PROLOG
***
Acara pekan olahraga dan seni sedang berlangsung di lapangan sekolah, masing-masing kelas sudah mengirimkan perwakilannya untuk mengikuti setiap perlombaan. Suara sorakan dan tepuk tangan pemberi semangat ikut memeriahkan acara. Setiap ruang kelas terpantau kosong dan sunyi, hanya ruang kelas 7-C saja yang terisi oleh sebagian besar muridnya. Hampir pada setiap perlombaan mereka kalah di penyisihan babak pertama, jadi daripada menonton kelas-kelas lain saling berkompetisi, mereka memilih menghabiskan waktu di dalam kelas sendiri. Kecuali sepasang anak manusia yang duduk di lantai tanpa alas di depan kelas, sama-sama meluruskan kaki sambil bermain ayam-ayaman.
"Kamu kalah!" seru si anak laki-laki saat berhasil menekan jempol anak perempuan yang duduk di hadapannya.
"Ya sudah... apa? Kamu mau minta apa?" Si anak perempuan merajuk kesal, ia bergeser untuk bersandar pada tembok. Perjanjian dari permainannya adalah yang kalah mengabulkan keinginan pemenang, dan ia tahu kalau keinginan teman laki-lakinya ini selalu saja aneh.
"La, kamu nggak mau mencoba pacaran?"
"Pacaran?"
Anak laki-laki itu mengangguk semangat, "Aku ingin tahu rasanya pacaran itu seperti apa." ungkapnya dengan wajah serius.
"Ya tinggal pacaran saja." sahut si anak perempuan dengan raut heran.
"Tapi aku nggak mau pacaran dengan sembarang anak perempuan. Kamu tahu David, kan? Coba lihat sekarang dia menjadi seperti apa setelah pacaran sama kakak kelas." Nada bicaranya seolah sedang membahas harga minyak bumi yang belakangan anjlok, padahal mereka hanya sedang membicarakan teman sekelasnya yang sebelumnya polos sekarang berubah jadi tukang tebar pesona yang tingkahnya kadang kelewatan.
"Kamu tukang tebar pesona dan sering kelewatan, apa bedanya kamu dan David?" sela anak perempuan itu tanpa mengurangi nada sinisnya.
"Aku masih polos, La... aku belum pernah melakukan apa-apa. Kamu tega aku terkontaminasi oleh yang lebih berpengalaman?" Sekarang anak laki-laki itu mulai bersikap berlebihan, ia menyilangkan ke dua tangannya di depan badan.
"Memangnya kamu cat warna putih yang gampang banget terkontaminasi warna lain? Kamu kan cat warna hitam."
"Nala...." rengeknya setelah mendapat cibiran.
"Makanya jangan berbelit-belit! Kamu mau minta apa?"
"Pacar." Senyuman lebar menghias wajahnya.
"Hah?"
"Mulai hari ini kamu pacar aku ya, La!" putusnya seraya berdiri.
"Loh? Tapi kan aku nggak mau!" tolak si anak perempuan.
"Tapi kan kamu kalah." belanya, lalu berlari masuk ke dalam kelas.
"Semuanya! Aku ada pengumuman!" teriaknya di depan kelas untuk mendapatkan perhatian, "Mulai hari ini Nala pacarku ya... kalau ada yang nanya-nanya Nala lagi, bilang saja kalau Nala pacarku. Jangan lupa semuanya!" ia bicara dengan semangat, tidak mempedulikan raut wajah orang yang namanya sedari tadi ia sebut. Berkat pengumuman itu, suara sorakan dan tepukan tangan juga terdengar dari ruang kelas 7-C.
"La, bilang sama Nathan ya... mulai kelas delapan nanti dia gak perlu antar jemput kamu lagi. Biar itu jadi tugasku." ucapnya sebelum kembali keluar kelas, sementara Nala hanya menghela napas.
***