bc

A Widow

book_age18+
1.4K
FOLLOW
12.3K
READ
billionaire
family
independent
CEO
single mother
drama
no-couple
city
feminism
lonely
like
intro-logo
Blurb

Kisah seorang janda yang bekerja dengan boss penyuka seks.

Apakah Kartika akan menjadi salah satu korban boss nya?

Bagaimana hidup Kartika dan anak-anaknya???

chap-preview
Free preview
PAHIT
Gundukan tanah merah yang masih penuh dengan taburan bunga, ada di hadapanku. Berdiri di depan makam suamiku yang pergi meninggalkan aku dengan dua anak yang masih kecil, buah cinta kami selama 8tahun pernikahan ini. Kehidupan ini pahit, ya! saat ini hidupku terasa pahit. Hidup menjadi seorang janda di usia 30 tahun tanpa pekerjaan apapun, dengan dua anak yang masih kecil, sekaligus hutang bisnis almarhum suami yang tidak sedikit. Aku menangis, entah apa yang aku tangisi saat ini??? Menangis karena hidupku yang kini terasa pahit atau karena kehilangan orang yang aku cintai??? "Mami, ayo kita pulang, hujan mulai turun." Ucap putraku yang pertama, menyadarkan aku dari lamunan. Kemal, anakku yang pertama, laki-laki usia 7 tahun.  Samira, anakku yang kedua, perempuan, usia 4 tahun.  Aku menatap kedua anakku yang ada dalam gandengan ibu mertuaku. Aku hanya bisa menghapus air mataku dan mengangguk lalu melangkah bersama mereka meninggalkan tempat pemakaman umum itu. **** Sepanjang malam hujan masih terus mengguyur seluruh kota dengan derasnya, seluruh keluarga besar masih berkumpul di ruang tengah rumah mertuaku. Aku dan suamiku juga anak-anak memang sejak awal tinggal bersama dengan mertuaku, karena itu memang permintaan mertuaku, mereka sangat menyayangi kami semua terlebih anak-anak sangatlah dekat dengan kakek dan neneknya. Mereka semua berusaha menghiburku dan anak-anak juga mertuaku. Mertuaku juga sangat lah bersedih, putra tunggalnya kini telah tiada, karena penyakit komplikasi yang disebabkan gula darah yang tinggi. Aku membawa kedua anakku untuk beristirahat di kamar. Kini aku harus sungguh menjaga kedua anakku dengan lebih serius lagi, jangan sampai mereka sakit, karena biaya pengobatan saat ini sangatlah mahal. Aku kembali menangis, menatap kedua anakku yang tenang dalam lelap tidurnya. "Bagaimana aku bisa menjalani hidup ini mulai sekarang? Aku sangat tidak menguasai bisnis yang dijalankan suamiku selama ini. Aku terlalu dicintai dan disayangi olehnya selama ini, sehingga aku hanya menjadi ibu rumah tangga di rumah. Bagaimana sekarang aku bisa menjalankan bisnis itu? Hutang bisnisnya sangat besar, besok aku terpaksa harus memberhentikan para pegawai suamiku." Pikiranku melayang ke segalanya hingga tanpa sadar kakak sepupuku telah masuk ke dalam kamarku. "Kartika, apa kamu sedang berpikir untuk hari-hari berikutnya?" Tanya Yani. Dialah sepupuku yang paling dekat denganku. Aku menatapnya dan menganggukkan kepala. "Aku tidak mungkin meneruskan bisnis kak Edward lagi, hutangnya begitu banyak, entah bagaimana aku bisa membayarnya. Aku harus mencari pekerjaan Yani, tapi dengan usiaku yang sudah kepala tiga ini, mungkinkah masih ada yang mau menerimaku?" Sahutku menghela napas panjang, airmata ku kembali mengalir di pipi. "Apa kamu memiliki tabungan?" Tanya Yani, dan aku menggelengkan kepalaku. "Rekening bank kak Edward masih ada saldo, tapi mungkin hanya cukup untuk kehidupan kami selama tiga bulan ke depan. Itupun jika aku masih diijinkan tinggal disini." Sahutku lagi. "Mertuamu sudah menganggapmu sebagai putri mereka, tadi mereka mengatakan pada kami semua bahwa mereka berharap kalian masih bersedia tinggal disini bersama mereka. Bagaimana?" Ucap Yani. "Aku bersyukur memiliki mertua seperti mereka. Orang tuaku sudah tiada, sedangkan kakak-kakak ku berada di luar pulau dan tidak dalam keuangan yang berlimpah. Yani, tolong bantu aku mencari pekerjaan." Sahut ku. "Pasti Tika, aku pasti akan membantumu. Ada baiknya kamu tetap tinggal disini, karena kamu bisa bekerja dan menitipkan anak-anakmu pada mertuamu. Semoga semua jalanmu dilancarkan Tika." Ucap Yani. Yani memelukku dan memberi dukungannya bagiku. "Aku besok harus mengurus asuransi kak Edward, uang yang ada saat ini harus kugunakan untuk membayar seluruh pesangon dan gaji para pegawai Yani." Ucapku.  Yani mengangguk setuju, dan menggenggam kedua tanganku. "Kamu bilang saja padaku jika butuh bantuan, aku akan membantumu semampuku, kak Raja pasti tidak keberatan." Pesan Yani dan aku mengangguk mengucapkan terima kasih padanya. Yani lalu keluar meninggalkan aku di kamar ini. **** Tiga bulan kemudian. "Ibu, aku mendapat panggilan kerja di Jakarta. Aku harus berangkat malam nanti. Maaf, aku harus merepotkan ibu selama tiga hari. Aku titip anak-anak ya Bu." Ucapku pada ibu mertuaku. "Jakarta?! Apa kamu sudah berpikir lagi? Apa kamu akan membawa anak-anak pindah kesana saat diterima kerja? Bagaimana kalian hidup disana nantinya?" Tanya ibu. "Aku akan mencoba menanyakan gajiku dulu bu, setelah itu aku akan perhitungkan segalanya." Sahutku Ibu mertuaku terlihat menghela napas panjang lalu tersenyum. "Hati-hati disana ya, ibu tidak keberatan dengan anak-anak disini. Ibu justru merasa senang dan tidak kesepian. Ibu doakan yang terbaik untukmu dan anak-anak." Ucap ibu "Terima kasih Bu." Sahut ku memeluk ibu mertuaku. **** "Kartika Widyasari." Panggil seorang wanita muda dengan penampilan yang elegan. Aku berdiri dan mendekat. "Saya mbak." Ucapku. Dia terlihat menatapku dari atas ke bawah dan naik ke atas lagi. Aku bingung dengan arti tatapannya yang tersenyum. "Apakah ada yang salah dengan penampilanku?"  Batinku melihat penampilan diriku sendiri. "Mbak??? Tadi saya dipanggil, apakah giliran saya untuk interview?" Tanyaku. "Eh, iya, maaf, Kartika Widyasari ya? Silahkan masuk." Sahut wanita muda itu. Akupun diantar masuk ke sebuah ruangan. Pria di dalam ruangan itu menatapku dengan senyuman dan tatapan yang sama dengan wanita muda ini. "Angela, apa kamu tidak merasa salah seleksi calon sekretaris Mr. Salvastone?" Tanya pria itu. "Maaf pak, tapi semuanya memiliki kriteria kemampuan yang diinginkan oleh Mr. Salvastone, ya...termasuk ibu ini." Sahut wanita muda disampingku. Aku mulai paham dengan arah dan maksud pembicaraan mereka. Panggilan ibu yang diucapkan oleh wanita muda ini sudah sangat mewakili bahwa aku terlalu tua untuk menjadi seorang sekretaris.  Aku hanya menghela napas panjang dan berdoa dalam hati. Aku harus bertahan, semua demi anak-anakku. Aku tidak boleh rendah diri dan minder. Aku terus memantapkan hatiku menghadapi sindiran dan tatapan meremehkan dari pimpinan HRD di hadapanku ini. "Baiklah ibu Kartika, interview kita cukup disini, tapi saya tidak bisa memberikan keputusan di interview pertama. Silahkan tunggu panggilan berikutnya, jika anda lolos seleksi maka kami akan menghubungi anda lagi. Terima kasih atas waktunya." Ucap pria itu lalu kami berjabat tangan dan aku pun melangkah keluar setelah mengucapkan terima kasih. "Bagaimana?" Tanya Yani saat kami bertemu di waktu istirahat makan siang nya. "Belum ada keputusan. Mereka akan menghubungiku lagi jika aku lolos seleksi, tapi sepertinya aku tidak akan lolos, mereka semua meremehkan aku karena usiaku yang tidak muda lagi." Sahut ku lesu. "Jangan patah semangat! Pasti ada pekerjaan lainnya untukmu diluar sana. Semangat!" Hibur Yani memberi dukungan terus padaku. Aku hanya mengangguk tersenyum dengan paksa. Entahlah pekerjaan apa yang akan aku dapatkan, semua lowongan pekerjaan selalu membatasi usia calon pegawainya di maksimal 28 tahun. **** Malam hari. Aku berkali-kali menatap plafon kamar losmen ini dengan menghela napas panjang. Yani sudah mengingatkan aku bahwa losmen ini termasuk losmen yang terkenal untuk short time pasangan m***m. Jadi aku pun selalu mendengar suara desahan-desahan dari kamar-kamar di sebelahku sejak siang tadi, tapi apa boleh buat, uangku tidak boleh dihamburkan hanya untuk membayar hotel selama di Jakarta. Ibu mertuaku dan anak-anakku menghubungiku melalui video call, membuatku sangat senang sekali, sejenak melupakan pahitnya hidup ini. "Iya ibu, doakan saja supaya ada kabar secepatnya, jadi Tika bisa cepat pulang." Ucapku saat menerima panggilan dari ibu mertuaku. Video call dari anak-anakku, meski hanya sesaat tapi mampu menjadi penghibur hidupku yang lesu ini. Tok.Tok.Tok. Pintu kamarku diketuk oleh seseorang dari luar. Seorang wanita muda dengan pakaian sexy nya terlihat panik dan bingung. "Malam kak, maaf mengganggu, saya sedang dikejar rentenir, bisa tolong bantu saya sembunyi di kamar kakak sebentar saja?" Tanya wanita itu. "Tolong kak, tolong saya." Pinta wanita itu lagi. "hmm...masuklah." sahutku lalu membuka pintu lebar baginya dan menutupnya dengan segera setelah dia masuk. Kudengar suara ribut dari seberang kamarku. Itu pasti suara rentenir yang dimaksud wanita muda ini.  Selang beberapa waktu, akhirnya orang-orang itupun pergi dari losmen ini, dan wanita muda itu mengucapkan terima kasih lalu keluar dari kamarku.  Aku hanya menghela napas panjang dan menggelengkan kepalaku, tidak percaya dengan kehidupan di Jakarta ini. **** Tok.Tok.Tok. Pagi ini pintu kamarku sudah diketuk dari luar oleh seseorang. "Hai kakak." Sapa wanita muda yang semalam aku tolong. "Eh kamu, ada apa?" Tanyaku santai "Aku bawa bubur ayam buat kakak." Sahutnya sambil tersenyum lebar dan mengangkat bungkusan plastik yang dibawanya "Eh, jangan repot-repot, kamu masih dikejar rentenir seperti itu, harus hemat uang." Ucapku. "Tidak seberapa kak, yuk sarapan bersama!" Ajak wanita itu. Aku hanya menatapnya diam. "Eh, maaf kak. Namaku Odi, aku di kamar seberang kakak, nama kakak siapa?" Wanita itu memperkenalkan dirinya. "Aku Tika, bener nih? Kamu traktir aku?" Tanyaku. "Iya kak, lagipula bubur ayam ini hanya sepuluh ribu, uang segitu nggak akan mengurangi hutangku pada rentenir itu." Sahut Odi tersenyum lebar. "Masuklah, aku akan siapkan teh untuk kita." Ajakku dengan tersenyum.  Kami pun sarapan bersama. "Kak Tika berasal darimana? Di Jakarta sedang ada pekerjaan apa?" Tanya Odi. "Aku dari Cirebon, aku mendapat panggilan interview dari perusahaan Hard Stone. Tapi sepertinya aku tidak akan lolos, karena lowongan yang ada itu sebagai sekretaris pemilik perusahaan itu. Mereka tidak akan mungkin memilihku, usiaku sudah 30tahun." Jelasku. "Ouw... jadi Hard Stone sedang mencari seorang sekretaris untuk kakak..."  Gumam Odi dengan lirih tapi masih bisa kudengar, hanya aku tidak paham apa maksudnya. "Odi...??? Apa kamu tertarik dengan pekerjaan itu? Kamu masih muda, penampilanmu menarik, kamu pasti bisa lolos. Kamu juga pasti bisa membayar rentenir itu." Ucapku. Odi hanya tersenyum lebar. "Ah tidak mau! Pemilik perusahaan itu sangat terkenal disiplin dan kejam pada karyawannya." Sahut Odi "Apakah perusahaan itu sangat terkenal? Atau kamu pernah bekerja disana?" Tanyaku. "Eh, aku...aku...aku hanya mendengar dari cerita temanku saja." Sahutnya dengan menyuapkan sendok berisi bubur ke mulutnya. "Kamu berasal darimana Odi? Ada keperluan apa di Jakarta?" Tanyaku. "Eh, aku berasal dari Jakarta kak, tapi aku terpaksa harus berpindah-pindah tempat untuk menghindari para penagih hutang itu." Sahut Odi. Aku merasa sedikit kasihan dengan hidup Odi. "Bagaimana dengan keluargamu? Apa mereka tidak mencarimu?" Tanyaku "Aku tidak tahu kabar keluargaku, aku tidak berani pulang ke rumah." Sahut Odi. "Sebenarnya untuk apa uang yang kamu pinjam dari rentenir itu?" Tanyaku penasaran. "Untuk biaya hidupku." Jawab Odi dengan santai. Aku menggelengkan kepalaku menatapnya. Aku bersyukur meski hidupku seperti ini, tapi aku masih bisa hidup tanpa hutang pada siapapun. Segala hutang almarhum suamiku mampu aku lunasi dengan asuransi jiwa yang ditinggalkan suamiku. "Jika hari ini aku tidak mendapat kabar dari perusahaan itu, besok aku akan pulang ke Cirebon. Apa kamu mau ikut?" Usulku "Kak Tika mengapa bisa begitu mudah percaya padaku? Kakak tidak takut kalau aku sebenarnya orang jahat dan akan menyusahkan hidup kakak?" Tanya Odi. "Mana ada orang jahat yang tahu balas budi kebaikan orang lain seperti dirimu. Aku percaya kamu sebenarnya orang baik, hanya saja kamu belum tahu jalan hidup yang benar." Sahutku tersenyum. "Kakak jangan putus asa! Aku yakin kakak pasti akan lolos! Semangat!" Ucap Odi sambil mengepalkan tangannya dan mengangkatnya ke atas, memberi semangat padaku. Aku dan Odi akhirnya tertawa bersama. "Terima kasih ya untuk buburnya, enak lho." Ucapku. "Sama-sama kak Tika." Sahut Odi. "Ouw iya, kamu hari ini ada rencana apa?" Tanyaku. "Entahlah, aku mungkin akan pergi untuk mencari sesuap nasi untuk makan siangku." Sahutnya sambil terkekeh. "Kamu ini terlalu santai menghadapi kehidupan. Seriuslah sedikit dalam menjalani hidup ini. Jangan buang masa muda mu dengan sia-sia." Ucapku mencoba memberi masukan padanya. Odi terlihat tercengang menatapku, dan air mata mulai menumpuk di pelupuk matanya, namun dia dengan segera mengusapnya sebelum menetes. "Baiklah kak, aku kembali ke kamarku dulu. Semoga kakak beruntung dan diterima di perusahaan itu." Sahut Odi lalu keluar meninggalkan kamarku. "Odi, makan siang hari ini aku traktir kamu ya?" Ucapku. Odi hanya mengedipkan sebelah matanya tanpa menjawab apapun dan melanjutkan langkahnya keluar dari kamarku. **** "Kamu ini mendadak datang ke kantor dan langsung mengatur perusahaan! Ada apa sebenarnya?! Jujurlah pada kakak!" Tanya Salvastone. "Kak Alva, percayalah! Sekretaris kakak yang ini pasti akan sangat membantu kakak! Dia wanita yang baik kakak!" Sahut Odi merayu kakaknya. "Kamu katakan sejujurnya pada kakak! Kenapa kamu tidak pernah mau pulang lagi ke rumah?! Kasihan mami, dia sangat merindukanmu." Ucap Salvastone. Odi seakan mendapat ide baginya. "Baiklah! Aku akan pulang ke rumah, asalkan kak Alva berjanji akan menerima wanita ini menjadi sekretaris kakak! Bagaimana?! Ya, siapa tahu bisa jadi istri kakak sekaligus." Sahut Odi. "Dasar gila! Kakak kenal saja tidak! Bagaimana bisa kamu ingin dia menjadi istri kakak?! Jangan bicara sembarangan kamu!" Ucap Salvastone. "Kakakku yang tampan, ingat! umur kakak sudah tidak muda lagi. Berhentilah bermain dengan semua w************n itu! Sudah waktunya kakak memberikan cucu pada mami, jadi aku tidak terus dikekang oleh mami." Sahut Odi. "Sudahlah! Sekarang kamu pulang ke rumah! Sana pulang! Atau kakak akan meminta para pengawal kembali menangkapmu dan mengurungmu! Pulanglah sekarang! Kakak banyak pekerjaan." Perintah Salvastone. "Pokoknya aku mau pulang ke rumah asal kak Alva mau menerima wanita ini sebagai sekretaris kakak!" Sahut Odi Salvastone menghela napas besar, menatap adiknya. "Baiklah! Aku terima dia sebagai sekretarisku! Sekarang kamu pulang! Temui mami!" Ucap Salvastone mengalah. "Aku bukan gadis kecil yang bodoh kak Alva. Sekarang telepon bagian personalia dan katakan bahwa kakak mau wanita ini menjadi sekretaris kak Alva, setelah itu baru aku pulang ke rumah, tapi ingat kak! Jangan berani membohongiku!" Sahut Odi memaksa kakaknya. Salvastone akhirnya menghubungi kepala bagian personalia dan meminta wanita atas nama Kartika Widyasari itu untuk menjadi sekretarisnya. Berapapun gaji yang diminta wanita itu akan disanggupi, asal wanita itu berkenan bekerja sebagai sekretarisnya.  Odi tersenyum lebar menatap kakaknya itu lalu memeluknya dan mengecup pipi kakaknya. "Sudah puas?! Sekarang pulanglah! Temui mami! Jangan pergi lagi atau aku akan mengurungmu dan menyuruh para pengawal untuk mengawasimu 24 jam sepenuhnya!" Ancam Salvastone pada adik kesayangannya itu. "Oke deh! Bye kak Alva!" Pamit Odi lalu keluar meninggalkan ruangan Salvastone. **** "Apa pak?! Saya lolos seleksi dan diminta untuk bisa segera mulai bekerja?!" Tanyaku saat dihubungi melalui telepon dari bagian personalia Hard Stone. "Iya Bu, bahkan berapapun gaji yang ibu minta akan kami penuhi. Mohon ibu bisa datang kembali ke kantor hari ini setelah makan siang." Sahut orang di seberang telepon sana. "Baik, saya akan datang setelah jam makan siang. Terima kasih ya." Ucapku dengan sangat bahagia dan bersyukur. "Tuhan masih memperhatikan aku dan anak-anakku. Terima kasih Tuhan." Doaku bersyukur dalam hati. Aku segera menghubungi ibu mertuaku dan juga Yani, kabar gembira ini sungguh sangat ingin aku bagikan dengan mereka. Aku juga mencari Odi untuk mengajaknya makan siang sekaligus memberitahunya kabar gembira ini, tapi ternyata dia sudah check out dari losmen ini. "Ah, aku lupa meminta nomor teleponnya. Semoga dia baik-baik saja di luar sana." Ucapku mendoakan Odi. **** Aku berada di dalam lift setelah menandatangani pernyataan bahwa aku diterima bekerja di perusahaan ini. Ada dua orang wanita muda dihadapanku yang baru saja masuk ke dalam lift. "Aku tidak habis pikir, kali ini Mr. Salvastone memilih wanita tua untuk menjadi sekretarisnya, sangat berlawanan dengan seleranya yang selalu memuja para wanita muda yang cantik dan sexy." Ucap seorang wanita itu. "Iya, aku dengar itu karena permintaan adik kesayangannya. Kita lihat saja wanita tua itu pasti tidak akan bertahan dengan Mr. Salvastone." Sahut wanita yang satunya lagi. "Atau sebaliknya, Mr. Salvastone tidak akan tahan dengan wanita tua itu, karena memang bukan seleranya." Celoteh wanita yang pertama. "Iya, Mr. Salvastone kan sudah terkenal selalu memakai setiap sekretarisnya untuk melayani dia di urusan ranjang juga." Sahut wanita yang kedua. Ucapan terakhir mereka membuatku terkejut, bagai tersambar petir. Aku menjadi sangat ketakutan. "Apa?! Benarkah sekretarisnya juga harus melayani di urusan ranjang juga?! Ouw tidak! Aku tidak bisa menerima pekerjaan ini! Pantas saja berapapun gaji yang kuminta dengan mudahnya dipenuhi oleh perusahaan ini. Tidak! Tidak! Aku harus membatalkan pekerjaan ini. Ya! Aku tidak boleh menjual tubuhku pada bos gila ini!"   Batinku memberontak, dan aku segera kembali naik ke atas, kembali ke ruangan personalia dan meminta pembatalan atas pekerjaan ini. "Ibu Kartika, apa anda sudah pikirkan baik-baik? Kesempatan tidak datang dua kali lho, dan untuk pekerjaan ini banyak sekali yang menginginkannya, tapi kenapa ibu justru ingin membatalkannya dan menolaknya?!" Tanya pria itu, pemimpin bagian personalia. "Maaf, tapi saya tidak bisa. Maaf." Sahutku menunduk berkali-kali memohon maaf. "Baiklah Bu, saya harus memberitahu Mr. Salvastone tentang keputusan penolakan ibu Kartika." Ucapnya lalu menghubungi seseorang melalui intercom. "Maaf mengganggu waktu anda Mr. Salvastone. Saya ingin memberitahu bahwa ibu Kartika Widyasari saat ini berada dihadapan saya, dan berniat membatalkan dirinya untuk bekerja sebagai sekretaris anda." "APA?! APA MAKSUDMU BATAL?! AKU TIDAK MAU DIKATAKAN PEMBOHONG OLEH ADIKKU! BAGAIMANAPUN WANITA ITU HARUS MENJADI SEKRETARISKU! BAWA DIA UNTUK LANGSUNG BERTEMU DENGANKU SEKARANG JUGA!!!" "Baik Mr. Salvastone." Hubungan intercom pun selesai. Pria itu terlihat sangat tertekan dan menatapku dengan bingung, lalu menghela napas panjang. "Ibu Kartika Widyasari, saya mohon jangan mempersulit hidup saya juga hidup anda. Lebih baik anda terima pekerjaan ini. Anda pasti tadi dapat mendengar bagaimana amarah Mr. Salvastone bukan?" Ucap pria itu. "Tapi maaf pak, saya sungguh tidak bisa bekerja sebagai sekretaris boss anda." Sahutku. "Sebaiknya kita segera menemui Mr.Salvastone, dan anda jelaskan secara langsung alasan anda menolak menjadi sekretarisnya." Ucap pria itu seraya berdiri dan melangkah keluar dari ruangannya. Aku mengikutinya dari belakang. Kami naik lift dan tiba di sebuah lantai yang hanya ada dua ruangan disana. Pria itu membawaku ke pintu besar berbahan kayu kokoh. "Masuk!" Seru sebuah suara dari dalam saat kepala personalia itu mengetuk pintunya. Kepala personalia itu tidak berani masuk, dia memintaku untuk masuk seorang diri menemui bos nya yang sedang dalam kondisi marah. Aku pun mempersiapkan diriku dan mentalku untuk menghadapi amarahnya akibat penolakanku. "Selamat siang pak." Salamku penuh hormat padanya Seorang pria yang tampan, dengan usia mungkin sedikit berada di atasku, namun berpenampilan gagah dan bergaya muda. Dia menatapku dengan tatapan tajam, marah, sinis, dan menyeramkan. "Jadi apa alasanmu menolak menjadi sekretarisku?" Tanya pria itu. Aku ragu untuk menjawabnya. "Maaf pak, maaf, sungguh saya minta maaf. Saya tadi mendengar percakapan beberapa orang, mengatakan bahwa pekerjaan sekretaris disini.....maaf pak, saya tidak bisa menjadi sekretaris yang sekaligus juga melayani kebutuhan s*x anda. Itu alasan saya menolak, maaf jika saya lancang." Sahutku dengan takut karena pasti aku sudah mempermalukan harga dirinya sebagai bos. Dia semakin menatapku tajam, tanpa membalas ucapanku. Dia berdiri dari kursinya dan mendekatiku yang berdiri di tengah ruangan itu. Dia berjalan berputar di sekelilingku sambil menatap tubuhku dari atas ke bawah dan kembali ke atas lagi, hingga akhirnya dia berdiri berhadapan denganku tepat dihadapanku dan sangat dekat. "Apa kamu pikir tubuhmu ini bisa membuatku b*******h?" Bisiknya bertanya di hadapan wajahku. Aku hanya bisa menunduk ketakutan. "Kamu terlalu percaya diri! Sungguh kamu bukanlah seleraku! Aku memintamu menjadi sekretarisku hanya karena permintaan gila adikku! Jadi jangan berpikiran aneh bahwa aku akan membawamu ke tempat tidurku!" Bisiknya lagi masih dekat di wajahku. "Maaf pak, maaf tapi saya tidak bisa." Ucapku bergetar ketakutan. Dia semakin geram dan menunjukkan amarahnya, namun segera dikendalikan olehnya. "Baiklah! Kita akan buat perjanjian lain tentang hal ini. Perjanjian hanya diantara kamu dan aku! Karena bagaimanapun aku tidak mau mengecewakan adikku dan membuatnya kabur lagi dari rumah. Bagaimana?!" Tanyanya memberi penawaran padaku Aku bingung, tidak mengerti siapa adiknya, aku merasa tidak memiliki teman atau kenalan yang berasal dari keluarga kaya raya. "Perjanjian? Maksud anda?" Tanyaku bingung. Dia menghela napas panjang. "Kita akan membuat pernyataan di atas meterai, bahwa selama kamu bekerja disini sebagai sekretarisku, maka aku tidak akan menyentuh setitik pun dari bagian tubuhmu! Kita hanya berhubungan secara profesional pekerjaan saja! Dan kamu akan tidak akan pernah menemaniku dalam urusan apapun diluar jam kantor! Bagaimana?" Ucapnya menjelaskan penawarannya. "Baik pak, saya setuju." Sahutku. "Bagus! Kalau begitu silahkan kamu ketik sendiri surat perjanjian kita disana! Dan aku akan menandatanginya di atas meterai." Ucapnya sambil menunjuk ke arah laptopnya yang ada di meja kerjanya. Pria itu lalu berjalan dan duduk di sofa, sedangkan aku duduk di kursi kerjanya dan menghadap laptopnya. "Astaga!" Seruku terkejut saat melihat layar laptopnya, membuatku sangat gugup dan canggung salah tingkah. Sebuah video porno sedang berputar di layar itu, tepat di saat adegan sang wanita telanjang sedang dipompa inti bawahnya oleh batang kokoh sang pria dan dikulum payudaranya. Aku memang seorang janda, tapi aku belum pernah melihat adegan sevulgar ini. Jantungku dan nafasku berkejaran kencang. Aku bingung harus berbuat apa. "Kamu juga suka dengan tontonan seperti ini?" Bisik pria itu ternyata sudah ada di belakangku tanpa aku sadari, membuatku terkejut. "Eh! Tidak! Tidak! Saya tidak pernah melihat hal seperti ini! Ini...ini...bagaimana cara mematikannya?" Sahutku gugup bergetar, tanganku dingin dan berkeringat, aku beberapa kali harus menelan salivaku dengan sangat susah. Klik! Dia menekan sebuah tombol dan layarnya kembali normal. Aku bernafas lega. Aku mulai membuka software untuk mengetik perjanjian kami. Dia pun kembali menjauh dariku dan berdiri di pinggir jendela besar di belakangku, menatap keluar.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

SEXY LITTLE SISTER (Bahasa Indonesia)

read
308.4K
bc

Yes Daddy?

read
798.8K
bc

LAUT DALAM 21+

read
290.0K
bc

FORCED LOVE (INDONESIA)

read
599.0K
bc

My Husband My Step Brother

read
54.9K
bc

HYPER!

read
559.3K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook