bc

Ikhtiar Cinta Bersamamu

book_age16+
980
FOLLOW
6.1K
READ
love-triangle
doctor
drama
sweet
Writing Challenge
campus
office/work place
spiritual
like
intro-logo
Blurb

SEKUEL OF "KATA CINTA DALAM DOA"✔

PERHATIAN!! DIHARAPKAN BACA CERITA "KATA CINTA DALAM DOA" TERLEBIH DAHULU, SEBELUM MAMPIR KE CERITA INI ✔

*

Membangun rumah tangga sakinah, mawaddah, dan warahmah adalah impian semua orang. Termasuk bagi pasangan Alysa dan Arzan, mau pun Nadya dan Rafka. Ini sudah memasuki tahun kesekian kalinya mereka menjalin kehidupan baru. Dan memulai cerita di negeri ginseng yang kini menjadi awal kisah mereka.

Bersama sang adik, yakni Arista yang tak sengaja bertemu dengan seorang menyebalkan baginya. Dan celakanya seorang lelaki itu nekat mengajukan lamaran. Kehendak yang telah kesekian kalinya ia tolak menerima lelaki tersebut. Namun apa jadinya bila kedua sejoli itu benar-benar dipersatukan?

Tak hanya mereka. Kisah ini pun menyangkut dengan kegelisah seorang insan terhadap pilihan keyakinan yang akan diputuskan. Mencari cinta sejati lewat kalimat doa yang terpendam. Bersembunyi dalam diam, menujukan jalan cinta dalam ikhtiar terhadap-Nya.

chap-preview
Free preview
ICB 1
Gyeonggi, South Korea Musim gugur di Korea Selatan membuat Nadya, Rafka, dan Arista tak menghentikan aktivitas jalan-jalan mereka di daerah Gyeonggi, Korea Selatan. Salah satu provinsi yang sangat berdekatan dengan kota Seoul. Saat ini mereka sedang berada di taman 'Garden Of Morning Calm'. Salah satu taman bunga yang sangat indah dinikmati bila musim gugur tiba.  Sudah sekitar hampir setahun mereka tinggal di Korea Selatan, tepatnya di kota Gangnam Seoul. Bukan hanya mereka saja, tapi juga pasangan di keluarga mereka yaitu Alysa dan Arzan. Kepindahan ke negeri ginseng tersebut karena Arzan mengajak Rafka untuk menerima pekerjaan sebagai dokter pindahan di Seoul. Alhasil, Arista juga ikut serta berada di Seoul, karena ia juga mengambil kuliah magister teknologi pendidikan di Korea University.  "Nad, itu bagus tuh! Fotoin, dong?" kata Arista saat Nadya menyodorkan kamera DSLR miliknya. Begitu pun Nadya hanya bisa menggeleng pelan melihat tingkat adik iparnya itu yang juga seumuran dengannya. Klik! Sorotan kamera mengenai diri Arista ketika gadis itu berpose sesuka hati di depan pemandangan taman bunga dengan musim gugur yang begitu menawan. "Nih," ujar Nadya dan memberikan kamera itu pada Arista kembali.  "Aigo! Very nice! Coba kalian foto ala prewedding atau foto ala honeymoon di sini. Pasti hasilnya bagus-bagus," kata Arista, lantas memuji gambar dirinya di kamera yang ia genggam. "Hmm ... gini aja, Arista di situ dulu ya? Sekarang, giliran Kakak yang minta tolong, fotoin Kakak sama Nadya ya, Dek?" ucap Rafka seraya jemarinya mulai menarik lengan istrinya, Nadya.  "Loh? Jadi maksud Kak Rafka, gara-gara aku ngomong foto ala prewed dan honeymoon, sekarang aku yang jadi fotografer kalian?" Arista menggerutu.  "Haha ... anggap saja ini momen honeymoon Kakakmu yang tertunda kemarin. Udah, nggak usah banyak protes. Sebentar lagi Kakak traktir makan, deh. Tapi, fotoin dulu, dong?" kata Rafka dengan senyum jahilnya.   Arista menarik napasnya, "Sepertinya aku udah jadi obat nyamuk beneran!" Lalu dengan satu tekanan pada tombol kamera, sorotan cahaya lensa dari kameranya telah mengambil gambar-gambar Rafka dan Nadya. Lagi-lagi pose kemesraan mereka berdua membuat Arista menahan hatinya. Ia harus mau menuruti tingkah kakak laki-lakinya itu untuk menemani pergi kemana saja bersama Nadya—ketika Arista sedang tak ada lagi jam kuliah. Bagaimana tidak Arista merasa cemburu melihat pasangan halal yang sedang berjalan dengannya? Padahal sang kakak tahu sendiri jika adiknya tak punya pasangan, atau kata lainnya Arista lagi jomlo. Miris dan baper pastinya saat Rafka mengajak adiknya itu jalan-jalan bersama Nadya. Mentang-mentang sekarang udah punya istri. Aku disuruh ikut jalan untuk jadi obat nyamuk mereka. [1] I jit I jigeowo jugetseo! Umpat Arista dalam hati. Kalau saja Arista mengucap bahasa Korea yang ia umpat dalam hatinya, Rafka akan memarahi adiknya habis-habisan. Yang ada Arista akan dapat ceramah lagi. Akhirnya mereka bertiga tiba di salah satu satu tempat duduk di pinggir danau taman. Sembari membawa makanan dan minuman yang baru saja mereka beli. Arista, Nadya, dan Rafka saling duduk di sana sembari menikmati pemandangan yang mengesankan. Menghabiskan waktu musim gugur di Korea Selatan adalah mimpi yang lama Arista idamkan, semenjak ia belum berhijrah. "Gimana kuliahmu, Ris?" tanya Rafka seraya menggigit sepotong sosis goreng kentang khas Korea Selatan itu. "Ya ... [2] gwaenchanayo. Aku biasa berkomunikasi menggunakan bahasa inggris sehari-hari di kampus, tapi akhir-akhir ini, aku udah mulai bisa berbicara bahasa Korea, Kak," balas Arista dengan senyum kecilnya. "[3] Jaemi iss-eoyahabnida! Seru banget kalau kamu udah bisa berbahasa yang sama dengan teman-teman kuliahmu, Ris," ucap Nadya. Ia sedikit mahir berbicara bahasa Korea. Karena hampir setiap kali pasien datang ke rumah untuk sekadar berobat pada suaminya, suaminya selalu terbiasa berkomunikasi dengan bahasa Korea dengan pasien-pasiennya. Dari sanalah Nadya biasa mendengar bahasa Korea yang digunakan Rafka sehari-hari pada sang pasien, dan juga Nadya mulai sedikit belajar berbahasa Korea. Selain Rafka bekerja sebagai dokter di salah satu rumah sakit terkemuka di Seoul, Rafka juga membuka dokter praktik di rumahnya sendiri di Seoul. "[4] Ne. Kalau Kak Rafka, apa kabar kerjanya? Aku lihat—sibuk banget, sampai baru sekarang ngajak jalan-jalan. Kasihan Nadya, Kak, kalau dianggurin mulu. Menghabiskan waktu bersama istri itu juga sangat perlu dalam berumah tangga," kata Arista. Rafka menampilkan senyumnya, "Namanya juga amanah, pekerjaan tidak bisa kutinggalkan begitu saja. Lagian, yang kebanyakan protes mulu karena Kakak selalu kerja terus itu kamu. Bukan Kakak iparmu. Nadya malah nggak protes, selama masih ada kak Alysa yang selalu nemenin." Arista mengerucutkan bibirnya sebal, "Apaan sih! Lagian aku heran sama Kak Rafka. Nadya kan—udah punya gelar sarjana kesehatan masyarakat. Terus, kenapa Kakak larang istri bekerja? Nadya juga bisa bantu-bantu Kak Rafka di rumah sakit, kalau Kakak mengizinkan." "Arista, apa kata Kakakmu itu benar, nggak ada yang salah. Seharusnya istri memang tidak bekerja, kerjanya ya ngurus rumah dan ngurusin suami, dan anak nantinya. Aku ini sebagai istri Kakakmu, wajib mematuhi segala perkataannya selagi benar," ujar Nadya. "Tapi, Nad. Memangnya kamu nggak sumpek di rumah mulu? Kamu bisa bekerja, Nad. Sayang dong, gelar sarjana nggak dipakai juga," Arista bergumam lagi. "Pendidikan tinggi itu memang butuh bagi generasi wanita. Apalagi yang udah jadi Ibu, yang bisa mendidik anaknya untuk menjadi lebih baik. Anak-anak kita kelak juga sangat butuh didikan dari orangtuanya. Karena madrasah pertama anak-anak kita itu memang dari si Ibunya," ucap Nadya. "Iya-in aja, deh. Tapi, Nad, memangnya kamu nggak punya cita-cita apa gitu?" tanya Arista. "[5] Geogi." Arista menatap heran pada Nadya saat gadis itu berkata. "[6] Naneun neowa gat-eun kaempeoseueseo naui ju-in-eul gyesog jihwi hal geos-ida," ucap Nadya dengan sangat pelan agar Arista mengerti perkataannya. "[7] Jeongmal?" Arista seolah tak percaya. "Sayangnya, Kakakmu ini udah mendaftarkan Nadya ke kampusmu kemarin, Nadya sudah ikut tes masuk tanpa kamu tahu. Dan hasilnya itu—Nadya diterima di jurusan kesehatan." Rafka menambahkan sembari menunjukkan isi pengumuman mahasiswa baru tingkat magister di Korea University di ponselnya pada Arista adiknya. "[8] Geuraeyo? Sampai-sampai aku dikasi tahu sekarang? Kak Alysa dan Kak Arzan pasti sudah tahu?" ujar Arista. "Ne. Kakak memberitahumu paling belakang, karena Kakak pikir—ini cukup bagus untuk disebut kejutan. Nadya akan berkuliah bersamamu, maka kamu juga wajib menjaga Kakak iparmu selama kuliah nanti. [9] Ihaehani?" kata Rafka seraya mengacak puncak kerudung Arista dengan gemasnya. "[10] Araseo! [11] Mujag-wilo chuchulhaji masibsio! Nanti yang ada kerudungku kusut lagi gara-gara tangan jahil Kak Rafka, ihs!" ucap Arista dengan nada kesal. Nadya dan Rafka hanya tertawa lepas melihat tingkah Arista yang selalu terlihat kesal. *** Seoul, South Korea Perlahan Alysa menyibak sebagian kain gorden di jendela rumahnya. Senyumnya tersimpul saat menatap pemandangan taman kecil yang berada di halaman rumah. Sabtu itu ialah hari libur, begitu pun Alysa memiliki waktu luang bersama sang suami. Selagi Arzan sedang libur bekerja di rumah sakit. "Al, kamu lagi ngapain? Ngelihat pemandangan di luar kayak yang senyum-senyum gitu?" Arzan berkata sembari menghampiri istrinya yang sedang berdiri di dekat jendela ruang tamu. "Mas, keluar yuk? Barusan aku telepon Nadya, katanya dia sama Rafka dan juga Arista, lagi jalan-jalan ke daerah Gyeonggi. Mas, mumpung lagi libur, nih. Sekalian kita bawa Aiza, terus jalan-jalan, mau ya, Mas?" pinta Alysa. Arzan menghela napasnya pasrah, "Kalau kamu yang minta, kenapa nggak? Kamu mau kemana? Aku temenin, deh. Tapi ya—jangan nyusul Nadya sama Rafka juga, Al. Mereka ada di luar kota, loh. Sekitaran Seoul kan, banyak wisata juga, ya?" Arzan menawarkan. Alysa mengiyakan, "Ok, Mas siap-siap aja dulu. Aku mau nyiapin keperluan putri kita dulu, Mas. Sekalian mau ambil Aiza di kamar. Udah ah, sana ..." Arzan hanya membalas dengan senyum hangatnya dan menarik langkahnya dari hadapan istrinya. Sementara Alysa, ia kembali berjalan ke arah kamar. Menyiapkan keperluan yang akan ia bawa untuk Aiza putri pertamanya. Perlahan Alysa menatap anaknya yang baru saja berusia setahun lebih itu—dengan penuh kasih sayang. Alysa mendekat dan pelan-pelan menggendong Aiza. "Sayang, Umi mau ngajak Kakak jalan-jalan. Pasti Aiza senang, dong? Mumpung Abi lagi libur kerja juga. Ya udah, Kak Aiza ganti baju dulu, ya," ujar Alysa seraya mengecup gemas pipi Aiza. Huriyah Aiza Mukhbita, ialah putri pertama Alysa dan Arzan yang lahir setahun yang lalu. Putri bidadari surga yang mulia, arti dari nama yang Arzan berikan untuk anaknya. Biasanya Alysa dan Arzan memanggilnya Aiza atau Kak Aiza. Sejak setelah anak mereka lahir, Nadya dan Rafka pindah rumah. Nadya dan Rafka telah membeli rumah minimalis sederhana yang akan mereka singgahi. Bersama Arista yang memilih ikut serta bersama Rafka dan Nadya. Hingga tibalah Alysa, Arzan, dan juga Aiza putri kecil mereka telah berada dalam mobil. "Sudah siap, Umi?" kata Arzan lantas telah bersiap di depan setir mobilnya. "Planning-nya mau kemana aja, Mas?" jawab Alysa. "Aku panggil Umi loh, harusnya panggil Abi juga." Arzan memanyunkan bibirnya seolah berkata manja pada sang istri. "Ih, Mas, jadi cowok, jangan manja kayak gitu," protes Alysa. "Manja sama istri sendiri mah, sah-sah aja kali," jawab Arzan seraya mulai mengemudikan mobilnya. Alysa meledakkan tawa. "Kok ketawa? Lucu ya?" tanya Arzan heran mendengar tawa istrinya. "Nggak, nggak, nggak gitu, Mas. Boleh kok manja sama istri. Terus, Abi mau ajak Umi sama Kakak kemana, nih?" "Nah gitu, dong. Jalan-jalan kemana aja yang Umi suka, Abi pasti anterin." "Hmm ... ya itu namanya Abi juga belum tahu mau ngajak jalan-jalan kemana," jawab Alysa menghela napasnya. Sedangkan Aiza berada di pangkuan Alysa seraya tertidur nyenyak. Mungkin karena berada di perjalanan dalam kendaraan, Aiza mulai tertidur lagi. "Aiza tidur lagi?" "Iya, Bi. Aiza sudah biasa kalau diajak jalan naik kendaraan, selalu tidur." "Tapi lucu ya? Gemas kayak Uminya. Hehe ...." Wajah Alysa bersemu merah. Spontan ia mencubit Arzan dengan gemas. "Mas, serius nih! Mau kemana kita?" kata Alysa. "Hmm ... gimana kalau ke Insadong aja? Sekalian kita belanja di sana." Kali ini Arzan menawarkan. Alysa menautkan kedua alisnya, "Mas, kita ke sana udah sering, loh. Masa iya jalan-jalan cuma mau belanja doang?" Kali ini Alysa protes. "Kita sekalian wisata kuliner di sana. Makan romantis juga bisa. Terakhir kali kita ke Insadong itu nggak sama Aiza loh, Al." "Ya udah, deh. Apa kata mas aja." Alysa mengalah. "Nah, yang penting kita jalan-jalan, kan?" balas Arzan seraya tetap fokus menyetir. *** Gyeonggi, South Korea Kali ini Arista berjalan terpisah dari Rafka dan Nadya. Sengaja Arista menghindari mereka dan memilih berjalan sendiri di taman. Masih mending jalan sendiri kayak gini, daripada harus ngikutin Kak Rafka sama Nadya yang lagi kencan. Hmm ... Kak Rafka nikah waktu umur dua puluh tiga, terus Nadya umur dua puluh satu. Muda banget mereka. Nah, aku aja yang udah umur dua puluh enam, masih aja jomlo. Hmm ... pantas nggak sih, cemburu sama Kakakku sendiri? Kapan coba—aku bakalan nikah kayak mereka? Arista bergumam dalam hatinya. Srakk! Spontan kaki Arista terjatuh mengenai bebatuan yang baru saja ia sadari. "Aww!" rintihnya seraya memegang lututnya yang terluka yang tertutup gamis berwarna krem. Ck! Arista mengeluh kesakitan sembari masih terduduk lemas. "[12] Neo gwaenchanh ni?" suara seorang laki-laki spontan membuat Arista mendongak ke atas. Arista menatap heran saat laki-laki tersebut mengulurkan telapak tangannya pada dirinya. *** Translate Korea Languange: 1. Menyebalkan sekali! 2. Baik-baik saja 3. Pasti seru! 4. Ya 5. Ada 6. Aku akan melanjutkan magister di kampusmu 7. Benarkah? 8. Begitu ya? 9. Apa kamu paham? 10. Paham! 11. Jangan mengacak sembarangan! 12. Apakah kamu tidak apa-apa? 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Marry The Devil Doctor (Indonesia)

read
1.2M
bc

I Love You, Sir! (Indonesia)

read
260.9K
bc

Orang Ketiga

read
3.6M
bc

Love Me or Not | INDONESIA

read
535.7K
bc

Skylove (Indonesia)

read
109.5K
bc

Perfect Honeymoon (Indonesia)

read
29.7M
bc

DRIVING ME CRAZY (INDONESIA)

read
2.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook