memakai helm, gue menyalakan mesin motor, memakai sarung tangan dan buff barulah gue menggas motor gue ke arah yang sudah sangat gue hafal.   Gue berhenti di sebuah warung tenda yang menjual jamu, letaknya deketan sama rel kereta. Turun dari motor, gue langsung masuk ke tenda dan menyapa Pak Hakim yang sudah sudah sangat akrab dengan gue karena gue adalah salah satu langganannya dari bertahun-tahun lalu. "Biasa, Ja?" Tanya Pak Hakim. "Yoi, Pak!" Sahut gue sambil melepas buff yang gue kenakan, lalu merebahkan kepala gue ke meja kayu tempat Pak Hakim menjejerkan minumannya. Tak lama, segelas intisari terhidang di meja, gue langsung meraih gelas tersebut dan menyesapnya. "Ada berita baru gak Pak?" Tanya gue. Nah ini salah satu kesukaan gue, selain karena intisari, gue selalu balik ke tempat ini karena Pak Hakim adalah seorang pencerita yang baik, dan gue anaknya seneng ngobrol panjang lebar sama orang baru, ngobrolin apa aja. Itulah kenapa gue bekerja menjadi DDE, biar kenal banyak orang. "Tadi si Usep, berantem sama pengendara motor, ya atuh namanya ge jam pulang kerja ya, kereta lewat si pengendara motor sigana kebelet modol, jadi buru-buru, kalo si Usep kaga marah-marah mah geus mosdar eta jelema." Pak Hakim mulai bercerita. "Ya atuh bagus selametin nyawa orang, daripada didiemin mati, entar penjaga kereta yang disalahin, sirine nyala gak?" Tanya gue. "Nyala atuh, kalo gak nyala mah gak bakal si Usep marah, lha sirine udah nyala, masih aja mau nerobos, pan eweh otak-an eta sigana." (Gak ada otaknya itu kayanya) Gue tertawa mendengar penjelasan itu, sambil sesekali menyesap intisari gue.   "Ai gawean kumaha?" Tanya Pak Hakim. (Kalo kerjaan gimana?) "Kitu we lah, biasa." Jawab gue, gue ini tipe pendengar, jadi gue kadang males kalau harus disuruh cerita. (Gitu aja lah) "Ah maneh mah unggal ditanya teh eta weh jawabanna." (Ah elo mah tiap ditanya tuh itu terus jawabannya) "Ya apa lagi atuh Pak? Da emang gitu-gitu doang kerjanya." Pak Hakim hanya mengangguk, gue rasa Pak Hakim mau bales omongan gue, tapi berhubung ada yang dateng, yang sepertinya suami istri, jadi Pak Hakim melayani mereka, meninggalkan gue dengan segelas intisari yang sisa setengah.   Gue melihat jam di tangan kanan gue, sudah hampir pukul 9 malam ternyata. Oke deh pulang aja, meskipun besok gue gak jadi ke lapangan, anggep aja ini bonus gue bisa tidur banyak. "Pak, udah nih." Kata gue sambil menyerahkan selembar uang dua puluh ribu. "Eh pan kemaren kamu masih ada duit di sini, udah gak apa." "Bagi dua rebu atuh Pak, buat parkir." Kata gue. Pak Hakim tertawa lalu memberi gue selembar uang yang gue minta. Gue sama Pak Hakim nih kadang udah kaya anak sama bapak, santai dan udah saling percaya, iyalah udah kenal 9 tahun coy. "Makasih Pak, balik ya!" Pamit gue. "Hati-hati Ja, jangan nerobos yak!" "Atuh siap itu mah!" Seru gue sambil mengangguk lalu keluar dari tenda, gue memakai kembali buff gue, lalu memberikan selembar 2 ribu ke Toyo, entah nama aslinya apa, soalnya orang-orang sini manggilnya Toyo, jadi gue ikutan. "Ati-ati mas Eja." Kata Toyo. "Siaaap Yoo!" Sahut gue langsung menggas motor gue, pulang ke rumah.   Tiga puluh menit di jalan, gue sampai dan parkir di halaman rumah gue, well, rumah orang tua gue sih, rumah gue sendiri sih masih kosong, gak punya pasangan juga, jadi males pulang ke sana. Gue langsung menggembok pintu pagar, ya, sudah malam, gak ada lagi yang bertamu dan gak ada lagi juga yang mau keluar, daripada harus keluar lagi nanti ya mending gue gembok dari sekarang aja. Setelah itu, baru gue masuk ke rumah, ada Mama dan Saphira, adik gue lagi nonton TV.   "Eh Ma, tuh Bang Eja pulang." Ujar Fira, dan gue langsung mendekati Mama, salim. "Malem banget Za pulangnya?" "Mampir dulu tadi, Mam." "Minum ya? Kecium banget di mulut kamu." "Hehehe jamu Ma, Eja ke kamar mandi ya, Mama tidur gih, Papa udah tidur?" "Papa lagi gak enak badan Bang, gak tau tuh kenapa." Kata Fira. "Nanti Abang liat." Kata gue lalu bangkit, berjalan ke kamar gue. Di kamar, gue melepas semua pakaian gue, melilitkan handuk di pinggang lalu ke luar kamar menuju kamar mandi. Ya, semalem apapun balik, gue pasti mandi. Gak bakal bisa tidur gue kalo gak mandi. Tujuh menit di kamar mandi, gue keluar, Saphira masih nonton TV saat gue balik ke kamar. Emang ya tu anak, doyan banget begadang.   Ganti baju pake kaus lusuh dan celana pendek, gue ke luar lagi, nemenin adik gue ini. Yak, sesibuk apapun gue, gue gak mau jadi orang asing untuk adik gue sendiri, dia harus deket sama gue dan kudu nyaman sama gue, apalagi soal cowok. "Kuliah jam berapa besok? Kok belum tidur?" Tanya gue sambil duduk di sampingnya. "Libur Bang, abang gak tidur?" "Belum ngantuk." "Bang?" "Oy??" "Papa tadi bilang sama aku, katanya kepikiran Kak Qila, Abang udah dapet kabar dari Kak Qila?" Tanyanya. "Seminggu lalu, katanya baik-baik aja." "Terus Papa juga khawatir." "Khawatir kenapa?" Tanya gue. "Khawatir Abang gak laku, abis udah mau kepala tiga belum punya cewek. Abang masih gak bisa move on ya dari Kak Aya?" "Sotoy ah! Udah gih tidur." Gue sudah malas kalau ada yang sebut nama cewek itu. Serius, cewek itu merusak sistem kehidupan gue, dan gue amat sangat anti menyebut namanya lagi seumur hidup gue. Titik! Dia sudah mati buat gue. Dia yang bikin kayak gitu.  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K
bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

Dilamar Janda

read
319.5K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.6K
bc

Sang Pewaris

read
53.1K
bc

JANUARI

read
37.3K
bc

Terjerat Cinta Mahasiswa Abadi

read
2.7M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook