bab 2

1601 Words
"Gimana?" Tanya Angkasa setelah Andrew mengangkat telponnya. "Biasa, mamah nitip makan"jawab Andrew. "Gue kira urgent banget lu di telpon" ujar Angkasa. "Hahah urgent, masalah perut laper kan sangat penting" jawab Andrew. "Anak lu lucu amat ya" puji Andrew ketika anak laki laki angkasa terbangun dari tidurnya. "Anak gue mah cakep, liat Nando mah mirip banget Ama papahnya" ucap Angkasa dengan percaya diri. "Makanya mas, buruan nyusul biar punya anak kayak Nando" ujar Dita. "Tuh dengerin bini gue" kekeh Angkasa. Hahah malam ini Andrew ternistakan karena jomblo yang berkepanjangan ini. Mamahnya aja udah angkat tangan ngejodohin dia dengan kolega bisnis keluarganya kalau akhirnya kandas bahkan Andrew ninggalin begitu aja. "Tante udah kesel jodohin dia Yang, kan gila tuh udah di jodohin masih aja gitu. Katanya ga ada yang cocok" cerita Angkasa pada istrinya. "Bully terus, apes banget malam ini gue" ucap Andrew. Mereka tertawa mendengar curahan hati Andrew, tapi setidaknya Andrew terhibur masih ada sahabat yang selalu menghibur nya seperti ini. Setelah selesai makan malam mereka memutuskan untuk pulang, ya karena tadi menggunakan mobil Andrew sudah menjadi kewajibannya nganterin Angkasa dan istrinya sampai rumah dengan selamat. "Mampir ya, dek Aruna minta di beliin pecel lele" ucap Dita pada suaminya yang sedang menyetir. "Oke sayang" jawabnya. Setelah sampai di sana Angkasa berniat untuk keluar mobil tapi di larang oleh Andrew. "Gue aja, sekalian beliin mamahh. Lupa gue kalau tadi di suruh beliin makan" ucap Andrew. "Bagian kesukaan Aruna, inget kan?" Tanya Angkasa. Andrew hanya mengangguk, dia ingat apa makanan favorit gadis itu. Karena setiap Aruna badmood dia mengajak Andrew kesini untuk menemaninya makan. Walau Andrew tidak ikut makan Aruna suda senang karena Andrew mau mendengarkan curahan hatinya. Banyak hal yang dipendam oleh gadis itu, dia terlalu pintar menyembunyikan setiap masalah dan kesakitannya sendiri. Dia hanya tidak ingin keluarganya tau dan ikut terbebani dengan masalahnya itu. Sudah cukup dia merepotkan kakaknya selama ini dan dia juga ingin membantu kakaknya walau hanya dengan ini. "Aruna sepertinya ada masalah mas," ucap Dita pada suaminya. "Kenapa?" Tanya Angkasa pada istrinya. "Nggak tau, tapi dia kelihatan nya lagi sedih" ujar Dita. "Nanti mas, coba tanya sama dia" jawab Angkasa pada akhirnya. Di sisi lain. Andrew sedang mengecek ponselnya, tidak ada notifikasi dari gadis itu. Entah apa yang dirasakannya saat ini dia merasa kehilangan ketika Aruna menghilang. Biasanya Aruna akan bersemangat ketika dia mengajak makan malam bersama, gadis itu bahkan tadi sengaja tidak ikut dan sekarang tidak ada notifikasi apapun dari gadis kecilnya itu. Entah apa yang di rasakan olehnya dia pun masih tidak tau, mungkin dia sudah terbiasa dengan sikap dan perilaku Aruna yang seenaknya sendiri selalu mengkuti dan berada di  sekeliling nya tapi ketika Aruna tidak ada dia merasa kosong dan hampa. Entah lah, kadang Aruna membuatnya kesal tapi terkadang juga Aruna membuatnya tersenyum dengan tingkah konyolnya itu. Setiap bertemu dengan wanita manapun dia merasa bersyukur karena ada Aruna yang tiba tiba menggagalkan pertemuan itu. Andrew tipe orang yang tidak bisa dipaksa dalam perasaan, makanya dia terkadang mencari seribu alasan untuk menolak acara perjodohan dari mamahnya itu. Walaupun pada akhirnya dia akan menemui calon yang di kenalkan mamahnya tapi semuanya gagal dan bahkan dia masih jomblo sekarang. "Mas" panggilan penjual pecel lele membuat Andrew tersadar. "Eh iya pak" jawab Andrew "berapa semuanya pak?" "70 ribu mas" "Ini pak," ucap Andrew langsung memberikan pecahan uang seratus ribuan kepada pedagang tersebut. "Mas mas kembaliannya" panggil pedagang tersebut ketika Andrew sudah meninggalkan warung tendanya. "Buat bapak aja" ujar Andrew. "Makasih mas" ucap pedangang itu "Alhamdulillah" Sesampainya Andrew di mobil, Angkasa langsung melajukan mobilnya untuk menuju kerumah. "Lama amat lu" ucap Angkasa di sela sela fokus memperhatikan jalanan yang sedikit ramai. "Antri banget gila, disana mah rame banget gara gara enak banget" keluh Andrew. "Hahaha makanya kalau nggak enak ga mau ngantri lah. Gitu aja ga tau" sindir Angkasa. *** Akhirnya mereka sampai di kediaman Angkasa, Andrew langsung pamit karena ini sudah malam dan mamahnya juga menunggu pesanan makanan yang sudah di belokannya tadi. "Balik dulu ya" pamit Andrew. "Hati hati" balas Angkasa. Dita langsung masuk kedalam kamarnya karena anaknya tertidur dengan lelap, sedangkan Angkasa dia menuju kamar adiknya. Kamarnya gelap, di langsung menghidupkan lampu kamar tersebut. Adiknya tertidur dengan selimut yang menutupi badannya. "Dek" panggil Angkasa. "Hemm" jawab Aruna. "Bangun makan dulu," ucap Angkasa. "Kepalaku pusing kak," jawab Aruna. Angkasa memegang dahi adiknya, dan dia baru tahu kalau adiknya sedang demam. Padahal tadi pagi sampai sore juga baik baik saja, adiknya kalau banyak pikiran pasti begini. Sedikit sedikit sakit, tapi adiknya sama aja nggak pernah ngomong apa yang menjadi bebannya itu. "Makan dulu," ucap Angkasa. "Kenapa mas?" Ujar Dita di depan pintu kamar yang terbuka. "Aruna sakit, Tolong ambilin makan sama obatnya ya Yang" ucap Angkasa pada istrinya. "Nggak usah, Una mau ke bawah aja. Nggak papa kok" jawab Aruna dia berusaha berdiri walaupun kepalanya sangat pusing dia menahannya. Menjadi beban bagi orang lain suatu hal yang sangat di bencinya. "Mbak siapin makan sama obatnya aja ya? Mas bantu Una turun ke bawah takutnya kenapa kenapa" perintah Dita pada suaminya. Dita langsung ke bawah menyiapkan makanan yang sudah di beli oleh Andrew tadi. Sekaligus memberinya obat, Dita kasihan adik iparnya selalu saja begini. Entah apa yang menjadi masalahnya tapi Una selalu menyimpan nya sendiri. "Buruan makan, kakak temenin" ucap Angkasa pada adiknya. "Ih iya ya, kakak tidur aja sana kasihan Nando sendirian" ucap Una. "Nando sama mamahnya, nggak usah khawatir. Kamu kenapa? Nggak cerita sama kakak?" Angkasa mulai serius berbicara kepada adiknya. "Nggak kenapa kenapa kok, kecapekan aja kali" jawab Una. "Dek, kakak tau ada yang kamu pikirin kan? Makanya kamu sampai sakit begini. Kalau ada apa apa kamu harus bicara sama kakak, kamu itu satu satunya keluarga yang kakak punya kakak nggak akan merasa terbebani dengan semua itu" ucap Angkasa panjang lebar. "Una, hanya kecapekan kak" jawab Una kekeh. "Apa berkaitan dengan Andrew?" Tebak Angkasa dan Aruna hanya diam hal ini membuat Angkasa paham kalau memang masalahnya adalah Andrew. "Kalau kamu udah ga mau bertahan lagi, ya udah cari yang lain dek. Kamu jangan sedih sedih" nasihat Angkasa. "Iya kak" jawab Una. Entah apa yang akan dia lakukan tapi agar tidak membuat kakaknya khawatir. "Ya udah kakak Ke kamar ya?" Pamit Angkasa "Iya kak, tolong ambilin selimut Una ya di kamar. Una mau sambil nonton disini" "Kamu kan sakit, istirahat aja" nasihat Angkasa. "Kepalaku makin pusing kalau aku tidur terus" jawab Aruna. Karena tidak mau banyak bicara akhirnya Angkasa mengambilkan selimut untuk adiknya itu. Aruna memakan pecel lele yang diinginkan nya tadi kalau dia sakit dia memang suka makan pedes biar seger di mulut katanya. Padahal mah gitu aja dasar Aruna. Aruna membuat story di aplikasi chatnya, entah dia memang mencoba menghindari Andrew untuk sementara waktu tapi dia juga ingin mengetes apakah laki laki itu perduli padanya atau tidak. Banyak chat yang masuk, mengucapkan doa semoga cepet sembuh tapi sedari tadi dia tidak melihat chat dari orang yang ditunggu tunggu nya itu. Padahal kalau di lihat Andrew juga sudah melihat storynya sepuluh menit yang lalu. Karena kesal akhirnya Aruna melempar ponselnya begitu saja. Untung bawah nya karpet bulu jadi ponselnya tidak hancur karna udah di lemparnya. "Bodo amat" ucap Aruna dia lalu melanjutkan menonton drama Korea yang sudah berulang ulang kali di putarnya itu. *** "Kenapa sih?" Tanya Diandra pada anaknya, karena sedari tadi Andrew terdiam padahal mereka asik bersendau gurau. Walaupun sudah malam tapi mereka masih bersama sama, menikmati makanan yang di bawakan oleh Andrew. "Anu..." Andrew mau berkata tapi malu. Sungguh Andrew yang lempeng dari awal pun tidak pernah terlalu memusingkan masalah wanita. Tapi entah kenapa mungkin karena sudah terlalu terbiasa dengan adanya Aruna di hidupnya makanya dia merasa kehilangan sekarang. "Apaan sih,?" Tanya Diandra karena saking penasaran dia langsung mengambil ponsel Andrew. "Mamah! Ponsel aku sini in" pinta Andrew pada mamahnya. "Rusuh banget!" Jawab Endrew. "Oh Aruna? Kesayangan mamah kenapa ?" Tanya Diandra penasaran. "Makanya liat storynya" ucap Andrew kesal. "Mantu mamah kenapa?" Tanya Diandra serius. "Dia sakit," jawab Andrew. "Pasti gara gara kamu!! Di kenalin sama anak temen mamah ga mau! Giliran Aruna ngejar ngejar kamu kamunya nggak mau! Maunya gimana sih?" Kesal Diandra. Diandra setuju apabila anaknya dengan Aruna, Aruna sangat manis dan baik hati. Tapi anaknya yang g****k aja tuh kenapa sih kok ga suka sama Aruna. "Besok jenguk, kasihan" nasihat Abelano. "Udah tua, si Aruna masih mau sama kamu seharusnya kamu bersyukur. Eh ini malah bikin anak orang nangis terus. Awas ya kalau nanti Aruna nggak jadi mantu mamah gara gara sikap kamu" Diandra kesal banget dengan anaknya itu. "Perhatian dikit kek, ya ampun lempeng banget jadi orang. Kalau gitu terus kapan kamu nikahnya? Kapan kasih mama cucu?" Mamahnya kalau udah nyerocos ga ada hentinya. "Mamah udah punya cucu ponakan twins sama Rachela gitu kok" balas Endrew. "Kamu juga, kapan nikahnya sih aduh mamah jadi darah tinggi kalau mbahas kamu" curhat Diandra pada akhirnya. "Udah mah udah, biarin mereka menentukan kisahnya sendiri. Kalau udah waktunya juga bakalan ketemu jodoh kok" Abelano akhirnya menengah i pembicaraan yang lama lama bakalan menjadi panjang. "Tapi ga bisa gitu kan Pah! Mereka udah 35 ya ampun. Seharusnya udah punya tiga anak seumur mereka ini" kesal Diandra. "Udah lah udah mamah jadi emosi" Diandra langsung pergi masuk ke kamarnya. "Kalian  beresin ini, jangan sampai tidak. Mamah bakalan marah kalau masih berantakan" perintah Abelano pada anaknya. Mereka mah maklum, pasti papahnya mau nyari kesempatan dalam kesempitan ini makanya mamahnya masuk kamar papahnya langsung nyusul. "Dasar orang tua" ucap Andrew. "Mamah dengar ya" teriak Diandra dari kamarnya. Ya ampun ini mamahnya kesambet atau apa sampe sensitif begini, batin Andrew mana berani dia ngomong lagi takut mamanya ngamuk lagi. Andrew dan Endrew akhirnya membereskan bekas makan malam nya, mana mungkin mereka mau diamuk singa macem mamah nya yang garang melebihi kak Ros itu. Menakutkan... bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD