1. RASA SAKIT

1434 Words
Vanya melempar tas tangannya ke ranjang dengan kasar. Ia terduduk di tepi ranjangnya. Ia lalu mengusap rambutnya kasar dan termenung sesaat. Anak itu ... putranya tumbuh dengan tampan seperti ayahnya. Jantung Vanya terus berdegup kencang. Ia tidak menyangka dirinya dipertemukan kembali setelah empat tahun lamanya. Dirinya terduduk lemas saat mendengar panggilan putranya kepada wanita lain dengan sebutan mom. Hatinya terasa sangat sakit hingga rasanya seperti ditusuk ribuan pisau tak kasatmata. Air matanya mengalir begitu saja. Ini semua memang kesalahannya. Saat itu, Vanya masih labil. Ia masih berusia 18 tahun. Avel dan Vanya sudah berpacaran sejak mereka masih di senior high school hingga keduanya lepas kendali, membuat Vanya hamil. Avel saat itu bersekolah di Indonesia mengikuti ayahnya yang dipindahtugaskan dari Wales, dengan sengaja membawa Vanya masuk ke kubangan dosa yang jelas hubungan terlarang itu merusak moral dan asusila di negara berbudaya timur itu. Vanya berniat menggugurkan kandungannya karena ingin melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Ia tidak mau namanya hancur karena janin di perutnya. Namun, Avel melarangnya dan memaksa Vanya menikah secara diam-diam agar diakui negara supaya Vanya tidak merasa lebih tertekan karena hamil di luar nikah. Tak ada satu pun keluarga Avel yang tahu tentang pernikahan itu. Begitu pun keluarga Vanya. Ia diusir saat kehamilannya terbongkar karena orangtua Vanya adalah orang Indonesia yang masih memegang teguh prinsip bahwa mahkota dijaga hanya untuk suami. Akhirnya, pernikahan mereka yang diam-diam pun tak diketahui, membuat Vanya makin membenci bayi tak berdosa itu. Avel marah besar saat tahu selama sembilan bulan itu, Vanya selalu berusaha menggugurkan kandungannya. Ia bahkan berjanji akan membunuh anaknya begitu ia lahir karena telah membuatnya hidup sebatang kara hingga sekarang. Vanya memang masih sempat melihat putranya dengan pandangan buram setelah ia melahirkannya. Namun, begitu bayi mungil itu lahir, Vanya merasakan penyesalan yang amat sangat karena sudah mencoba membunuhnya selama ini, membuatnya seketika itu pingsan dan terbangun beberapa jam setelahnya. Vanya histeris ketika melihat bayinya telah dibawa jauh oleh Avel. Pria itu meninggalkan sebuah surat untuk Vanya beserta nama lengkap anaknya, Laxy Vaulo Myllano. Vanya berusaha bangkit dan tidak memedulikan rahimnya yang masih sakit karena melahirnkan untuk mencari Avel. Namun, apa pun yang Vanya lakukan sia-sia. Selama setahun, Vanya menjadi gila karena kehilangan buah hati dan juga Avel, pria yang dicintainya. Ia tercenung saat melihat di televisi bahwa Avellar C. Myllano menikah dengan seorang model papan atas. Vanya juga melihat putranya yang ada dalam gendongan Avel pada saat itu. Mereka tampak bahagia dan Vanya menyesal. Amat sangat menyesal. Dirinya kembali terpuruk selama setahun. Meski teman-teman Vanya sudah berusaha membujuknya, tetap tak ada hasil. Hanya Vanya sendirilah yang mampu memunculkan kemauannya untuk bangkit agar bisa kembali berjumpa dengan putranya. Namun, Vanya tidak menyangka bahwa pertemuan pertamanya akan menjadi seperti ini. Lidahnya mendadak kelu saat melihat Avel dan istrinya di mal. Kata-kata yang selama ini tersusun di pikirannya untuk diutarakan kepada putranya buyar seketika. Kenapa sekarang mereka bisa berada di negara yang sama? Inggris begitu luas. Ponselnya bergetar. Panggilan masuk dari Yuki. Namun, Vanya mengabaikannya untuk fokus pada peekerjaannya. Sebuah pesan masuk. Vanya bergegas membukanya. Sebuah foto yang dikirimkan Yuki membuat dirinya kembali membanting ponselnya ke ranjang. Foto yang memampangkan wajah Avel dan wanita tak tahu diri itu beserta putranya dengan caption “Suamimu kembali beserta keluarga barunya. Mereka sangat bahagia.”. Teman kurang ajarnya itu memang suka sekali mengganggunya. Lagi pula, dari mana Yuki mendapatkan foto itu? Ah, Vanya hampir lupa saat itu dirinya ke mal bersama Yuki dan meninggalkannya begitu saja karena suatu hal yang ditemuinya secara tidak sengaja. Apa mungkin temannya asal Jepang itu dendam karena ia tinggal sendirian di mal? Vanya menyambar ponselnya yang tergeletak di ranjang dan segera menelepon Yuki. “Di mana kau sekarang?” tanyanya begitu Yuki mengangkat teleponnya. “Maaf karena meninggalkanmu.” “Tidak apa-apa. Aku masih di mal Sedang memata-matai keluarga bahagia itu. Apa kau ingin kukirimi fotonya lagi?” Vanya mendengus. “Aku baru saja berencana menjemputmu karena aku merasa bersalah. But, I think you don't need my help anymore.” Yuki tertawa anggun di seberang. “Jangan begitu, V. Kau sangat kaku. Aku hanya bercanda.” Yuki terdiam beberapa saat sebelum mengatakan. “But, Indeed. Aku masih mengawasi keluarga bahagia itu yang membuat beberapa wanita patah hati, including me! Gosh, mantan suamimu benar-benar panas, V. You regret it, don't you?” Mantan suami? Bahkan,mereka berdua belum mengucap kata cerai. “Intinya, kau perlu kujemput atau tidak?” Vanya mengalihkan perhatian karena dirinya benci harus mengingat kembali keluarga bahagia itu. Yuki berdeham. “Sepertinya, tidak. Aku akan meminta Rey menjemputku. Tapi, sebelum itu, ada yang ingin kulakukan untuk kedua pasanganitu.” “Yuki, please!” Vanya panik. “Jangan lakukan apa pun pada mereka!” Yuki tersenyum miring yang jelas saja tidak dapat terlihat oleh Vanya. “Kau akan menyesal tidak melihat aktingku kali ini, V. Bye, sampai nanti.” Yuki mematikan ponselnya begitu saja, membuat Vanya segera menghubunginya lagi untuk mencegahnya mengganggu Avel dan istrinya. Namun, percuma karena Yuki tidak menggubrisnya sama sekali. Vanya akan benar-benar memaki Yuki ketika mereka bertemu kembali nanti. *** Setelah mematikan teleponnya, Yuki beranjak mendekati keluarga bahagia itu. Ia melihat penampilan istri dari mantan suami sahabatnya itu dengan saksama. Kacamata bening yang Yuki kenakan mampu mengindentifikasi secara otomatis orang yang dilihatnya. Halley Johnson adalah seorang model. Ia menyukai anjing. Tidak ada hal aneh yang dilihatnya dari Halley. Hanya saja, wanita itu yang tidak ingin menunjukkan identitasnya atau memang dia menyembunyikannya dengan rapi? “Aku melihat kalian sejak tadi menjadi sorotan.” Yuki tersenyum ramah sambil melepaskan kacamata beningnya. “Siapa kau?” tanya Halley sinis. Yuki masih mempertahankan senyumnya. “Ah, aku Yuki. Tentu kau tahu asalku mengingat wajahku yang berbeda dari kalian.” Ia bercanda kemudian menatap Avel. “Boleh aku bergabung? Sejujurnya, aku ingin berkenalan dengan little man ini.” Ia mengacak rambut Laxy sekilas. “Tentu saja,” balas Avel ramah. “Kami tidak keberatan. Iya, kan, Sayang?” tanyanya meminta persetujuan Halley yang tentu saja dituruti wanita itu. Dengan senang hati Yuki duduk di sebelah Avel karena Halley duduk di depannya. Ia sengaja ingin memancing emosi Halley dengan mendekati Avel. Yuki tahu bahwa Halley memang menyimpan sesuatu. Yuki menatap Laxy yang berada di pangkuan Avel dengan gemas. “Siapa namamu, Sayang?” “Laxy, Aunty.” Laxy tersenyum. Yuki balas tersenyum tulus dan tidak dibuat-buat seperti saat ia berhadapan dengan Halley. “Wah, kau sangat mirip Daddy-mu, boy. Tapi, kenapa dia tidak mirip sama sekali denganmu?” Wajah bingungnya sengaja ia tujukan kepada Halley. Halley mengepalkan tangannya erat di bawah meja. Avel terkekeh. “Dia bukan Ibu kandungnya. Tapi, Halley sudah merawatnya dengan baik.” Sesaat, Avel menggeram. Rahangnya mengetat. “Ibu kandungnya tidak menginginkannya.” Yuki tertegun melihat dengan jelas kemarahan pria itu. Namun, Avel tidak pernah tahu apa yang sudah Vanya alami selama ini. Vanya bahkan pernah hampir masuk rumah sakit jiwa saat dipisahkan dengan putranya. Apalagi saat Vanya mendengar Avel menikah lagi dengan anak mereka berada dalam gendongannya. Yuki rasa hukuman itu sudah terlalu berat untuk sahabatnya. “Sangat disayangkan. Padahal, dia sungguh lucu,” balas Yuki seadanya karena ia tidak ingin identitasnya sebagai sahabat Vanya terbongkar. Wanita berambut hitam dan lurus itu menatap Laxy dengan gemas. “Apa kau ingin bermain dengan Aunty suatu saat, Sayang?” Laxy mengangguk cepat. “Aku mau, Aunty.” Yuki kembali mengacak rambut Laxy mendengar jawabannya karena saat itu ia akan memperkenalkan Vanya dan Laxy. Setidaknya, rasa rindu Vanya kepada Laxy akan terobati sesaat. Kini, gadis bermata sipit itu menatap Avel. “Boleh aku meminta nomormu? Aku ingin mengajak anakmu jalan-jalan suatu hari ke sebuah panti asuhan milikku.” “Murahan!” gumam Halley sinis membuat Yuki dan Avel menatap Halley. “Kau memiliki panti asuhan?” Avel menatapnya penuh selidik seakan-akan ragu dengan ucapan wanita bermata sipit itu. “Daerah mana?” “Hornsey,” sahut Yuki cepat, tahu karena dirinya sedang diragukan. “Banyak anak kecil seusianya di sana. Jadi, mungkin Laxy bisa memiliki banyak teman.” “Kenapa kau begitu tertarik dengan putraku?” “Karena sebagian dari dirinya mirip dengan sahabatku.” Yuki dengan jelas melihat wajah Avel yang terpaku sesaat. Mungkin lelaki itu akan menyadari bahwasanya wajah Laxy sedikit banyak memang terlihat mirip dengan Vanya. “Akan kupikirkan tawaranmu, Nona.” Yuki tersenyum semringah saat Avel mau mempertimbangkan ajakannya. Setelahnya, Yuki berpamitan. Sekilas, Yuki menatap Halley sinis dan dibalas tak kalah sinis oleh Halley. Yuki tahu tatapan mata itu adalah pandangan mengajak berperang karena Yuki baru saja membangunkan singa betina yang tidur. Dan dirinya sebagai kucing, akan meladeni singa itu. “Kupastikan kau akan sama menderitanya seperti yang sudah sahabatku alami!” gumam Yuki. Setelahnya, ia benar-benar pergi dari mal itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD