Museum

941 Words
Ponselnya terus berdering, Daniel pun menggeser simbol telepon berwarna hijau. Mendekatkan layar pada pendengarannya, tak ada sepatah kata pun yang diucap oleh si penelepon. Daniel mengerutkan dahinya. Tak ada suara sama sekali, lelaki itu terus menajamkan pendengarannya. Hingga dalam hitungan detik, sambungan telepon terputus. Pikir Daniel, apa mungkin orang iseng? Setelah menempatkan diri senyaman mungkin di kursi kerja, dirinya beralih pada komputer di hadapannya. Memeriksa beberapa surel yang masuk. Ada satu yang berhasil menyita perhatiannya, dengan alamat pengirim yang tak jelas. Satu surel baru saja dibaca oleh Daniel, berisikan kalimat 'Daniel, apa kabar? Temukan aku, jangan sampai salah lagi!' . . . . . Ben, baru saja menginjakan kaki di bandara. Satu jam lagi pesawatnya lepas landas. Lelaki itu memutuskan untuk membeli satu cup kopi untuk menemani penantiannya. Seorang diri duduk di kursi tunggu, lelaki berwajah oriental itu merogoh ponselnya. Mengetikkan sesuatu disana. 'Daniel, satu jam lagi pesawatku lepas landas.' Setelah menekan tombol kirim, ponsel kembali disimpan tanpa menunggu balasan. Ben, adalah rekan Daniel sejak keduanya duduk di bangku sekolah menengah, yang kini telah menjadi seorang ahli patologi forensik. Sempat berpisah selama beberapa tahun, lalu dipertemukan kembali untuk menangani suatu kasus, hingga akhirnya Daniel berusaha lari dari masa lalunya dan pindah sampai kesini. Memulai kehidupan barunya. Namun keduanya tak pernah putus komunikasi. Hanya Ben, satu-satunya orang yang sudah lama mengenal Daniel. Juga hanya Ben, yang selalu tahu bagaimana kondisi dan dimana Daniel berada. Ben akan bertugas menjadi seorang ahli patologi forensik di Las Vegas, tempat dimana rekannya menjalani kehidupan barunya. Menjadi sosok yang misterius, bahkan nyaris tak ada satu pun yang tahu nama aslinya. Bersembunyi di balik sebutan Mr.D, seorang profiler handal yang kerap membuat orang salah sangka akan pekerjaannya itu. Beberapa sempat menyangka, Mr.D adalah pemimpin mafia, bahkan pernah ada yang mengira kalau Mr.D itu pembunuh bayaran. Padahal, Mr.D lah yang akan menguak beragam kasus kriminal. Ben, mengeluarkan buku catatan kecil dan sebuah pena dari dalam tas tangannya. Menorehkan beberapa angka disana. Buku itu memang didominasi oleh rangkaian angka. Namun Ben menyebutnya dengan catatan resep obat. . . . . . Salah satu ponsel Daniel kembali berdering, kali ini tanpa ragu ia menjawabnya. Rautnya terlihat begitu serius menyimak penuturan lawan bicaranya di seberang sana. "Aku segera kesana!" Ujar Daniel kemudian memutus sambungan telepon. Ponselnya yang satu itu kali ini ia bawa. Tanpa membersihkan diri terlebih dahulu, hanya sekadar menggosok gigi dan membasuh mukanya dengan air. Daniel segera berganti pakaian, membalut tubuhnya dengan kaus turtleneck hitam diselimuti jas hitam sebagai luarannya, dan tentunya dengan celana bahan yang juga berwarna hitam. Merapikan rambutnya, serta sedikit menyemprotkan parfum. Setelah meraih tas kerjanya yang membingkis semua peralatan yang ia butuhkan, Daniel segera bergegas meninggalkan apartemennya. Mengambil langkah cepat begitu ia melihat pintu lift yang masih terbuka, dan.... Yap, dengan tubuhnya yang ramping ia masih bisa menyelusup ke dalam lift. Begitu menginjakan kaki di basement, lelaki itu segera menekan salah satu tombol pada remote kunci mobilnya agar dapat mengetahui dimana letak parkir mobilnya itu. Disudut sana, sedan berwarna hitam yang begitu elegan itu lampunya menyala kala Daniel menekan tombol. Daniel segera memasuki mobilnya, setelah memasang sabuk pengaman, dirinya melajukan sedan hitam itu dengan kecepatan yang tak tanggung-tanggung. Beruntung jalanan cukup lenggang hari ini, jadi dirinya tak payah menghabiskan waktu berlama-lama untuk bergelut dengan kemacetan. Daniel memasuki sebuah bangunan dengan bertuliskan Nevada State Museum. Setelah memarkirkan mobilnya, lelaki itu dengan tergesa memasuki bangunan itu. Disana sudah ada beberapa anggota kepolisian setempat dengan atribut lengkap yang berjaga, juga para tim penyidik disertai sang ketua yang memberi kabar pada Daniel barusan. Sarung tangan karet sudah merekat di kedua tangan Daniel. Mendekati jasad seorang pria yang terkapar tepat di sebelah salah satu artefak. Ada sebuah tulisan yang tertoreh dengan noda merah di atas lantai, Daniel mensinyalir tulisan tersebut dituliskan dengan tinta darah korban. Tulisan itu berbunyi 'letakkan semua kunci, di atas sejarah.' Setelah mengabadikan tulisan itu dengan kamera ponselnya, Daniel segera menunjukkan apa yang ditemukannya pada ketua tim penyidik. "Itu artinya... Mungkin kita bisa temukan bukti di sekitar sini. Letakkan semua kunci, di atas sejarah. Ini bangunan yang dipenuhi dengan peninggalan sejarah," Tutur lelaki itu. Tim medis baru saja tiba, mereka segera mengevakuasi jasad korban. Segala barang-barang milik korban telah diamankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. "Gali informasi tentang korban, aku akan menelusuri tempat ini," Ujar Daniel. Kemudian lelaki itu segera bertindak menelusuri tiap sudut yang ada di museum ini. Mata yang selalu melemparkan sorot tajam itu mengedar ke segala penjuru. Di sudut atas, ada sebuah cctv yang terpasang. Segera dirinya menuju ruangan dimana ia bisa menyaksikan rekaman dari cctv itu. Dengan didampingi penjaga museum, Daniel diberikan izin untuk memeriksanya, bahkan menyalin hasil rekamannya. Namun beberapa kali Daniel menyaksikan, rekaman itu seperti ada bagian yang sengaja dihilangkan. "Kau tidak berjaga disini?" Tanya Daniel pada seorang lelaki yang bertugas mengamati cctv. Lelaki itu sedikit gelagapan, sebab melihat sorot mata Daniel yang begitu menakutkan serta nada bicaranya yang begitu dingin. "A-aku, sedang, ke toilet tadi," Daniel berdecak mendengar alibi si petugas. Setelah mendapatkan salinannya, tanpa mengucap sekadar kata terima kasih, lelaki itu segera berlalu. Kembali untuk melanjutkan pemeriksaannya. 'letakkan semua kunci, di atas sejarah.' Kalimat itu, terus terngiang dalam kepalanya. Kemudian Daniel menjentikan jarinya. "Di atas sejarah!" Seru Daniel. Pemikirannya mungkin sebuah bukti dapat di temukan di atas papan-papan penjelasan berisikan sejarah yang ada di tiap artefak dalam museum ini. Lelaki itu kemudian segera membacanya satu persatu. Ada kemampuan unik yang dimiliki oleh Daniel, dia mampu membaca cepat dan mengingat banyak hal dalam waktu yang singkat. Ketika dirinya tengah membaca satu persatu papan penjelasan, salah satu ponselnya berdering. "Bagaimana?" Tanya Daniel. Kemudian dirinya menyimak penuturan lawan bicaranya dengan saksama. Namun seketika pupil matanya membesar, seperti ada secercah cahaya yang menyelinap ke dalam kepalanya. Sebuah informasi yang baru saja didapatnya itu menyatakan bahwa, korban merupakan seorang guru sejarah. Maka, kalimat 'letakkan semua kunci, di atas sejarah.' Merujuk bukan hanya pada tempat ini semata. Si pelaku telah berhasil mengelabuinya. "Sial!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD