PROLOG

1253 Words
Pria bertopeng terus saja menyudutkan penjaga terakhir si pemilik rumah besar. Belasan penjaga sudah ia lumpuhkan dengan bantuan beberapa kawannya. Kini hanya tinggal pasangan suami istri yang menjadi target operasinya saat ini. Pria bertopeng yang berjumlah delapan orang ini dibayar mahal oleh seseorang untuk menghabisi sebuah keluarga kaya raya. “Cepat! Cari mereka dan seret ke mari,” kata salah satu pria bertopeng yang merupakan pemimpin dari pasukan tersebut. Dengan segera tujuh orang lainnya menyebar ke segala penjuru rumah. Memeriksa semua ruangan dengan sangat cepat. Mereka tidak akan takut ada penyelinap karena mereka sudah memastikan semua orang sudah tak sadarkan diri kecuali si pemilik rumah. Untuk CCTV sudah mereka sabotase dengan baik dan pastinya tidak akan satu barang bukti pun yang bisa menemukan siapa di balik dalang ini semua. “Semua kamar di bawah kosong, Bos!” lapor salah satu anak buahnya yang saat itu memeriksa lantai satu rumah ini. Si pemimpin pasukan ini pun mengerti. Kini dia menunggu laporan dari anak buahnya yang lain. “Area belakang kosong, Bos!” “Dapur juga kosong, Bos!” “Oh, bermain petak umpet rupanya,” gelak tawa si pemimpin. Tawanya aneh jika didengar lebih jelas. Anak buahnya pun hanya bisa bungkam. Mungkin bagi bosnya ini adalah hal yang menyenangkan. Sudah lama sekali beliau tidak turun tangan langsung untuk melakukan hal seperti ini. Mungkin saja kliennya saat ini adalah orang penting. Ya, dilihat dari segi mana pun rumah ini memang terlihat mewah dan sudah dipastikan jika mereka adalah orang kaya. Orang kaya memang banyak sekali musuh dan pesaing. “Bos, lapor! Ada satu kamar di lantai tiga yang terkunci dari dalam.” Pemimpin pasukan itu pun menyeringai. Mangsanya sudah berhasil ia temukan. Pekerjaanya akan cepat selesai dan dia pun bisa beristirahat di kasurnya nanti bersama istri tercntanya. “Kita perkirakan itu adalah kamar dari anak target kita, Bos. Sepertinya mereka tengah bersembunyi di sana,” lanjut anak buahnya yang tentu saja dia pun tahu tanpa perlu dijelaskan lebih lanjut. Manusia tak ada bedanya dengan hewan. Ketika mereka sedang dalam bahaya, maka ke mana lagi mereka akan bersembunyi? Sudah pasti mereka akan menyelamatkan anaknya terlebih dahulu. Delapan orang itu melangkahkan kakinya menuju lantai tiga. Sepanjang tangga dinding dihiasi oleh foto-foto keluarga sang pemilik rumah. Wanita dan pria di dalam foto-foto itu terlihat bahagia sekali, ditambah lagi ada seorang bocah laki-laki yang berada di tengah-tengah mereka. Ada juga beberapa foto bayi, mungkin foto bocah laki-laki itu. Si bos pun menyeringai, kebahagiaan yang ada di foto itu tidak akan berlangsung lama. Sangat disayangkan hidup mereka akan berakhir seperti ini. Ini sudah menjadi hukum alam. Semakin bahagia orang tersebut maka semakin banyak pula orang-orang yang ingin menghilangkan kebahagiaan itu. Sungguh miris. Salah satu anak buahnya pun mencoba membuka pintu. Tentu saja tidak merusak pintu tersebut. Dengan keahlian yang mereka milik pun sudah cukup, dan tentu saja ini adalah hal yang sangat mudah. Mereka adalah agen rahasia. Dibilang mafia mungkin, tapi pekerjaan mereka khusus. Hanya membantu klien yang berasal dari kalangan atas. Dan tentu saja bayarannya setimpal dengan kerumitan yang mereka alami. Dan juga jasa mereka pun tidak banyak yang tahu. Hanya orang-orang dari kalangan atas saja yang mengetahui keberadaan mereka. Jangan salah, mereka tidak menetap hanya di satu tempat. Hidup mereka pun nomaden, dan mereka tidak hidup secara berkelompok. Tentu saja mereka tidak ingin tertangkap. Mereka hidup layaknya seperti manusia pada umumnya. Memiliki keluarga yang sama sekali tidak tahu pekerjaan asli mereka apa. Namun, jangan salah, rekening di bank mereka juga cukup banyak. Karena sekali bertugas bisa mendapat puluhan milyar. Harga yang setimpal dengan kesulitan misi yang mereka hadapi. Kita beralih ke dalam kamar yang sedang berusaha dibuka oleh pasukan itu. Bocah laki-laki yang tidak tahu apa pun hanya memandang bingung kedua orang tuanya. Awalnya bocah itu sedang terlelap, bahkan dia bermimpi sedang melakukan liburan yang menyenangkan bersama kedua orang tuanya. Namun, mimpinya terusik karena kedatangan kedua orang tuanya. Terlebih mereka terlihat begitu panik. “Sayang, dengar Mama,” kata wanita paruh baya yang memakai piyama tidurnya. Bocah laki-laki itu hanya memandang mamanya dan mencoba mendengarkan kata orang tuanya itu. Muka polosnya terlihat begitu tulus dan bocah itu masih suci dan tidak tahu bagaimana kejamnya dunia ini. Berbeda dengan sang mama, papanya lebih terlihat waspada di dekat pintu, sesekali beliau mengecek keadaan anak dan istrinya. “Mama minta setelah ini kamu diam dan jangan bersuara,” lanjut sang mama dengan nada perintah dan terlihat serius. Meskipun masih belum paham, bocah itu tetap mengangguk dan mengiyakan perintah orang tuanya yang tidak pernah sekali pun ia bantah. “Dan satu lagi,” kata wanita itu terdengar pilu, “Mama sangat sayang sama kamu,” lanjutnya sambil memeluk bocah kecil itu dan disusul suara tangisan dari bibirnya itu. “Mama jangan nangis,” kata bocah laki-laki itu sambil menghampus air mata yang keluar dari kedua bola mata mamanya. Si wanita paruh baya pun kembali memeluk sang anak dengan erat. Mungkin ini adalah pelukan terakhir mereka. “Rion, dengar Papa.” Kini papanya yang menginterupsi bocah itu. Masih terlihat waspada namun pria itu tetap menujukkan wajahnya yang serius. “Apa pun yang terjadi kamu harus kuat. Suatu saat nanti kamu pasti paham dengan semua yang terjadi. Papa minta di masa depan nanti jadilah laki-laki yang bertanggung jawab. Dan jangan sekali-kali kamu melukai wanita. Dan ingat, setelah ini jangan cari tahu kenapa semua ini bisa terjadi. Ini semua murni kesalahan Papa. Kamu paham?” Bocah yang memang tidak mengerti apa pun itu hanya bisa mengangguk. Kemudian kedua orang dewasa itu menggiringnya ke bawah kolong tempat tidurnya. Tempat yang tidak ia sukai karena di sana gelap. “Diam dan jangan bersuara,” perintah sang mama sekali lagi. Bocah itu menunggu, dan melaksanakan perintah kedua orang tuanya. Pintu terbuka dan beberapa langkah kaki masuk. Bocah itu melihat langkah-langkah itu seolah menyudutkan kedua orang tuanya. Terjadi perdebatan di antara keduanya, hingga suara tembakan pun terdengar. Bocah itu tak mengerti dengan orang dewasa di sana. Apakah mereka sedang bermain perang-perangan? Jika iya, dia akan ikut karena dia sangat menyukai permainan itu. Namun, perintah kedua orang tuanya membuat bocah itu menyurutkan keinginannya. “Bersihkan tempat ini. Jangan sampai ada barang bukti tertinggal sedikit pun,” perintah seorang pria yang tidak diketahui oleh bocah itu. “Bos, anaknya bagaimana? Apa perlu kita singkirkan juga?” tanya anak buahnya dengan hati-hati. Tawa si bos pun menggelegar. “Tidak perlu. Ingat! Kita tidak menyingkirkan anak-anak. Mereka tidak tahu apa-apa,” jawab pemimpin pasukan itu. “Lagi pula, mental si anak akan terus terganggu karena melihat orang tuanya tiada. Itu sudah lebih dari cukup saat ini.” Pria itu tahu jika bocah yang ia lihat fotonya di sepanjang dinding tangga tadi sedang bersembunyi. Ya, di bawah tempat tidur, dia tahu itu. Tapi, dalam prinsip pekerjaannya, dia tidak akan berurusan dengan anak-anak. Haram baginya membunuh anak yang tidak berdosa. Dia masih punya hati untuk tidak menyingkirkan makhluk itu. Setelah pekerjaannya telah selesai, si pembunuh bayaran beserta anak buahnya pun pergi meninggalkan TKP. Bocah laki-laki itu segera keluar dari persembunyiannya. Dia langsung mendapati jasad kedua oraang tuanya yang tak bergerak di atas tempat tidur. Dan jangan lupakan darah mengotori sprei tempat tidurnya. Tentu saja bocah itu syok dan ditambah lagi dia tidak mengerti apa yang terjadi. “Orion, apa pun yang terjadi kamu harus bisa menemukan pembunuh itu. Di mana pun mereka berada kamu harus membalaskan dendam itu. Mereka sudah menrenggut semuanya darimu, dan sekarang giliranmu untuk merenggut semuanya dari mereka.” Perkataan dari sang kakek selalu diingat terus oleh bocah itu. Pembalasan dendam sudah ditanamkan betul oleh pria paruh baya yang sudah berumur itu. Anaknya dibunuh dengan keji bersama dengan menantunya. Dan dengan tega mereka membuat anak sekecil ini harus menjadi yatim piatu. Sungguh biadab.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD