Prolog
#Cinta_Andira
Bayang-bayang Masa Lalu
"Rizam?"
Setengah memekik aku menganga, tak percaya jika orang yang memencet bel apartemen di pagi buta adalah dia, Rizam, seseorang yang kini sudah berstatus sebagai mantan suamiku.
"Hai selamat pagi Dira."
Rizam nyelonong masuk, tak peduli jika tuan rumah bahkan belum memintanya.
"Apa kau punya sesuatu untuk di makan? Aku belum makan sejak sore kemarin."
Aku masih berdiri di depan pintu, mengabaikan sosok Rizam yang kini sudah duduk di kursi meja makan.
"Wah kebetulan sekali."
Dia bersorak senang saat melihat sepiring nasi goreng dan telur dadar tersaji di atas meja. Ya, aku baru saja bersiap sarapan saat dia memencet bel tadi.
"Kenapa cuma berdiri di sana?"
Aku memutar bola mata, memilih tetap berdiri di ambang pintu, malas menanggapi ucapan Rizam. Apa dia tidak sadar kalau aku terganggu dengan kehadirannya?
Melihat Rizam yang makan dengan lahap, aku membanting pintu. Dia hanya tersenyum sambil terus menikmati makanan yang seharusnya ku makan. Tak mau ribut, aku memilih meninggalkan Rizam.
Setelah dua tahun menghilang, Rizam tiba-tiba muncul di kantor tempatku bekerja sebagai seorang atasan. Bingung? Tentu saja. Itu pasti bukanlah kebetulan. Sekarang, bukan hanya muncul di kantor, laki-laki itu juga muncul di depan pintu apartemenku.
"Hei kau melamun?"
"Apa yang kau lakukan di sini Rizam?" Aku memekik saat sadar Rizam sudah ada di dalam kamar, berdiri terlalu dekat, membungkuk, menyejajarkan kepalanya dengan kepalaku yang tengah duduk menghadap kaca. Ketika akan berdiri, tangannya yang kokoh menahan pergerakan ku.
"Kau semakin cantik sayang."
Hembusan nafas Rizam yang menggelitik telinga, serta panggilan sayang yang tak biasa, membuat bulu kuduk merinding seketika. Diam-diam hati pun memuji wajahnya yang semakin matang dan dewasa.
"Apalagi dengan rona pipimu yang bersemu merah." Rizam melanjutkan ucapannya.
Gugup, aku bangkit berdiri. Rizam tertawa kecil, matanya tak lepas memperhatikan.
"Sejak dulu aku ingin mengatakannya padamu sayang, kau cantik jika sedang tersipu malu seperti itu."
"Diam!"
Kali ini tawa Rizam berderai. Wajah galak yang ku perlihatkan tak membuatnya gentar.
"Aku pergi kerja. Jika..."
"Ini masih terlalu pagi Andira." Rizam memotong ucapan dan menarik tanganku yang hendak keluar kamar.
"Kau tau ini masih pagi, lalu apa yang kau lakukan di rumahku pagi-pagi buta seperti ini Rizam?" Aku mendelik, mencoba melepaskan genggaman tangannya.
"Tentu saja numpang sarapan. Sejak kembali ke Jakarta, hal yang paling ku rindukan adalah masakan mu Dira."
Aku mendengus. "Sejak kapan kau jadi banyak bicara? Seingat ku kau hanya banyak bicara jika menyangkut tentang Airin."
Kali ini Rizam diam. Kesempatan itu ku manfaatkan untuk melepaskan genggaman tangannya.
"Aku pergi. Jika kau masih ingin tinggal disini silahkan saja."
Aku beranjak meninggalkan Rizam. Dia tidak mengikuti. Berada di dekat Rizam membuat dadaku sesak. Jujur aku merindukan laki-laki itu. Tapi bolehkah aku merindukannya? Bolehkah aku senang dengan perlakuannya?
To be continue...
(Yang berharap cerita ini lanjut ke episode-episode berikutnya mohon tinggalkan love dan komentar)