bc

Mendadak Mbak

book_age16+
13.4K
FOLLOW
116.3K
READ
boss
maid
drama
comedy
sweet
bxg
EXO
like
intro-logo
Blurb

Vianka tidak pernah menyangka akan menabrak seorang ibu dan berakhir sebagai pembantu dadakan.

Yang paling mencengangkan, Vianka harus bekerja pada bos galak yang senang memberikan julukan aneh.

Satu-satunya hal baik yang bisa diterima Vianka adalah senyum manis anak laki-laki si majikan.

Tapi semakin lama Vianka bekerja di sana, ada sesuatu yang hadir.

chap-preview
Free preview
A
“ADOOOOHH!!” Vianka dan Renia panik di atas motor. Pasalnya mereka berdua baru saja menabrak seorang ibu. Salahkan mereka berdua karena tidak hentinya mengobrol saat berkendara. Vianka yang mengemudi juga tidak cukup handal mengerem saat dia menyadari ada seorang ibu tua menyebrang jalan. “Mampus,” desis Renia. Renia yang pertama turun dari motor segera menghampiri ibu tua itu. Vianka menyusul setelah menepikan motor yang sebenarnya milik Renia. Kejadiannya berlangsung begitu cepat, Vianka sendiri masih merasa tidak percaya baru saja menabrak seseorang. Tangan dan kakinya sulit dikoordinasikan barang memarkirkan motor dengan benar. “Ibu nggak apa-apa?” tanya Renia panik. Ibu tua itu masih duduk di tengah jalan. Barang belanjaannya sudah bertebaran tak jelas rupa di sekitar mereka. Selusin telur yang pecah, tomat yang menggelinding tak tentu arah, sayuran daun yang hancur rupanya, dan —terburuk tentu saja— satu ekor ayam hidup lepas berkeliaran usai si pemiliknya tertabrak motor. “Ndak apa-apa gimana? Ini sakit. Kamu tuh gimana bawa motor ugal-ugalan. Gimana kalo saya meninggal di tempat,” sembur ibu tua itu. “Bukan saya Bu yang bawa motor. Teman saya tuh yang bawa motor,” kata Renia membela diri. Ibu tua itu melihat Vianka dengan wajah murka. Belum pernah sepanjang hidupnya, dia harus menggelesor di jalan beraspal. Tubuhnya nyeri dan kakinya luar biasa ngilu. “Jadi kamu ya yang bawa motor ugal-ugalan? Dasar cah ayu sableng. Ndak pake otak. Mau bunuh orang kamu,” murka ibu itu sambil menjewer kedua telinga Vianka. “Aduh, aduh, aduh Bu maaf. Saya minta maaf, Bu,” mohon Vianka seraya berusaha melepas tangan ibu itu yang kuat menarik telinganya. Bisa putus ini kuping gue, jerit hatinya. “Tolong lepasin kuping temen saya, Bu,” pinta Reina. Dia juga bingung menolong Vianka, ibu itu gampang saja menepis tangannya yang memegang bahu si ibu tua. “Bu, tolong lepas, Bu. Saya ganti rugi, Bu. Aduuhh!” pekik Vianka makin histeris. Mendengar kata ganti rugi, ibu tua itu melepaskan jewerannya. Hidungnya mendengkus kasar. Matanya masih melotot pada Vianka dan Renia bergantian. Reina langsung mendekati Vianka yang menggosok-gosok telinganya yang sudah panas. Jeweran si ibu tua memang tidak main-main, kedua telinga Vianka merah padam. “Ganti rugi gimana?” tanya si ibu menantang. Vianka dan Renia saling lempar kode mata. Minta ganti rugi dia. Sekiranya begitu kode di antara mereka. “Saya bakal bayar biaya pengobatan Ibu,” kata Vianka tidak kalah sombong. Ibu itu berdecih tidak suka. “Kamu pikir saya cuma butuh pengobatan.” Dahi Vianka dan Renia sontak mengerut. Si ibu tua kurang puas dengan tawaran Vianka. Terlintas sebuah pikiran buruk kalau-kalau si ibu akan memanfaatkan kesempatan mencari untung dari kecelakaan yang disebabkan Vianka, seperti yang banyak beredar dalam surat kabar kriminal. “Trus gimana, Bu?” tanya Renia hati-hati. “Karena perbuatan kalian, saya bisa disuruh pulang kampung sama majikan saya. Pernah ndak kalian pikir, kalau saya pulang kampung saya ndak punya penghasilan. Saya itu butuh uang buat nikahan anak saya di kampung, pulang kampung sekarang wes batal nikahannya. Ndak mikir kan ulah kalian bisa berakibat banyak?” “Kok disuruh pulang kampung?” Vianka masih belum paham. “Ya saya sakit gini. Kaki saya pasti ada patah. Gimana bisa kerja? Coba pikir?” jawab si ibu tua dengan nada memelas. Matanya tambah nelangsa melihat ayam kampung yang mau dia masak rendang lari menjauh, bebas merdeka. Memang belum waktunya si ayam menjemput ajal. Vianka dan Renia jadi tidak enak hati. Bagaimanapun mereka penyebab ibu tua itu berpotensi kehilangan pekerjaan. “Jadi Ibu maunya gimana? Perlu kami bantu bicarakan ke majikan Ibu?” tawar Renia. “Ndak usah hiks emang udah jalan takdir saya kehilangan pekerjaan hiks kalian bantu saya bayar pengobatan aja hiks,” kata si ibu sambil menangis. Renia menyenggol lengan Vianka. “Gimana tuh ibunya?” bisik Renia. Dia sangat prihatin dengan kondisi ibu itu. Pasti sulit bekerja di kota untuk membawa uang ke kampung. “Gue juga bingung. Lo ada ide?” balas Vianka masih berbisik. Renia berpikir sejenak. “Ibu ada cara buat kami bantu Ibu biar nggak kehilangan pekerjaan Ibu?” Ibu tua itu langsung mengelap wajahnya yang basah oleh air mata. Dia melihat Renia dan Vianka bolak-balik. Kemudian berhenti di Vianka. “Kamu.” Telunjuk ibu itu mengacung ke wajah Vianka. “Bantu saya kerja.” “Heeeeeh?!” Koor Vianka dan Renia terkejut.   ***   “Gue nggak mau, Ren. Apa-apaan tuh ide. Bantu ibu itu kerja, sama aja minta gue jadi babu. Ogah!” tolak Vianka tegas. “Ya elah, Vi. Cuma berapa hari lo bantu ibu itu. Cuma ampe sembuh. Lagian lo kan lagi kabur dari rumah, cepat ato lambat nyokap lo pasti nemuin lo. Mending lo ngumpet di rumah majikan ibu itu. Aman,” hasut Renia. Mereka tengah menunggui si ibu yang menerima penanganan dari dokter klinik dekat lokasi tabrakan. Renia sebenarnya tidak suka ide ibu tua itu. Berhubung situasi Vianka sedang dalam usaha kabur dari rumah, ya kenapa tidak dimanfaatkan saja permintaan si ibu untuk bersembunyi. Sudah seminggu Vianka kabur dan tinggal di kost yang disewa Renia. Sebenarnya bukan masalah tapi janggal saja kalau nanti keluarga Vianka datang dan menarik paksa Vianka pulang. Kabur itu harusnya ke tempat yang nggak terdeteksi orang dekat, menurut Renia. Sementara Renia adalah sahabat Vianka sejak sekolah dan mustahil keluarga Vianka tidak mengendus kemungkinan Vianka kabur ke tempatnya. “Bener sih omongan lo. Tapi gue masih khawatir ketauan nyokap gue. Temennya tersebar se-Indonesia.” Vianka tidak becanda soal maminya yang punya kenalan hampir di seluruh belahan Indonesia. Puluhan tahun berprofesi sebagai marketing, membuka koneksi maminya mengenal dan dekat dengan orang banyak. Apalagi perusahaan yang pernah jadi lahan si mami mencari nafkah tidak melulu satu bidang yang sama. Perbedaan bidang usaha perusahaan-perusahaan itu yang membuat maminya makin melebarkan sayap pertemanan. “Gue ada ide, lo minta aja ibu itu ngaku lo tuh ponakannya dari kampung. Majikan lo pasti nggak kepikiran asal-usul lo lagi.” “Bener banget. Boleh juga ide lo. Nanti lo ya yang minta ibu itu buat ngakuin gue ponakannya,” kata Vianka riang. Soal ide dadakan, memang Renia pakarnya. Vianka kepalang khawatir nasibnya berujung di penjara sebagai pelaku tabrakan dan pengendara motor tanpa SIM. Bisa tambah bahaya kalau keluarganya sampai tahu, peradilan yang dibuat maminya bisa jadi lebih kejam dari yang diputuskan hakim agung. Tambah lagi ada dua adiknya yang bakal mati-matian mengusahakan Vianka dapat hukuman seberat-beratnya. Kelar dunia dalam satu kedipan mata. Ide Renia juga membawa pencerahan setelah mendekam dalam kost yang disewa Renia, akhirnya dia bisa punya tempat sembunyi yang aman. Cklek. Pintu ruang pemeriksaan klinik terbuka. Si ibu keluar dengan bantuan tongkat. Kaki kanannya sudah terpasang gips. Vianka dan Renia merasa iba dan bersalah dengan kondisi si ibu yang belum mereka ketahui namanya. “Gimana kata dokter, Bu?” Vianka bantu si ibu duduk di kursi tunggu yang disediakan klinik. Renia segera pergi untuk menyelesaikan administrasi dan tebus obat. “Minggu depan dicek lagi. Cah ayu, lain kali hati-hati bawa kendaraan.” Si ibu sudah lebih bisa mengikhlaskan kondisi kakinya dan kejadian barusan. Dia juga sudah cukup senang karena dua anak muda itu mau memenuhi kompensasi sesuai keinginannya. Setidaknya dia tidak akan kehilangan pekerjaan. Vianka mengangguk sambil pasang senyum tidak enak. “Iya, Bu. Omong-omong, saya belum tau nama Ibu.” “Panggil aja Mbok Semi. Kamu?” Mbok Semi sudah lebih lembut berbicara dengan Vianka. Gadis muda itu jadi lebih tenang karena pertikaian di jalan bisa dianggap selesai. “Vianka Ayuni, Mbok.” “Vi, Viang, eh apa itu tadi? Ya ampun susah tenan sebut nama kamu.” “Ayuni aja, Mbok.” “Nah yang ini baru gampangan. Cocok lagi ama parasmu yang ayu,” puji Mbok Semi. Vianka tersipu malu dengan pujian Mbok Semi. Sebenarnya sudah sering Vianka menerima pujian cantik dan sebangsanya, tapi menerima satu pujian santun dari seorang wanita tua malah membuat Vianka senang. “Udah selesai, yuk pulang!” Renia datang dengan kantong plastik berisi obat Mbok Semi. Mbok Semi melirik Vianka. “Nah, ini temanmu siapa?” “Renia, Mbok,” jawab Vianka. Merasa ada kesempatan, Renia mengungkapkan idenya pada Mbok Semi. “Mbok, nanti di rumah majikan Mbok tolong ngaku Vianka ini ponakan Mbok dari kampung, ya.” “Kenapa begitu?” “Vianka nggak berani pulang karena mau dijodohkan buat bayar utang ibunya,” jawab Renia. Hidungnya mengembang saat berbohong tapi tidak disadari siapapun. Vianka terkejut dengan alasan yang dibuat Renia. Hutang dari mana, maminya itu punya jabatan tinggi perusahaan asing yang sukses. Suka sembarangan bicara, takutnya dikabulkan Tuhan. Amit-amit, keluarga Vianka punya hutang. “Ya ampun, Mbok turut prihatin sama kamu ya, Nduk. Banyak-banyak doa sama Tuhan biar dikasih jalan. Biar cobaan kamu lekas selesai,” kata Mbok Semi yang termakan kebohongan Renia. Vianka hanya bisa mengangguk pasrah. Dalam hatinya, dia merencanakan siksaan keji untuk membalas Renia yang sekarang terkikik geli dengan keusilannya. Sialan banget si Renia.  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bukan Ibu Pengganti

read
526.4K
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

Mas DokterKu

read
238.9K
bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
54.2K
bc

Nur Cahaya Cinta

read
359.5K
bc

Pernikahan Kontrak (TAMAT)

read
3.4M
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
475.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook