AFTER THE RAIN

Seorang gadis menatap jendela kaca di depannya. Dengan selimut yang tersampir di kedua bahunya. Tubuhnya tegak berdiri.  Bergeming    Jiwanya tengah sibuk memikirkan segalanya.  Sejenak dia menoleh ke belakang. Ke sebuah ranjang. Seorang pria tertidur pulas dengan posisi tengkurap.  Wajahnya terlihat damai. Gadis itu kembali menatap jendela yang semakin dipenuhi bulir air sisa hujan yang baru saja reda. Pikirannya kembali berkecamuk. Jiwanya mengembara. Pada sebuah peperangan batin yang membuat dadanya sesak.Gadis itu kembali menatap jendela yang semakin dipenuhi bulir air sisa hujan yang baru saja reda. Pikirannya kembali berkecamuk. Jiwanya mengembara. Pada sebuah peperangan batin yang membuat dadanya sesak. Apa yang baru saja dilakukan oleh dua orang anak manusia? Ketika anggur berkualitas terbaik sekalipun mampu melenakan mereka dalam tipisnya dinding kesadaran. Lalu mendapati dirinya terbangun terlebih dulu dan mulai memikirkan segalanya. Semua itu salah. Tidak ada kebenaran sedikitpun dalam semua yang mereka lakukan. Penilaian semua orang akan menjadi sebuah keseragaman! Dan keluarga? Gadis itu mulai bertanya. Apa yang akan dilakukan oleh ayah dan ibunya bila tahu semua itu? Dia yakin ibunya akan membunuhnya. Atau paling tidak dia akan berpikir untuk mengusirnya dan berlaku seolah tidak masalah bila kehilangan satu telur saja. Mereka masih punya telur yang lain. Tangan gadis itu gemetar menjangkau kaca yang berembun.  Langit Manhattan yang kelabu.  Akan seperti itu bukan masa depannya?  Kelabu karena ulah diri yang terlena.  Dia yang terlahir bersama sang badai. Dan dia pula yang tersesat dalam badai itu. Dan setelah hujan reda. Dia berada dalam sebuah kenyataan. Bahwa dia melakukan kesalahan yang sangat tidak termaafkan atas dalih cinta.  Cinta yang selamanya akan terlarang.  "Callia..." Gadis itu menoleh. Telinganya mendengar suara bariton itu memanggilnya. Entah sejak kapan dia jatuh cinta pada pria itu? "Kita dalam masalah besar, Orlando." Dan hening. ------------------------------- .