Prolog
“Sampai kapanpun aku tidak akan pernah sudi membuka hijab hanya untuk lelaki sepertimu.”
Satu tekad, sebuah keteguhan hati yang Nadia miliki.
Nadia Argani Mahasin (29) menyadari bahwa sebagai manusia dirinya bukanlah makhluk yang sangat suci dan sebagai perempuan ia hanya bisa menjaga kesuciannya oleh dirinya sendiri, terlebih dirinya hanyalah gadis sebatangkara yang menggantungkan hidup pada pundak sendiri. Nadia sadar bahwa dirinya belum menjadi makhluk sempurna, dan kesempurnaan tidak akan pernah terjadi padanya. Namun ia bertekad, sekalipun ia tidak bisa menjadi makhluk sempurna, ia ingin menjadi seseorang yang lebih baik dari hari ke hari.
Penampilan Nadia pun belum sampai di titik dimana mengenakan khimar syar’i atau menggunakan niqab yang menutupi wajahnya. Ia masih perempuan berhijab seperti pada umumnya. Hanya menutup seluruh auratnya dengan pakaian yang longgar. Masih jauh dari kata baik sesuai dengan aturan agama. Tapi setidaknya Nadia ingin hari demi harinya berubah menjadi lebih baik daripada kemarin, terutama dari masa lalu yang selalu ia tutup rapat-rapat.
Akan tetapi cobaan demi cobaan perlahan datang menguji tekad dan kesabarannya. Apalagi setelah pertemuannya dengan laki-laki angkuh, pongah dan sombong bernama James Palevi Rajaswa (32). James dengan semua titahnya sangatlah mengganggu, kesombongan yang lelaki itu miliki pun sukses membuat kebencian tumbuh dari dasar hatinya. Terlebih saat James yang merupakan bos-nya itu tiba-tiba berkata pernah bertemu dengannya lalu mengorek semua informasi hidupnya. Sampai di titik dimana salah satu kelemahan Nadia terungkap kemudian dijadikan senjata untuk menekannya.
James tertawa sengau. “Oh ya? Jadi lebih memilih memundurkan diri dan pergi tanpa pesangon?”
James berjalan mendekat secara perlahan, membuat suara gema dari langkah sepatu itu terasa begitu mengintimidasinya.
“Lalu dengan apa kamu akan melunasi utangmu?” James kembali menyeringai. “Setiap saat utangmu akan terus bertambah dan akan semakin membengkak dengan bunga yang juga harus kamu tanggung.”
“Masih yakin, ingin pergi dari perusahaan?”
Rahang Nadia mengatup, tanpa berpikir panjang perempuan itu kemudian meraih bolpoin lalu membubuhkan sebuah tanda tangan di atas dokumen perjanjian itu.
“Tidak ada keraguan sedikitpun dalam hatiku untuk keluar dari perusahaan ini. Dengar Mr. James. Aku, tidak akan pernah takut pada ancamanmu. Camkan itu.”
Nadia pikir dengan menjauh dari lelaki itu hidupnya akan lebih tenang, tetapi nyatanya tidak. Apalagi utang yang ia miliki akan benar-benar semakin membengkak dan tidak akan pernah bisa ia lunasi seumur hidupnya. Namun tentu saja akan selalu ada jalan bagi orang yang memiliki hati tulus bukan? Keberuntungan masih berpihak pada Nadia ketika pemimpin perusahaan pusat tidak menyetujui pengunduran dirinya. Hingga akhirnya ia kembali bekerja dan harus berhadapan dengan James.
Akan tetapi ketika ia kembali bekerja. Nadia tidak tahu, apakah ini benar-benar sebuah keberuntungan? Atau justru yang ia hadapi ini kesialan yang tertunda?
Bekerja dengan James bagaikan nerakanya dunia. Seharusnya ia tidak terkejut lagi dengan semua kekejaman yang akan lelaki itu perbuat terhadapnya. Tapi tetap saja, Nadia selalu terkejut, selalu tidak habis pikir dengan semua tingkah angkuh lelaki itu.
“Apa? Tidak ingin satu kamar denganku?”
“Silahkan cari kamar lain dan gunakan uangmu sendiri untuk menyewanya.”
“Itupun jika uangmu cukup untuk menyewa salah satu kamar di hotel mewah ini.”
James dengan seluruh keangkuhannya sangatlah kejam. Bagi Nadia, James benar-benar jelmaan iblis yang sesungguhnya. Iblis yang menyerupai manusia.
Kalau sudah begini, bagaimana nasib Nadia selama bekerja dengan James? Bagaimana hubungan mereka akan terjalin di tengah gejolak permusuhan di antara keduanya? Akankah perjalanan hidup Nadia berjalan lancar sesuai harapan?