Prolog
Reihan menghela napas panjang melihat Keira yang mulai menyusun baju-bajunya kedalam koper. Reihan pun mulai berjalan mendekati Keira, dia memegang tangan Keira dan membuat Keira menghentikan gerakannya menyusun bajunya.
"Sayang.. kita bisa bicarakan masalah ini dengan baik-baik kan? Kamu gak perlu pergi seperti ini," Tutur Reihan.
Keira menatap Reihan tajam. Dia menghempaskan tangan Reihan dan detik berikutnya dia kembali melanjutkan kegiatannya.
"Kei.. kamu mau kemana?" tanya Reihan. Sebenarnya pria itu sudah sangat pusing menghadapi semuanya.
"Pulang."
"Pulang ke mana? Ini rumah kamu sayang.." Reihan mencoba untuk membujuk Keira agar tidak pergi dari rumah. Walaupun dia sadar jika Keira tidak semudah itu untuk dibujuk.
"Ke rumah papa."
"Kei kamu ini lagi hamil.."
Keira yang mendengar itu mengentikan kegiatannya. Dia langsung menoleh ke arah Reihan.
"Itu kamu tau. Kamu tau kalau aku lagi hamil Rei. Tapi kamu selalu aja buat aku stress. Udah lah aku rasa aku lebih baik pulang ke rumah orang orang tua aku. Aku harus menenangkan diriku." Jelas Keira. Dia sudah sangat lelah dengan semua masalah yang ia hadapi.
"Kei... Kamu enggak bisa gini dong sayang.. Aku ini suami kamu.. kita bisa bicarakan semuanya dengan baik-baik."
"Rei.. aku ini juga istri kamu. Aku enggak bisa terus kayak gini. Aku capek Rei. Dia selalu aja hadir di kehidupan kamu. Aku capek terus gini.. aku selalu berharap setelah kita menikah, hanya ada aku Rei.. hanya aku. Tapi sepertinya itu enggak mungkin. Bayang-bayang Riska selalu ada di kehidupan kamu."
"Kei.. Riska di--"
"Kenapa? Dia butuh kamu? Jadi aku?" Keira bertanya dengan nada yang mulai meninggi. Detik berikutnya dia tertawa getir kepada dirinya sendiri.
"Benar Rei.. dia butuh kamu. Aku tidak membutuhkan mu. Dan aku rasa, anak aku ini juga tidak butuh ayahnya!"
---