Hari yang indah dan begitu menyenangkan. Aku merasakan degupan jantungku yang terus menerus bertambah cepat seiring dengan semakin dekatnya waktu janjianku dengannya.
Hari ini, tepat tanggal 11 oktober adalah hari jadianku yang ke-12 dengannya. Waktu berjalan maju dan cepat, sehingga tidak terasa sudah setahun aku pacaran dengannya. Rasanya tidak bisa percaya jika dia adalah lelaki yang kini berstatus menjadi pacarku. Walaupun belum ada yang tahu mengenai itu.
Awal aku mengenalnya dari temanku yang menyukainya. Temanku itu memintaku untuk menjadikan dia temanku, sejenis mata-mata sebelum temanku sendiri yang maju dan melakukan pendekatan. Namun agaknya, aku mulai dianggap menikung saat lelaki itu justru menyukaiku bukan temanku. Sebagai manusia yang cukup baik, menurutku, aku DC dia dari kontak BBM milikku.
Semuanya pun kembali normal, hanya sehari. Karena hari berikutnya dia kembali melayangkan permintaan pertemanan di BBM. Saat itu, aku galau menentukan di antara menerima permintaan pertemanannya atau tidak. Jadi aku meminta pendapat pada temanku itu. Di luar dugaan, temanku mengizinkan. Agak terkejut rasanya mendengar jawaban darinya karena bagaimanapun dia sempat mengatakan aku tukang tikung. Tapi saat aku tahu alasannya mengizinkanku, aku memaklumi. Ternyata dia sudah punya gebetan baru.
Jika mengatakan bahwa temanku memiliki kemampuan move on yang tinggi, aku setuju. Namun, aku bersyukur untuk itu karena pada akhirnya aku bisa kembali menjalin hubungan dengannya, lelaki yang sudah mencuri hatiku meski belum pernah bertatap muka, hanya saling mengagumi dari perkataan dan foto profil yang sudah diambil dengan perjuangan agar bagus dan masih pula diedit dengan aplikasi foto.
Aku senyum-senyum sendiri, kembali teringat akan pertemuan kami setelah dua bulan menjalani hubungan tanpa status. Dia tampak gugup, canggung tapi mau saat menggenggam tanganku. Di pertemuan pertama itu pula untuk pertama kalinya dia memelukku. Percayalah, saat itu aku merasa jantungku akan berhenti berdetak jika dia melakukan lebih dari itu.
Aku mengira pertemuan pertama kami waktu itu akan menjadi yang terakhir. Karena saat itu, aku sudah melakukan kebohongan besar yang memang sengaja aku lakukan untuk memilikinya. Aku takut ketahuan tapi merasa tertantang pada saat yang bersamaan. Namun, aku merasa lega dua hari kemudian karena ia mengajak ketemuan untuk kedua kalinya, dimana pertemuan kedua itu kemudian berlanjut menjadi yang ketiga, keempat dan hari ini tanpa terasa sudah setahun kami jadian.
Hari ini kami akan ketemu untuk merayakan anniversary pertama kami. Sekarang, aku baru saja selesai mandi. Aku tengah melumuri tubuhku dengan handbody lotion yang biasa aku gunakan. Tak lupa juga menggunakan deodoran untuk mengantisipasi bau ketek. Ya meski aku selalu rutin minum jamu setiap tiga hari sekali, tidak ada salahnya untuk melakukan pencegahan, seperti kata pepatah mencegah lebih baik daripada ketahuan bau ketek, apalagi bau kaki.
Selanjutnya, aku mencoba memilih baju yang pas untuk aku gunakan. Ini adalah pertemuan penting untuk kami, karenanya aku tidak mau tampil jelek di hadapannya.
Setelah kurang lebih satu jam, akhirnya aku putuskan menggunakan rok panjang berwarna abu-abu dengan desain bunga-bunga di bawahnya dan kemeja berwarna biru dongker dengan gambar meow di depan serta kerudung paris hitam.
Aku sangat menyukai kucing, jadi tidak mengherankan jika hampir semua baju kemeja dan kaos milikku bergambar meow. Walau hanya gambar wajah kucing saja bukan seluruh badan. Aku juga memelihara empat kucing yang aku namai Roro, Niken, Aron dan Toto. Mereka terdiri dari dua kucing jantan dan dua kucing betina yang memiliki perpaduan 3 warna yang berbeda-beda.
Cukup lama aku memoles wajahku dengan foundation, bedak dan sedikit lipsgross di bibir. Aku ingin tampil secantik dan seanggun mungkin di depannya. Aku tahu kalau aku bukan gadis paling cantik di dunia ini, tapi hari ini aku ingin jadi yang paling cantik di depan lelaki yang aku cintai.
Setelah selesai, aku pun mengambil tas ransel coklat sekolahku dan menggunakan sandal selop. Aku harap dia akan menyukai penampilanku hari ini.
"Kayak anak SD," celetuk Elvira, adikku saat melihatku keluar dari kamar.
"Baguslah, aku jadi tampak sangat muda," sahutku yang langsung disambut muka sebal Elvira.
Aku hanya tersenyum, enggan berdebat lagi. Aku pun segera menelpon lelaki itu untuk mengatakan padanya bahwa aku sudah siap, tinggal dijemput lalu pergi.
Tak lama kemudian, dia datang dengan sepeda motor maticnya. Hari ini dia mengenakan celana jeans berwarna biru tua dengan hodiee polos berwarna abu-abu. Aku pun naik ke sepeda motornya, sempat ragu beberapa detik tentang haruskah aku memegang pinggangnya atau tidak. Pada akhirnya, aku memutuskan tidak melakukannya. Aku tidak mau dia menganggapku agresif.
Jalanan sungguh kejam, aku nyaris jatuh dan beberapa kali terhentak ke depan, sehingga aku mulai melingkarkan satu tanganku ke pinggangnya. Dia diam saja, tidak bereaksi sehingga aku bingung haruskah kulanjutkan atau tidak. Aku penasaran, apakah dia begitu karena dia menyukai tindakanku atau malah tidak tahu harus merespon bagaimana.
Kami tiba di sebuah taman. Setelah memarkirkan sepeda motornya, dia mengajakku berjalan-jalan sambil mencari tempat duduk yang masih kosong. Sore ini taman ini lumayan ramai dengan pengunjung sehingga kami harus berjalan agak jauh untuk mencari tempat duduk yang masih kosong atau minimal cukup ditempati berdua. Diutamakan harus sepi agar tidak terlalu mengganggu privasi.
Cukup lama kami berjalan hingga akhirnya menemukan tempat duduk yang sepi, kosong dan strategis. Sebelumnya ada pasangan lain yang duduk di sana tapi sudah pergi barusan karena mungkin merasa kasihan pada kami yang tidak juga duduk meski sudah berkeliling taman empat kali.
Kami pun duduk bersama, mengobrol dan mulai bersenda gurau selayaknya pasangan yang masih dilanda asmara walau sudah setahun bersama. Sesekali kulayangkan cubitan gemes di lengan dan telapak tangannya dan ia balas aku dengan cubitan sayang di pipiku. Aku hanya tersenyum malu saat kudengar ia membisikkan kata cinta dan colekan lembut di hidungku.
"Ai," panggilnya.
"Ya?"
"I love you," bisiknya membuat pipiku seketika merona merah.
"Jleb banget curang!" protesku.
Dia hanya tertawa puas lalu mendaratkan kecupan di pipiku. Aku hendak memukul pelan lengannya sebagai tanda protes tetapi ia menangkap tanganku lebih dulu.
"Happy Anniversary, aku cinta Ai," katanya dengan menatap lekat mataku penuh cinta.
"Aku juga cinta yang," balasku.
Kami bertatapan. Dia tersenyum manis, aku juga. Kami hendak saling merangkul seandainya dia tidak tiba-tiba berbisik dan membalikkan badannya.
"Ai!!" bisiknya.
"Kenapa?" tanyaku dengan berbisik pula.
"Ada temanku," jawabnya masih berbisik juga.
"Heh? Trus?" tanyaku, mulai gugup dan tanpa sadar gemetar.
"Ai ambil sepeda motorku, ini kuncinya. Aku tunggu di luar, okey?" usulnya.
Aku mengangguk mengiyakan.
"Oke," kataku setuju.
Aku mengambil kunci sepeda motornya lalu mulai berjalan cepat menuju parkiran sementara dia segera mengenakan tudung hoodienya dan berlari kabur keluar taman.
Aku bayar parkiran dan segera keluar dari taman dengan tergesa-gesa, agak susah karena harus menyembunyikan wajah pula agar tidak dikenali. Hubungan kami back street, bukan hanya dari orangtua masing-masing tetapi juga dari semua orang yang kenal kami. Mengapa? Itu semua karena kebohonganku yang kini sebenarnya sudah diketahui olehnya.
Aku menoleh kiri-kanan, mencari keberadaannya dan tersenyum geli saat melihatnya duduk di tepi jalan dengan tudung kepala dan menundukkan kepala ke bawah. Entah kenapa lucu melihatnya begitu.
"Yang," panggilku.
Dia mendongakkan kepalanya dan segera tersenyum cerah saat melihatku. Dia langsung naik ke sepeda motornya.
"Lah, aku yang nyetir?" tanyaku.
"Iya, buruan!" katanya memintaku segera melajukan sepeda motornya.
Aku menurut, kulajukan sepeda motornya dengan posisi yang sudah terbalik. Aku yang menyetir sedangkan dia membonceng. Setelah cukup jauh, akhirnya kami berubah posisi lagi.
Aku melingkarkan tanganku di pinggangnya lalu merebahkan kepalaku di pundaknya. Hangat dan manis sehingga tidak sadar melengkungkan senyuman. Hatiku seperti kedatangan sejuta kupu-kupu.
"Maaf ya, jadi berantakan anniversary kita," katanya merasa bersalah.
"Nggak apa-apa," ungkapku seraya memeluknya lebih erat.
"Ai, nggak bisa napas!" protesnya.
Aku tertawa, ngakak dan tanpa sadar mencubit sedikit perutnya. Ia melenguh pelan dan terbahak sedetik kemudian.
"Geli lho!" katanya.
"Biarin!" sahutku.
"Besok aku ganti, deh!" ungkapnya.
"Nggak bisa," tolakku.
"Kenapa?" tanyanya.
"Kuliah,"
Dia manyun.
"Ai sih, kuliah!" katanya sok ngambek.
"Lah kok nyalahin aku? Salah iyang itu," bantahku.
"Salah Ai," katanya maksa.
"Iyadah," kataku mengalah.
Dia tersenyum.
"Bolos ya," pintanya.
"Nggak,"
Dia manyun, kecewa.
"Lusa aja," usulku.
"Nggak bisa," katanya.
"Kenapa?" tanyaku.
"Binjar," jawabnya.
"Yasudah, kapan-kapan!" putusku.
Dia menghentikan sepeda motornya lalu menoleh ke arahku. Kami berpandangan beberapa detik lalu secara mengejutkan dia mendaratkan ciuman kecil di bibirku dalam dua detik.
"Kena!" katanya lalu buru-buru menyalakan lagi sepeda motornya.
"Curang!!" pekikku,
Aku pukul pelan punggungnya. Dia tidak merespon. Karena tanpa melihat, aku tahu bahwa saat ini kami tengah membentuk senyuman di bibir untuk sepanjang perjalanan kami.
Lelaki ini adalah pacarku. Kami sudah berpacaran selama setahun, dimulai sejak dia kelas X. Sekarang dia sudah kelas XI. Sementara aku, hanyalah mahasiswa baru di awal semester untuk mendapatkan gelar S2.