bc

After Aiden Kissed Me

book_age12+
756
FOLLOW
2.9K
READ
badboy
brave
drama
sweet
bxg
highschool
cheating
football
first love
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

Megan diam-diam menyukai Aiden dan tidak pernah sekali pun memimpikan untuk berkencan dengan sang Bintang Lapangan.

Namun, bagaimana jika satu ciuman di tengah lapangan, ternyata malah membuat Aiden secara tiba-tiba mengklaim Megan sebagai miliknya?

Apakah Megan akan menerima klaim Aiden sebagai bentuk kebetulan?

Atau menolak karena Megan teringat dengan sebuket bunga misterius yang menghiasi hari-harinya, selama beberapa hari terakhir.

Update setiap hari

chap-preview
Free preview
001 - What A Fucking Surprise
Beberapa lampu stadion menjadi satu-satunya sumber cahaya di lapangan pada malam musim semi terakhir ini. Di antara suara riuh para pendukung dan anggota marching band di tribun, serta gadis-gadis pemandu sorak di pinggir lapangan, aku bisa melihat bagaimana sekumpulan lelaki berbahu besar, bercelana ketat yang memamerkan keindahan otot kaki mereka, dan mengenakan helm sedang berusaha berebut bola rugby. Namun, dari semua pemandangan serta keriuhan di stadion, hanya ada satu bintang paling bersinar di mataku. Sosok yang memiliki tubuh tinggi tegap, rambut cokelat berkilau, serta ekspresi penuh tekad terpancar jelas setiap kali bertanding, dan dia adalah .... Aiden Kowalsky. Lelaki yang sejak tahun pertama berhasil mencuri hatiku, tetapi belum mampu meyakinkanku untuk menyatakan perasaan padanya. Dan ... oh, jangan bertanya tentang alasan mengapa Aiden belum mampu membuatku yakin untuk menyakatakan perasaan. Sebab aku sendiri pun, juga tidak mengetahui kenapa bisa merasa puas dengan hanya menyukai Aiden secara diam-diam. Yeah, atau mungkin akunya saja yang tidak terlalu menyukai orang-orang populer di mana sialnya, Aiden adalah salah satu dari mereka. Jackson berkata, "Aku tidak mengerti bagaimana para pemandu sorak bisa berteriak, sambil menari di waktu bersamaan dan itu dilakukan secara terus-menerus. Maksudku, mereka terlihat memiliki energi melebihi manusia biasa." "Apa kau secara tidak langsung mengatakan bahwa gadis-gadis seperti kami terlalu biasa?" tanya Alma dengan nada ketus akibat ungkapan Jackson barusan. "Kurasa tidak." "Benar. Tapi kenapa justru kau yang menjawab?" Aku melihat aksi protes Alma akibat ucapanku yang seharusnya dikatakan Jackson. Topi berbulunya pun ikut bergoyang sebab terdapat tekanan dari setiap kata yang ia sebutkan barusan. Namun, karena tidak ingin merusak fokus, aku menolak untuk menjawab--apalagi mendebat--dan kembali menatap ke arah sosok bintang lapanganku. Setengah mendengar, bisa kuketahui bahwa Jackson serta Alma sedang berdebat mengenai kelompok pemandu sorak lalu beralih pada para atlet dan terakhir, pada tim kami--marching band--yang penampilan tidak pernah menjadi sorotan visual karena sama sekali tidak seksi atau pun tampan nan cantik. Kenyataan pahit, memang, di mana hal tersebut menjadikan kami harus berusaha ekstra, demi memberikan penampilan luar biasa melalui seni musik dan atraksi. Alma mengatakan bahwa menjadi anggota marching band bukanlah hal yang mudah. Sama seperti pemandu sorak, kita diharuskan mampu membagi fokus yaitu; fokus penglihatan agar tidak menabrak saat mengubah formasi, menghitung langkah dalam benak agar serempak, memainkan alat musik tanpa mengintip not, serta mengingat isyarat yang diberikan oleh mayoret. Aku setuju dengan pemaparan Alma barusan, tetapi belum cukup kuat untuk mengalihkan perhatianku karena suasana stadion terlalu bising dan netraku hanya diizinkan fokus pada sang bintang lapangan, Aiden. Dari tribun penonton, aku bisa melihat bagaimana Aiden menangkap bola rugby dengan begitu keren, menahan tubuh agar tidak jatuh saat lawan menabrak pundaknya, serta seberapa gesit ia berlari demi mempertahankan rugby agar sampai di garis akhir di bagian belakang sisi lapangan tim bertahan dan .... ... aku berteriak sekencang-kencangnya. Bersama para suporter dari Santa Monica High School dan para pemandu sorak pun berseru mengucapkan 'Go Tiger' (yang aku sendiri tidak begitu mendengar apa saja perkataan mereka) sambil menyebutkan nama Aiden. Tentunya. Aku yang memegang saxophone pun tidak ingin ketinggalan memeriahkan keberhasilan Aiden dengan cara meniupkannya sekuat tenaga, lalu berteriak lagi menyambut keberhasilan Aiden dalam mendapatkan touch down. Touch down adalah hal paling berarti dalam permainan American football karena tim yang melakukan hal tersebut diperbolahkan untuk mencetak ekstra poin, di mana jika Aiden dan teman-temannya berhasil memanfaatkan kesempatan tersebut dengan baik, maka kemenangan akan menjadi milik kita di lima musim berturut-turut. "s**l! Aku melupakan di mana terakhir kali aku meletakkan ponselku." Alma memecahkan konsentrasiku secara tidak manusiawi. "Kurasa aku meninggalkannya di tepi lapangan. Megan apa kau mau--" "Sebentar Alma, aku tidak ... nice, Aiden!! You are the best!!!" Sorry Alma, tapi pertandingan ini lebih penting, daripada kecerobohanmu yang melupakan di mana kau meletakkan ponsel. Bersama yang lainnya, aku ikut menyanyikan himne Santa Monica High School, sambil merangkul Jackson di sisi kiri dan ketika ingin meletakkan lengan kananku di bahu Alma, gadis itu terlebih dahulu menarik tanganku--dengan kekuatan penuh--menuju tangga tribun. Tangga tribun memiliki delapan belas anak tangga untuk menuju lapangan, area berlari (yang sekarang digunakan para cheerleader beraksi), dan lapangan berumput sepanjang 120 yard, lebar 5 1/3 yard tempat Aiden serta kawan-kawannya bertanding. Alma menarik tanganku secara tergesa-gesa melintasi area berlari dan mengabaikan euforia kemenangan tim football Aiden, aku bahkan tidak diberi kesempatan untuk merayakan hal tersebut--biasanya dengan memainkan himne Santa Monica High School bersama anggotaku--karena langkah Alma begitu membabi buta, hingga tak jarang kami menabrak seseorang. Sampai ketika para tim football Santa Monica berlarian ke arah di mana kami berjalan untuk merayakan kemenangan, aku merasa seseorang menarik pergelangan tanganku. Reaksi pertama yang kudapatkan adalah pikiran bahwa Mr. Thomson--pelatih football, sekaligus guru olahraga kami--ingin memperingatkanku, karena melintas di tempat yang mungkin terlarang. Reaksi kedua, itu mustahil! Karena lelaki yang kusebutkan barusan, nyatanya sedang melompat-lompat penuh rasa bahagia di depan bangku pemain cadangan. Jadi pertanyaannya siapa yang menarik pergelangan tanganku, hingga seperti kecepatan cahaya genggaman Alma terlepas dan aku berbalik ke arah seseorang yang menarik tanganku.Belum sempat berpikir apa-apa lagi, tapi bibirku sudah bertabrakan dengan bibir seorang lelaki berseragam tim football. Well, abaikan sejenak tentang reaksi ketiga karena jika diceritakan sekarang, maka aku hanya membutuhkan satu kata untuk memperjelas kekacauan ini. Semua orang di sekitar kami, terdengar berteriak histeris. Meski perayaan kemenangan sangat bising, aku secara jelas bisa mendengarnya bersamaan dengan deru jantung yang bekerja seribu kali lipat dari batas normal. Lengan kekar itu memeluk pinggangku, menariknya mendekat, dan sesuatu beraroma manis merasuk ke dalam rongga hidungku, menghancurkan fungsi paru-paru, hingga aku nyaris lupa bagaimana cara bernapas jika seseorang tidak menyebut namaku dengan lengkap. "It's so crazy cray! Aiden mencium Megan Ave di tengah lapangan!" "Sepertinya esok akan kiamat." "Apa dia sudah putus dengan Aubrey?" "Tidak ada kata lain, selain menyebut peristiwa ini sebagai cinta segitiga. Terakhir kulihat di postingan ** Aubrey, mereka masih bersama." Dan banyak lagi yang kudengar, sampai kesadaranku pulih seutuhnya dan lelaki perebut ciumanku barusan menarik wajah, sambil memberikan senyum favoritku. Oh, God! Aku bisa mati kapan saja hanya dengan melihat lengkungan bibir itu, tapi .... "s****n, itulah sebabnya aku benci orang populer." Begitulah kalimat pertama yang keluar dari bibirku, di antara suasana penuh keterkejutan atas kejadian mendadak tadi. "Kau pikir kau bisa melakukan apa pun, eh?! Kau tahu, meskipun semua gadis memujamu bukan berarti aku bersedia kau cium. s****n! Apa yang kau lakukan, hah?!" Dorongan kuat kuarahkan pada tubuh Aiden dengan emosi menggebu-gebu. Seolah ciuman tanpa izin dan romantisme barusan, merupakan tindakan pertukaran bakteri dari air liur seseorang yang jika dibiarkan akan menimbulkan penyakit mematikan, membuatku harus maklum jika bertindak kasar pada Aiden. Namun, lelaki yang kukenal hanya lewat pandangan dan absensi kelas ini hanya tertawa kecil, sembari terus menatapku. Aku tidak mengerti pikirannya--maksudku orang-orang populer semacam Aiden--apalagi jika mengenai perlakuannya barusan. Untuk apa dia menciumku di tempat umum, di hadapan Aubrey, dan parahnya gadis itu adalah pacar Aiden! Aku terus mendorong, melakukan protes terhadap Aiden, hingga pergerakanku terhenti di saat lelaki itu memegang kedua pergelangan tanganku dan untuk kedua kalinya, ia mencium bibirku. Hanya lima detik lalu Aiden melepaskan ciuman tersebut dan menatap mataku dalam-dalam. Dan secara halusinasi tubuhku sukses menghantam tanah saking terkejutnya. "From now on, you are my girlfriend, Megan Ave," kata Aiden membuatku kehilangan akal, tetapi menolak habis-habisan secara halusinasi. Tidak. Tidak. Tidak! Hanya itu yang bisa kuungkapkan di dalam pikiran, tetapi lain di bibir karena di waktu bersamaan aku berujar, "You a*s hole, Aiden f*****g Kowalsky!" Lalu pergi begitu saja, mengabaikan panggilan Alma di belakangku. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
471.3K
bc

PEMBANTU RASA BOS

read
16.3K
bc

CEO Dingin Itu Suamiku

read
151.6K
bc

Pengantin Pengganti

read
1.4M
bc

Dosen Killer itu Suamiku

read
312.2K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K
bc

The Ensnared by Love

read
104.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook