PART 1

1432 Words
Elena mengerang ketika bokongnya menyentuh pinggiran meja dapur berbahan perpaduan besi dan stainless. Desahan keluar ketika Ansell dengan lihai mencumbu Elena. Membuat Elena yang begitu belia bahkan merasa kesulitan menahan beban tubuhnya. Rasanya setiap sentuhan Ansell mampu membuat tubuh Elena melumer. Elena kehilangan kekuatan untuk menopang berat tubuhnya sendiri. Desahan dan lenguhan tertahan memenuhi dapur besar itu. Puncak musim dingin nyatanya tak membuat Elena dan Ansell merasakan kedinginan karena kegiatan mereka yang sangat panas. Ansell membelai tulang selangka Elena. Menciumnya kecil dan memberi jilatan basah yang membuat Elena justru mendongak dan memberi akses lebih untuk bibir nakal Ansell menjelajah. Tangan besar Ansell menangkup pinggang Elena dan mengangkat tubuh Elena hingga terduduk di pantry. Tangan Ansell lalu membuka kedua kaki Elena. Memposisikan tubuhnya di antara kaki Elena sambil tetap mencumbunya. "Kau ingin aku melakukan apa lagi, Elena?." Suara serak Ansell yang terdengar seksi terdengar di telinga Elena yang memejamkan matanya. Merasakan sentuhan lembut yang berpadu dengan napas hangat Ansell yang sesekali menghantam permukaan kulitnya. "Lakukan sesuatu, Ansell...aku...sudah tidak tahan...aaaah..." Elena mendesah tak tahu malu, ketika tangan Ansell menangkup payudaranya. Desahan yang terdiam oleh ciuman Ansell di bibir Elena yang kemudian mengajaknya menari. Terasa hangat dan basah. Gairah segera saja berderap. Menjalar melalui kapiler darah Elena dan bermuara pada titik di antara kedua pahanya. Elena merasa tidak tahan lagi. Dilihatnya Ansell tersenyum begitu manis sebelum akhirnya memcumbunya lagi dengan jilatan basah dan hangat. Mereka bergerak seirama. "Kau ingin kita bercinta, Elena? Sekarang juga? Oh...Elena...My sweet cupcake..." Tangan Ansell menyibak gaun yang menutup paha Elena...menyibaknya dan menyentuhnya. Titik itu. Dimana gairah Elena berkumpul menjadi satu. Jemari Ansell membelai. Menekan. Dan menusuk lembut. Elena menggelinjang...dadanya membusung dan tangannya terentang mencari pegangan untuk menahan kenikmatan yang tengah menderanya. Hingga.... Praaaang.. Elena tersentak. Sebuah panci yang biasa untuk merebus pasta terjatuh ke lantai. Menghasilkan bunyi nyaring yang membuat kelopak mata Elena membuka dengan malas. Lalu...suara panggilan itu...suara Ansell yang seksi... "Miss Elena Leandro..." Mengapa terdengar formal sekali? "Miss Leandro..." Mengapa suara Ansell semakin formal? "Miss Elena Leandro?!" Elena tersentak diiringi gelak tawa bergemuruh di dalam ruangan. Perlahan kesadaran Elena terkumpul. Dia menatap sekelilingnya bergantian. Ruang kelas yang dimasukinnya sejam lalu. Sekarang penuh bisik-bisik dan suara tawa yang bahkan tak berusaha ditahan.  "Kau bermimpi, Miss Leandro? Kalau boleh tahu apa mimpimu itu?"  Elena mendongak dan mendapati obyek fantasi liarnya yang terbawa mimpi. Ansell Giuliano. Guru baru. Guru yang mumpuni dalam bidang pastry atau pembuatan kue-kue kering dan segala sesuatu yang terdapat di dalamnya. "Saya...tidak...maafkan saya, Sir." Elena merutuki kegugupannya. Dia melirik sahabatnya, Christy Powell yang menatapnya prihatin. "Katakan Miss Leandro...apakah mimpimu berhubungan denganku? Kau menyebut namaku tadi...dalam tidurmu." Elena membeku. "Tidak...itu aku...maksudku..maafkan aku Sir. Sungguh saya berjanji. Ini tidak akan terulang lagi." Elena menunduk. "Baiklah. Ke ruanganku setelah jam pelajaran selesai." Elena yang masih membeku, tersentak saat bel berbunyi menandakan pelajaran Mr Ansell Giuliano selesai. Christy menyenggol lengan Elena. "What's wrong with you, Elena? For God sake..hukuman apa yang menunggumu? Kau ingat bukan hukumanku minggu lalu?" Christy merunduk dan setengah berbisik sambil menatap Mr Ansell yang menata buku di mejanya dan kemudian bergegas melangkah keluar sembari menenteng komputer jinjingnya. "El..." "Aku mimpi bercinta dengannya, Christy." Elena berujar ringan sambil menyambar tasnya. Membawanya keluar dengan langkah panjang. Mengabaikan panggilan Christy yang terbengong beberapa saat setelah mendengar jawabannya. Elena ingin bergegas menghadap guru tampan tapi galaknya itu. Menegosiasikan hukuman yang akan diterimanya. Syukur-syukur benar-benar bisa mengajak Mr Ansell b******u. Sedikit saja cukup. Sebagai permulaan. Elena melonggarkan syal yang melilit di lehernya. Mendorong pintu ruangan Mr Ansell pelan. ----------------------------------------- "Habiskan susumu, El. Jangan lupa mampir ke tempat kerja Justin untuk mengantarkan ini..." Elena menatap Ibunya yang sibuk merapikan sebuah tempat makan yang sudah diisi dengan potongan-potongan sandwich isi tuna dan sayuran. Elena buru-buru menghabiskan susunya dan menyambar titipan Ibunya untuk Kakaknya, Justin. Mencium Ibunya sambil lalu, Elena bergegas melangkah keluar dari rumah. Hari ini dia harus berangkat pagi-pagi karena harus menjalankan hukuman dari Mr Ansell. Hukuman yang membuat Elena tak henti tersenyum. Mr Ansell, pria itu sengaja atau apa? Memberi Elena hukuman untuk merapikan dapur dan segala perlengkapan praktek materi pelajaran bersamanya. Berdua dengan pria itu. Jelas sekali bisa berdekatan dengannya bukan? Elena, dengan senyum mengembang di bibirnya, membayangkan betapa harinya akan berwarna dan penuh debaran. Bergegas dia masuk ke dalam mobil yang sudah siap mengantarkannya ke sekolah. Sebelumnya, seperti biasa, Elena akan mampir ke tempat kerja Justin, Kakaknya untuk menyerahkan kotak makan berisi sandwich dari Ibunya untuk Kakaknya itu. Hampir tiap hari seperti ini, dan hampir pasti Elena mengeluarkan sebuah protes yang jelas-jelas diabaikan oleh Nyonya William Leandro. Tapi...kali ini tidak. Elena terlalu bahagia dan bersemangat untuk sekedar protes. Rasanya membayangkan berdekatan hampir setengah hari dengan gurunya yang tampan dan matang itu lebih menarik dibanding melancarkan sebuah protes yang akan menghasilkan omelan panjang lebar dari Nyonya Leandro. Elena melesat memasuki kantor Justin. Seorang arsitek ternama. Menurun dari Ayah mereka. Justin melesat dengan cemerlang meniti karirnya hingga akhirnya mampu berdiri sendiri. Mempunyai perusahaannya sendiri di usianya yang masih sangat muda. Bahkan Justin sekarang tengah mengambil Masternya. Terkadang Elena berpikir, Kakaknya bagai kuda yang tak pernah lelah. Setelah sedikit berbasa-basi dan menyerahkan bekal Justin pada sekretarisnya, Elena melesat pergi ke sekolahnya. Tak merasa perlu menunggu Justin yang sedang mempersiapkan sebuah rapat penting. Elena sedikit merasa konyol. Hukumannya bahkan baru akan dimulai nanti sepulang sekolah. Tapi dia merasa bersemangat. Bahkan bersemangat juga menghadapi pelajaran mengenal bumbu-bumbu dari Asia Tenggara yang sedikit rumit dengan gurunya, Mrs Debby Rich yang membosankan. Cara mengajar Miss Rich seperti mengulas sebuah buku sejarah yang membuat mengantuk, tapi kali ini Elena merasa bersemangat. "Tidak usah menungguku, Will. Aku akan pulang naik taksi." Elena keluar dari mobil dan Will, supirnya mengangguk. Elena menapaki tangga sekolahnya. Masuk dan berjalan pelan. Beberapa temannya terlihat baru saja berdatangan. Elena segera membaur dan mencari-cari dimana kira-kira Christy berada. Elena menanggapi omongan teman-temannya. Mereka melangkah sepanjang koridor. Saat berbelok di ujung koridor, tiba-tiba teman-teman yang berjalan di depan Elena menepi. Elena sigap ikut menepi. Mereka berdiri dan berbisik-bisik. Tatapan Elena ikut tertuju kemana teman-temannya menatap. Sesosok wanita cantik dengan heels dua belas sentimeter nya, melangkah anggun mengimbangi langkah...Mr Ansell Giuliano! Elena terpaku. Wanita itu, Chef ternama di Amerika. Miss Dabria Scott. Jelas Elena tahu tentang dia. Wanita itu adalah pengisi tetap salah satu acara memasak paling prestisius yang ditayangkan oleh salah satu televisi swasta nasional milik keluarga Leandro. Kerumunan teman-temannya mulai berjalan lagi dan terpecah menjadi dua bagian. Sebagian memilih menuju lantai atas dengan lift, dan sebagian lagi memilih menggunakan tangga. Elena menoleh. Sedikit saja. Dengan ujung matanya dia melihat, Mr Ansell tersenyum begitu manis pada Miss Dabria Scott. Mereka bahkan berhenti dan berbincang di depan ruang tata usaha. Miss Scott terlihat mengusap lengan Mr Ansell dan tangan wanita itu tak kunjung turun dari lengan Mr Ansell. Elena merutuk dalam hati. Ansell--nya...di sentuh wanita lain. "El...jangan dia." Christy sahabatnya tiba-tiba saja sudah berada di samping Elena dan menarik Elena untuk masuk ke dalam lift. Pintu lift menutup dan untuk sepersekian detik Elena masih bisa melihat betapa Miss Dabria berjinjit dan berbisik di telinga Ansell yang setengah merunduk sambil bersedekap. "Mereka berteman?" Elena menoleh pada Christy. Christy juga menoleh, menatap Elena. "Setelah pelajaran pertama, El. Aku akan bercerita." "Oh...come on Christy." Elena mulai merajuk. "Nope. Setelah pelajaran pertama atau aku tidak akan bercerita sama sekali." Pintu lift terbuka dan Christy melangkah keluar dengan cepat. Mengabaikan Elena yang mendengus. Mereka akhirnya berjalan beriringan sepanjang koridor menuju kelas. Masih ada lima menit sebelum pelajaran pertama dimulai dan rasanya Elena harus berusaha keras menepis rasa penasarannya. Christy bahkan langsung sibuk dengan laptop di depannya dan mengabaikan Elena. ----------------------------------------------- "Ini tahun keduamu, Miss Leandro dan kau masih salah menyusun pisau sesuai dengan urutannya. Juga urutan pelaksanaan materi ini. Apakah kau sedang tidak enak badan?" Mr Ansell bertanya dengan raut heran hingga lipatan di dahinya semakin dalam. Dan sialnya...Elena merasa Mr Ansell sangat seksi saat seperti itu.  "Tidak, Sir. Maafkan saya." "Kau terlalu sering meminta maaf." Elena menunduk. Menekuri alas meja putih bersih di depannya dan tak berniat mendongak. Bayangan Dabria Scott yang berbisik mesra pada Ansell mengganggu konsentrasinya. Rasa penasarannya yang tak terjawab--karena Christy tiba-tiba saja harus pulang cepat karena Bibinya menelpon untuk keadaan mendesak---tak urung menambah buruk mood Elena. Ansell, menarik napas dalam dan menghembuskannya pelan. Dengan cepat dia membenahi pekerjaan Elena pada komputer jinjingnya. Ansell menutup laptopnya pelan. Menangkupkan tangannya dan menatap Elena. "Miss Leandro?" Elena mendongak. Tak bisakah Ansell tak memanggilnya dengan sebutan seperti itu? "Apa yang kau impikan kemarin di kelasku kalau boleh aku tahu?" Elena menggeleng. Mendapati dirinya tenggelam dalam netra hijau pria di depannya itu. Bibir pria itu. Penuh namun tidak tebal. Alis yang membingkai matanya terlihat tebal dan menarik. Lengkungannya sempurna. "Kalau kau bermimpi bercinta denganku...maka...buang jauh-jauh mimpi itu, Miss Leandro. Itu tidak seharusnya terjadi." Elena memutus tatapannya pada Ansell. Membuang pandangannya ke arah kitchen set berwarna jingga di dapur itu. Benarkah yang baru saja di dengarnya? Kenapa Elena merasa dia seperti tertangkap basah dan merasa seperti Ansell tengah menolaknya? Rasanya, menyakitkan! Hampir sama seperti ketika Britany Jones mengatainya pendek! "Apakah kita sudah selesai, Sir? Kalau sudah saya permisi. Sampai jumpa besok pagi." Elena beranjak dan melangkah cepat keluar dari dapur uji coba. Mengabaikan Ansell yang terpaku. Sesaat Ansell seperti melihat air mata? Ansell menatap Elena yang keluar bersamaan dengan Dabria Scott yang masuk ke dapur itu...  -------------------------------            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD