02 - Bandit

1716 Words
Entah kenapa, ada dorongan ingin tertawa pada diri Zeth. Ia mengangkat kedua tangannya, menandakan tidak akan menyerang. Kurang lebih ada delapan orang bandit yang mengepungnya. Tentu dia tidak akan mudah bergerak dengan bebas. Salah satu bandit itu mengerutkan keningnya. “Kenapa kau tertawa? Meremehkan kami?” “Tidak, aku hanya ...” Zeth memikirkan tentang dirinya yang menyerang orang-orang ini. Mengingat kalau selama ini dia bertarung dengan monster besar yang dapat membunuhnya jika dia lengah, dan mengingat tentang pertarungannya dengan Demolux bersaudara membuatnya merasa tidak tega untuk menyerang mereka semua. Sedetik kemudian ia mengerutkan keningnya ketika mengingat bahwa dirinya tidak banyak membantu kelompoknya. Jika ia ingat baik-baik, dirinya tidak pernah mendapat kesempatan yang tepat untuk menyerang musuhnya. Pasti Key, Baron, Lucius atau Jura sudah menghabisi mereka. “Boss, kami menemukan barang-barangnya!” kata seorang bandit yang sedang memegang tas milik Syville. Seseorang yang dipanggil Boss ini maju selangkah mendekati Zeth, ia masih mengacungkan belati kepadanya. “Cepat lihat apa yang ada di dalamnya.” Zeth melirik bandit yang memegang tas Syville. Bandit itu membuka tasnya lalu memasukkan tangan ke dalamnya. Kemudian, bandit itu terkejut dan dengan cepat mengeluarkan tangannya sambil memegang seekor ikan yang masih hidup di tangannya. Kelompok bandit itu terkejut dengan apa yang mereka lihat. Salah satunya berkata, “Ikan hidup dalam tas? Mana mungkin!?” Zeth mengambil kesempatan ini untuk menarik belatinya, lalu melemparkan belati itu kepada bandit yang memegang tas Syville. Belati milik Zeth menggores wajah bandit itu, membuatnya menjatuhkan tas milik Syville. Zeth menggerakkan jari telunjuknya, memanggil kembali belati yang dilemparnya ke genggamannya. Ia langsung melemparkan belati itu kepada Boss bandit yang ada di depannya. Namun, reaksi Boss bandit itu lebih cepat dari dugaannya. Dia menghindari serangan dari Zeth, dan langsung menerjang ke arahnya. Dengan cepat, Zeth memanggil kembali belati miliknya sambil menghindari serangan dari Boss bandit. Jika dibandingkan dengan makhluk yang dapat dikategorikan sebagai makhluk mistis yang dengan senang hati ingin menelan Zeth hidup-hidup, pergerakan para bandit ini sangat lambat, sehingga Zeth dapat dengan mudah menghindari serangannya. Melihat Zeth yang dapat dengan mudah menghindari serangan dari boss mereka, para bandit lainnya menyiapkan senjata mereka dan mulai menghimpit Zeth, membuatnya lebih sulit untuk bergerak. Ketika ia hampir tersudut dengan para bandit yang menyerang mereka secara bersamaan, ia mendengar sahutan Key. “Ada apa ini?” “Sepertinya kita akan dirampok,” jawab Zeth sambil menghindari tebasan dari Boss bandit yang sudah berada di dekatnya. Beberapa bandit mendekati Key sambil mengacungkan senjata padanya, dan ada beberapa dari mereka bersiul. “Boss, ada wanita di kelompok mereka!” Si Boss bandit tersenyum pada Zeth dengan alisnya yang terangkat. “Apa ini? Bersenang-senang dengan wanita dalam perjalanan? Sayangnya, kau sedang sial.” Zeth membalas senyumannya. “Sepertinya aku yang harus bilang begitu pada kalian, kalian lah yang sedang sial.” Boss bandit itu mendengus kencang meremehkan pada Zeth. “Kau benar-benar meremehkan kami, bukan?” Terdengar erangan dari bandit yang tadi mengepung Key. Ketika Zeth melihat apa yang terjadi, semua bandit itu sudah tumbang. Key menyerang mereka dengan sarung pedang miliknya, membuat mereka semua kehilangan kesadaran. “Lihatkan? Yang sedang sial itu kalian,” kata Zeth. “Bagaimana bisa!?” Boss bandit itu tidak percaya apa yang dilihatnya. Padahal, selama ini dia dan kelompoknya merupakan orang-orang yang paling kuat di desa mereka. Dengan senyuman miris, boss bandit menertawakan dirinya. Ternyata, ia hanya seekor katak di dalam sumur. Melihat boss bandit itu sedang lengah, dengan cepat Zeth memukul bagian tengkuknya. Membuat boss bandit itu kesulitan bernapas dan akhirnya tak sadarkan diri. . . Key melipat tangannya di d**a. Dengan wajah yang menyeramkan, ia berkata, “Jadi, kalian mau merampok kami?” Para bandit yang saat ini tangannya sudah diikat oleh tali yang didapat dari tas milik Syville, hanya bisa menundukkan kepala mereka. Senjata mereka sudah dilucuti oleh Lucius yang kembali dengan seseorang yang menembakkan anak panah pada Zeth. “Dilihat dari keadaannya sekarang, sepertinya kami yang sedang dirampok,” jawab Boss bandit tersebut. Lucius tertawa mendengarnya. “Yah, kalian salah merampok orang. Jadi, ingin menjelaskan apa tujuan kalian kepada kami, lalu kami akan membebaskan kalian ... tentu saja jika penjelasan kalian tidak merugikan kami, atau kalian tidak akan menjelaskan apa pun kepada kami, dan kami akan meninggalkan kalian dengan keadaan kalian yang seperti ini?” Boss bandit itu mendengus. “Untuk apa aku menjelaskan hal itu pada kalian?” Jura baru saja keluar dari tenda sambil menahan kuapnya. “Ada apa ini? Kenapa ramai sekali?” Ketika melihat Jura, mata Boss bandit itu langsung mengerjap cepat dan wajahnya mulai memerah. Tiba-tiba saja muncul senyuman besar di wajahnya. Jura mengerutkan kening padanya. “Siapa mereka? Kenapa kalian mengikatnya?” Lucius mengangkat kedua bahunya. “Mereka mencoba untuk merampok kita.” Jura mendekati para bandit yang diikat. “Merampok? Kenapa kalian ingin merampok kami?” “Kami terpaksa melakukannya karena kondisi desa kami yang sedang diperbudak,” jawab Boss bandit itu. Lucius menendang si Boss bandit itu di bagian rusuknya, membuat ia meringis kesakitan. “Hei, bukankah saat kutanya kenapa kau merampok, kau tidak mau menjawabku?” Boss itu mendengus sambil menggelengkan kepalanya. “Mana mungkin aku mengabaikan pertanyaan dari wanita cantik seperti dia.” Jura menahan tawanya. “Hei, bukankah kasihan jika mereka diikat seperti ini? Kenapa tidak lepaskan saja mereka? Yah, jika mereka akan kembali menyerang ...” “Tentu tidak! Kami tidak akan menyerang kalian lagi setelah tahu jadinya akan seperti ini,” kata Boss cepat sambil menganggukkan kepalanya. “Tunggu, kenapa kau jadi baik padanya? Dia ingin merampok kita!” Sahut Lucius. “Setelah mendapat perlakuan seperti ini dari kalian, aku tidak akan berbuat hal yang tidak-tidak lagi. Jadi, bisakah kalian melepaskan kami? Kami akan menjawab semua pertanyaan ... pertanyaan wanita ini,” kata boss bandit itu pada Jura. Key mengernyitkan hidungnya. “Aku seorang wanita, dan kau tidak menjawab pertanyaanku tadi!” Lucius mendecakkan lidahnya. “Apa-apaan ini,” katanya sambil melepaskan ikatan para bandit lainnya. “Jika boleh tanya, siapa namamu?” tanya Boss bandit setelah kedua tangannya terbebas dari ikatan. Jura mengangkat  kedua alisnya. “Aku? Panggil saja aku Jura.” “Namaku Ish. Meskipun kita baru bertemu dan berbicara beberapa menit, maukah kau menjadi wanitaku?” tanyanya sambil berlutut pada Jura. “Eh?” Tanya Jura terlihat bingung sambil mengangkat sebelah alisnya. Kemudian ia mengalihkan pandangannya pada Lucius. Para bandit lain langsung bersiul ketika Ish melamar Jura secara tiba-tiba. Zeth dan Key ikut menatap bingung sambil menaikkan kedua alis mereka, terkejut dengan perbuatan Ish yang tidak tahu malu ini. Lucius menginjak punggung Ish dengan wajah yang mengerikan, entah kenapa Zeth seperti melihat ada aura hitam yang mengelilinginya. “Hei, leluconmu sangat tidak lucu,” kata Lucius, setiap kata yang diucapkannya, ia menginjak Ish lebih kencang. “Tunggu, tunggu. Aku sangat serius,” jawab Ish sambil berusaha berdiri. Namun, ia kembali terjatuh mencium tanah karena Lucius kembali menginjaknya dengan kencang. “Oh? Serius, ya?” Kali ini, Lucius menginjak punggung Ish berkali-kali, membuat Ish kembali mengaduh kesakitan. “Hei! Apa yang kau lakukan pada Boss kami?!” tanya bandit yang lain. Lucius menatap mereka dengan pandangan yang tajam dan terlihat lebih mengerikan, mungkin jika tatapan bisa membunuh, mereka semua sudah kehilangan nyawanya. “Apa? Kau juga menginginkannya?” Seluruh tubuh bandit-bandit itu bergetar ketakutan ketika merasakan tekanan dari Lucius, dengan tatapan meminta maaf pada bossnya, para bandit itu mengatupkan kembali mulutnya. Jura menarik pelan Lucius, menjauhkan dirinya dari Ish. “Bukankah sudah cukup, Lucius?” tanyanya sambil mengangguk meminta maaf pada Ish yang terlihat sebentar lagi akan menangis. “Jadi, bisa kalian jelaskan pada kami keadaan desa kalian?” . . “Jadi, begitulah ceritanya,” kata Ish setelah bercerita panjang lebar. Zeth mengangguk mengerti. “Jadi singkatnya, tidak jauh dari desamu tiba-tiba saja muncul sebuah menara tinggi beberapa minggu lalu?” Ish mengangguk dengan semangat. “Ya, dan ketika beberapa orang dari desa kami masuk ke menara itu, pintu menara itu langsung tertutup dan tidak bisa dibuka. Ketika kembali terbuka, orang-orang yang masuk ke dalamnya sudah hilang.” Key mengusap dagunya. “Apa orang-orang yang masuk ke dalam menara itu pernah kembali?” Ish menggelengkan kepalanya, wajahnya terlihat lebih muram dari sebelumnya. “Kami bergiliran berjaga di dekat menara itu, dan sudah tiga hari lamanya tidak ada yang keluar dari dalam sana. Lalu, keadaan menjadi lebih buruk ketika tiba-tiba saja banyak makhluk aneh yang menyerang desa kami, kemungkinan berasal dari menara itu.” “Apa karena tidak ada orang yang memasukinya lagi, makhluk hidup yang ada di dalamnya keluar?” tanya Zeth bingung. “Kemudian, siapa lagi Tangan Kanan Dewa ini?” tanya Lucius. “Apa mereka yang membangun menara itu?” “Mungkin iya?” kata Jura sambil mengerutkan keningnya. “Bukankah aneh, menara itu muncul tiba-tiba dan makhluk yang menyerang desa Ish keluar dari dalamnya. Kemudian, tiba-tiba saja kelompok yang menyebut dirinya sebagai Tangan Kanan Dewa ini tiba begitu saja dan menawarkan bantuan ... hal ini seperti sudah direncanakan.” “Lalu mereka meminta imbalan berupa emas pada kalian,” kata Key, “dan jika kalian tidak bisa membayar, barang-barang milik kalian akan diambil. Ini sungguh tidak adil.” Ish kembali mengangguk dengan semangat, menyetujui perkataan mereka. “Jadi, kau sangat mengerti bagaimana keadaan kami saat ini, bukan? Bisakah kalian membantu kami dengan memberikan barang-barang kalian kepada kami?” Bandit yang lain ikut mengangguk dengan semangat. Lucius mendengus. “Oh tentu. Kalian boleh mengambil barang-barang kami.” Ish tersenyum bahagia mendengar jawaban Lucius. “Sungguh?” “Tentu tidak. Mana mungkin kami dengan lapang d**a memberikan barang-barang kami kepada kalian. Lagi pula, kami juga seorang petualang,” lanjut Lucius. “Tapi jika seperti ini, bisa-bisa seluruh warga di desa kami menjadi b***k! Lelaki yang tersisa di desa kami hanya sebanyak ini!” katanya sambil menunjuk para bandit yang lain.  “Apa kalian tidak merasa kasihan pada kami?” Zeth memijat keningnya pelan. “Yah, sebenarnya kami juga dalam kondisi yang tidak diuntungkan. Kami tidak bisa memberikan barang-barang kami pada kalian.” Jura mengangguk menyetujui perkataan Zeth. “Itu benar, maafkan kami, Ish. Saat ini kami juga sedang mempertaruhkan nyawa kami dalam sebuah ... tugas.” Ish mendesah panjang mendengar perkataan dari Zeth dan Jura. “Baiklah. Mungkin permintaan kami terlalu banyak. Maafkan kami.” “Sebaiknya kita kembali, Boss. Kita terlalu lama pergi dari desa. Bisa-bisa kelompok itu menganggap kita kabur,” kata salah satu teman Ish. “Kau benar. Maafkan kami yang telah menyerang kalian tiba-tiba,” kata Ish sambil membungkuk pada Zeth dan yang lainnya. Syville baru saja keluar dari tenda sambil mengusap matanya pelan. Ia melihat ke arah Zeth dan yang lainnya dengan pandangan bingung. “Kenapa jadi ramai sekali?” Ish tampak terkejut melihat Syville. Ia langsung berlari dan berlutut di depannya. “Maukah kau menjadi wanitaku?” Key melempar sepatunya kepada Ish. “Bisakah kau hentikan itu!?” “Tunggu, Boss! Mungkin dia orangnya!” Sahut salah satu temannya. Ish mengusap bagian kepalanya yang terkena lemparan sepatu dari Key. Ia berdiri lalu memerhatikan Syville secara rinci. Syville yang kemungkinan masih setengah sadar hanya mengerjapkan matanya berulang kali. Entah kenapa, Zeth merasa terganggu dengan tingkah laku Ish. Ketika ia ingin melemparkan sepatunya seperti yang dilakukan oleh Key, Ish tiba-tiba saja berteriak senang sambil menggenggam kedua tangan Syville. “Kau! Kau Dewi kami!!” Syville tersentak kaget. “Maaf?” Bandit yang lain mengeluarkan suara terkesan dengan jawaban Syville. Lalu mulai bertepuk tangan. “Salah satu Cenayang di desa kami mengatakan ... akan ada sekelompok orang yang tiba untuk menolong kami. Salah satu dari mereka memiliki rambut berwarna biru dengan mata yang berwarna biru cerah, seperti pantulan matahari di lautan dangkal,” kata Ish bersemangat. “Kau ... memiliki penampilan yang sama seperti yang dikatakan oleh Cenayang kami! Tolong bantulah kami!” []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD