Prolog.

2065 Words
Pernikahan Mega Arimbi yang seorang desain interior ---dengan Carlo Braile Sukmo adalah pernikahan terkenal di Jakarta. Semua terjadi karena sang pria yang merupakan pengusaha sukses memilih Mega seorang desainer yang bekerja di salah satu butik menjadi istrinya. Sesuatu yang sama sekali tidak diperkirakan oleh semua orang karena status Mega yang hanya gadis dari keluarga sederhana. Bahkan Mega sendiri tidak menyangka jika Bachelor paling di tunggu di Jakarta mendekati dan melamar dirinya. Mega masih ingat dengan jelas malam di mana Carlo melamarnya. Sebuah kata manis melebih manisnya madu terucap di bibir Carlo yang kissable. "Maukah kau menikah denganku?" Kala itu, dengan taburan kelopak bunga yang tersebar di restoran Pantai Indah, Carlo melamar Mega. Suasana romantis ia persiapkan demi mengesankan sang gadis. Lilin berbentuk hati, cincin berlian besar di kotak perhiasan melengkapi suasana romantis itu. Jangan lupakan pemain biola yang memainkan lagu pengiring lamaran. Siapapun yang melihat pasti akan menganggap jika ini adalah lamaran paling romantis yang pernah mereka lihat. "Ya, aku akan menikah denganmu." Siapa pun akan menduga hal tersebut. Lagi pula siapa yang bisa menolak sang pengusaha. Tampan, kaya dan romantis. Mega memimpikan pernikahan yang penuh cinta dan kehangatan. Dan tentu saja ia menjadi perbincangan hangat di ibu kota karena keberuntungannya menjadi bagian keluarga Sukmo. Mega pun menjadi pusat rasa iri dari gadis-gadis ibu kota. Sayangnya dongeng Cinderella tidak terjadi padanya. Sikap Carlo mendadak berubah seratus delapan puluh derajat menjadi dingin tepat saat pemberkatan pernikahan selesai. Carlo bahkan menghilang tanpa menyentuh dirinya ketika malam pengantin. Semua itu menghancurkan hati dan impian Mega. Ia hanya bisa meringkuk menanti waktu menarik pagi menggantikan malam. Keesokan harinya Carlo mendatangi kamarnya. Dia mendengus melihat istri yang ia nikahi tertidur dan masih memakai gaun pengantin. Wajah istrinya juga terlihat sembab seolah habis menangis semalaman. Mega terbangun karena suara langkah kaki Carlo. Matanya melirik ke arah jam di atas nakas, ternyata sudah jam tujuh pagi. "Kak Carlo baru pulang? Maaf aku ketiduran," Sambut Mega dengan senyum manis. Ia memaksakan senyum meski yakin penampilannya sekarang acak-acakan karena bangun tidur. Dia bahkan tidak sempat ganti pakaian dan membersihkan make up karena menunggu Carlo. "Siapa bilang kau boleh tidur di kamarku?" Desis Carlo dingin. Suaranya menembus d**a Mega dan menghantarkan rasa dingin di punggungnya. Hah? Mega tersentak akan sikap Carlo yang menakutkan. Mata abu-abu pria itu menatapnya tajam tanpa ada kelembutan sama sekali. Padahal selama ini Carlo tidak pernah marah dengan apapun yang dia perbuat. "Ta-tapi kitakan suami-istri," jawab Mega takut-takut. "Kau berani membantahku?!" Bentak Carlo. Deg. "Ti-tidak," isak Mega. Dia begitu takut melihat suaminya yang sangat berubah. "Lupakan, kini aku sadar jika tidak seharusnya menikahi wanita rendahan. Aku pasti sudah kehilangan akal," gerutu Carlo. Pria memiliki darah campuran Austria-Indonesia itu mengusap wajahnya yang memiliki hidung tinggi dengan jengkel. Alis tebal yang membingkai mata abu-abunya menukik tajam. Rahangnya yang tegas seolah dipahat seniman mengeras. Secara keseluruhan, Carlo sangat kesal, dan Mega tidak tahu apa yang membuatnya marah. "Mang Asep!" Teriakan Carlo menggelegar di rumah. Tak lama kemudian pria berperawakan kurus, kecil datang tergopoh-gopoh menuju Carlo. "Iya, Tuan?" "Mang, tolong bereskan barang-barangku di sini lalu pindahkan ke ruang kerja. Aku tidak ingin ada yang tertinggal satupun." "Baik tuan." Carlo kemudian meninggalkan Mega yang masih menganga tak percaya atas keputusan Carlo. "Kak Carlo biar aku aja yang pindah---" "Cukup! Oh Tuhan, bagaimana aku bisa berpikir menikahi gadis udik yang suka membantah? lama-lama aku bisa gila melihat tampang bodohnya terus menerus, " ucap Carlo. Ia terus menggerutu sembari menuju pintu kamar dan membantingnya. Brak! Mega dan Mang Asep berjingkat akibat suara pintu yang ditutup kasar oleh Carlo. Mega menggigit bibirnya karena tidak mau terisak di depan Mang Asep. Yang nyatanya memang dimaklumi oleh pria berusia empat puluhan itu. Dia menatap iba pada gadis yang baru dinikahi tuannya kemarin. Dia pun berinisiatif meninggalkan Mega yang terdiam karena shok. "Maaf Nyonya, saya keluar dulu. Setelah ini saya akan datang untuk mengambil pakaian tuan muda. " Mega mengangguk-anggukan kepalanya meski dalam keadaan menunduk. Tetesan air matanya sudah tidak bisa ia tahan. Hatinya remuk mengetahui sikap Carlo yang berubah. Bagaimana seorang pria bisa berubah sedramatis ini dalam satu malam. 'Tunggu dulu, kak Carlo pasti marah karena aku tadi malam tidur lebih dulu. Lebih baik aku minta maaf padanya,' batin Mega. Itulah pikiran positif yang berhasil menghentikan tangisan Mega. Mencoba menghibur diri sendiri dari hati yang remuk akan impian manis yang hancur. Dia pun mulai menyiapkan diri untuk menemui Carlo. Berbekal senyum manis di wajah ayu yang ia miliki, Mega keluar dari kamar. Dress merah maroon selutut dia kenankan agar dirinya terlihat cerah. Lalu potongan simple namun press body menonjolkan tubuhnya yang bisa diibaratkan biola. Mega terlahir dengan memiliki d**a yang murah hati beserta pinggul yang menggoda, serta bentuk tubuhnya yang sangat disukai para pria. Mega menuruni tangg dan memperhatikan desain interior rumah. Tirai-tirai digantung tinggi bersama kanopi memberi kesan mewah pada rumah. Begitu pula dengan lampu kristal yang menggantung di atas, rumah ini layak disebut mansion. "Selamat pagi nyonya," sapa salah satu pelayan. "Selamat pagi, Bi. Kak Carlo ada di mana ya?" "Tuan di balkon atas lantai dua nyonya. Ada tamu yang memberinya selamat." "Terima kasih Bi. Aku akan ke sana. " Mega yang masih memiliki pikiran positif menuju ke balkon. Dia berjalan dengan tenang karena tidak ingin keberadaannya mengganggu Carlo dan teman-temannya. Saat Mega sampai di ujung tangga, dia terkesima melihat betapa indah pemandangan dari balkon lantai dua. Walau ruang balkon dan ruang santai dipisahkan dengan tirai terikat manik-manik, tapi Mega bisa melihat taman beserta pantai dari sini. Mereka berpadu memanjakan indra penglihatan, membawa ketenangan bagi penikmatnya. Hanya saja, ketenangan yang baru Mega dapatkan terusik karena perbincangan rekan-rekan Carlo yang terdengar. "Adam, apa Carlo meneruskan rencana menjadikan istrinya tameng biar nggak dipaksa menikah lagi?" "Kurasa demikian, dia hanya butuh waktu dua tahun untuk hidup dalam pernikahan lalu membuat istrinya meminta cerai." "Hah, bagaimana caranya?" "Tanya sendiri sama Carlo, pokoknya harus istrinya dulu yang meminta cerai, sebab perjanjian pranikah menyebut kalau Carlo nggak perlu membayar uang kompensasi umpama istrinya yang meminta cerai lebih dulu." "Wow, sadis..." "Ngomong-ngomong di mana Carlo?" "Dia menelpon seeorang. Kau tahukan siapa?" Tawapun berderai kemudian. Mereka tidak sadar jika perbincangan itu di dengar oleh Mega. Alhasil gadis itu berbalik dan menuruni tangga dengan tubuh bergetar. "Nggak mungkin Kak Carlo melakukan itu padaku. Nggak mungkin..." Mega pun menghentikan langkahnya ketika sampai di ruang makan. Dia terduduk di kursi sambil mencerna semua yang terjadi. "Tidak mungkin," lirih Mega. Meski hati berdenyut-denyut sakit, Mega tetap tidak mau menerima apa yang ia dengar. "Ya, nggak mungkin kak Carlo sejahat itu. Mereka pasti menjelek-jelekkan kak Carlo." Mega yang tidak ingin menerima kenyataan menganggap jika mereka hanya bergosip semata. Yah, lagi pula di jaman ini bukan hal aneh jika seorang teman terlihat baik di depan tapi menjelek-jelekkan di belakang. Mega pun mencoba melupakan apa yang ia dengar. Akan tetapi pernikahan yang ia jalani memang jauh dari kata sempurna. Carlo jarang berada di rumah. Dan jika berada di rumah dia hanya akan membentak dan menghina Mega yang berasal dari keluarga biasa. Sikapnya terus memburuk setiap harinya. Mega terkadang ingin menyerah. Hatinya tersiksa dan juga tidak memiliki tempat untuk mengeluh. Namun dia akan dianggap konyol oleh sebagian orang dan menudingnya tidak tahu diri atau terlalu terbawa suasana. Banyak dari mereka berkata jika yang dilakukan oleh Carlo wajar karena kesibukannya. Tapi itu hanya karena mereka tidak akan membayangkan betapa kejam Carlo. Suatu hari Carlo membawa seseorang berpampilan seksi kerumah. Saat itu pelayan sudah pulang ke rumah masing-masing karena jam kerja selesai. Mega yang melihatnya tidak kuasa menahan kesedihannya. "Kak Carlo, kenapa kau membawa wanita lain ke rumah, Kak? Hiks..." "Dari pada tidur denganmu aku lebih suka tidur dengan jalang!" Carlo menarik tangan wanita itu ke kamar yang berada di kamar kerjanya. Tak lama kemudian terdengar suara desahan keras dari gadis itu. Hal ini membuat Mega semakin hancur. Mulai saat itu Mega tidak lagi memiliki keberanian bicara dengan Carlo. Dia hanya bersabar menghadapi suaminya sambil berharap suami yang dulu baik hati, kembali lagi. Dan tak terasa Mega menjalani hidup pernikahannya selama dua tahun. Namun tak seharipun ia lewati tanpa makian Carlo. Seperti hari ini, Carlo hampir meledak karena tidak sabar menunggu Megan berdandan. Padahal Mega sudah bersiap ke pesta keluarga Aditya yang merupakan rekan Carlo. Dia juga sudah menunggu dengan harap-harap cemas Carlo untuk turun ke bawah. Tangannya saling mengait menandakan kegugupannya. Dia duduk di sofa, menunggu harap-harap cemas kedatangan Carlo dari kantor. Tak lama kemudian pria balsteran Indo-Austria itu muncul. Wajah tampan berahang tegas yang memiliki hidung tinggi nampak muram. Mata tajam berwarna abu-abu menatap malas pada Mega yang menunduk takut-takut. "Pakaian apa yang kamu kenakan? Sangat menggelikan. Cepat ganti!" Hardik Carlo. Baginya dandanan Mega tak ubahnya seperti jalang karena warna merah yang mencolok. "A-apa kita tidak akan terlambat?'' Tanya Mega takut-takut. Inilah yang menjadi ketakutan Mega. Dia takut jika Carlo kembali tidak suka dengan penampilannya dan marah. "Kalau gitu jangan lama-lama dandannya. Bagaimanapun juga kamu nggak akan lebih cantik." Kembali Carlo menghina Mega. Seperti inilah kehidupan sehari-hari Mega. Dia tidak pernah absen mendapatkan hinaan dari sang suami. "I-iya." Mega tergopoh-gopoh memasuki kamar dan berganti baju. Dia hampir menangis karena bingung memilih pakaian yang akan dikenakan tanpa membuat Carlo marah. Dan akhirnya pilihannya jatuh pada warna putih tulang. Setelah lima menit berganti pakaian, dia berlari kecil menuju ke lantai bawah di mana Carlo menunggu. "Mengapa kau menghabiskan begitu banyak waktu hanya untuk berdandan! " teriak Carlo dari bawah saat melihat Mega di tangga. Mega tergopoh-gopoh menghampiri Carlo, mengabaikan tatapan simpati para pelayan yang mengetahui kondisi pernikahan mereka. "Maafkan aku Kak Carlo. Aku bingung harus memakai baju yang mana," jawab Mega sambil terengah-engah. Jika saja Carlo tidak protes akan penampilan Mega sudah pasti saat ini mereka sudah berada di kediaman Aditya. "Itu karena kamu bodoh. Aku tidak percaya ada seseorang tidak tau jika dirinya tidak pantas mengenalkan pakaian yang cocok untuknya atau tidak. Kau tadi seperti monyet. " Mega hanya bisa menutup mulut mendengar pelecehan verbal yang tidak pernah absen sejak pernikahannya. Dia tidak sadar jika sikap diamnya justru membuat ucapan Carlo semakin kejam dari hari ke hari. "Sampai kapan kau akan berdiri seperti idi*t, ayo ke mobil. Dasar tidak berguna." "I-iya." Carlo sebenarnya tidak menginginkan menikahi Mega. Dia melakukannya untuk menghentikan tuntutan orang tuanya dan para kolega bisnis. Itu karena kekasihnya sedang menempuh kariernya di luar negeri. Dia adalah artis sekaligus model yang memiliki acara tv sendiri. Itu membuatnya menolak lamaran Carlo. Nama gadis itu adalah Monica Lestari. Carlo mengira jika dia bersikap dingin pada Mega tanpa memberinya uang yang cukup maka gadis itu akan pergi. Nyatanya dia salah. Mega masih tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berpisah. Inilah yang membuat Carlo semakin gencar melecehkan Megan secara verbal. Tidak ingin membuang waktunya, Carlo menarik Mega ke mobil agar segera berangkat. Mereka diikuti oleh sekelompok orang berpakaian rapi yang merupakan pengawal keamanan Carlo. Ya mereka hanya memastikan keselamatan Carlo, Megan yakin jika ada pembunuh yang berada di depannya maka Carlo akan menjadikan dia tameng. . . . Di pesta, mereka berdua disambut oleh tuan rumah dengan segala pujiannya. Tentu saja mereka menjilat Carlo untuk uang atau urusan bisnis. Sedangkan Mega berusaha mati-matian tersenyum dan nampak baik-baik saja. Semua nampak baik-baik saja hingga ada suara ribut di pintu masuk ballroom. "Hei, lihat itu. Dia Monica Ombre Wijaya! " Salah satu tamu memekik senang melihat kedatangan Monica. Begitu pula dengan Mega dan Carlo. Akan tetapi pesta langaung hening, dan yang membuat pesta hening adalah sikap Carlo yang tiba-tiba. Pria itu langsung menyerbu ke arah Monica dan memeluknya. Hal yang tidak pernah ia lakukan pada istrinya selama dua tahun ini. Membuat seluruh tamu shok kemudian berbisik-bisik. "Kau kembali. " Monica turut memeluk Carlo, "Ya, aku sudah kembali. " Melihat hal tersebut, Mega merasa sangat malu pada tingkah Carlo. Hatinya sudah tidak berbentuk karena tingkah sang suami. Meski demikian, Mega tetap menjaga senyum agar dia tidak diprotes oleh Carlo. Dia pun nekat mendekati mereka berdua dan menyadarkan Carlo jika tingkahnya dilihat oleh para tamu. Monica tersentak kaget karena kedatangan Mega lalu melepaskan pelukannya pada Carlo. Dia bahkan mengira jika Mega akan memakinya, tapi ternyata tidak. Megan justru menyapanya dengan ramah dan menanyakan kabarnya. Itu membuatnya tidak menjadi perbincangan gosip. "Senang kau kembali nona Monica. Aku adalah fans beratmu. " Mega melirik pada Carlo. Sepertinya dia tau jika suaminya ini ternyata mencintai gadis di depannya. Mega juga mulai menyadari alasan Carlo menikahinya karena sering mendengar beberapa perbincangan kolega dan sahabat Carlo ketika berkunjung di mansion. Siapa yang menyangka jika apa yang dibicarakan oleh mereka ternyata benar adanya. Rupanya aku hanya tameng bagi Carlos. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD