Tertarik

2507 Words
    Nazhan berpakaian berbeda daripada biasanya. Setelan jas kerja yang bisanya menjadi pakaian tugasnya, kini digantikan oleh pakaian kasual yang tampak begitu cocok dengan Nazhan. Malahan, kini Nazhan terlihat begitu tampan. Puti secara pribadi lebih menyukai Nazhan mengenakan pakaian kasual santai tersebut, daripada mengenakan setelan jas. Ya walaupun Puti juga merasa jika Nazhan juga cocok dengan setelan jas, Puti merasa jika Nazhan lebih cocok dengan pakaian kasual. Karena itulah, Puti memerintahkan Nazhan untuk mengenakan pakaian kasual saja. Tentu saja Nazhan tidak memiliki kuasa untuk menolak keinginan sang nona muda.     Hari ini, adalah hari pertama Nazhan masuk kelas. Kebetulan, kelas yang Nazhan hadiri kali ini sangat santai. Hanya ada asisten dosen yang masuk dan memberikan arahan untuk materi selanjutnya yang akan diberikan oleh dosen. Nazhan tentu saja terlihat fokus untuk mengingat materi apa saja yang memang perlu ia baca sebelum kelas berikutnya datang. Namun, sejak pagi tadi Nazhan merasa terganggu dengan teman-temannya yang berada di kursi tepat di belakangnya. Teman-temannya tersebut ternyata tengah membicarakan perihal Puti.     “Meskipun selalu bersikap dingin dengan orang sekitarnya, Puti memang sangat menarik,” ucap salah satu di antara mereka dengan nada antusias yang sama sekali tidak disembunyikan. Seolah-olah, apa yang ia bicarakan memang sangat menarik.     “Ya, jika kita tepikan perihal kabar kelahirannya yang ternyata tidak diharapkan, serta dirinya yang anti sosial, Puti memang benar-benar sangat menarik. Wajahnya juga sangat cantik. Terkadang, aku merasa jika keterdiamannya itu sangat menggemaskan. Aku ingin suatu saat ini mengajaknya jalan bersama di akhir pekan,” sahut suara lain menyetujui apa yang dikatakan oleh orang pertama tadi.     “Jangan gila. Ayahnya tidak mungkin mengizinkannya. Jangan lupakan juga Alfa dan Tengku. Keduanya sudah menjadi tameng terdepan yang akan kamu hadapi sebelum bisa mengajak jalan Puti itu.”     “Lagi pula, aku rasa si Puti juga tidak mau menerima ajakanmu itu.”     “Hei, memangnya kenapa? Aku tampan dan tak kalah kaya dengannya. Aku akan menjadi pasangan serasi saat jalan bersama dengannya,” ucap salah satu suara dengan nada tidak terima yang menunjukkan seakan-akan ia bisa memukul siapa pun saat ini.     “Duh, ngaca! Puti itu jenius, mana mau dia jalan dengan orang bodoh sepertimu.”     “Sialan kau! Tapi aku yakin jika dia pasti akan bisa aku dapatkan.”     “Ya, bermimpilah!”     “Mau taruhan? Aku yakin jika aku bisa jalan bersama Puti di akhir bulan. Jika aku berhasil, kalian harus membayar tagihan club malam mingguan kita. Bagaimana?”     “Setuju!”     Nazhan mengernyitkan keningnya dalam-dalam. Tentu saja Nazhan tidak senang saat para pemuda yang jelas jauh lebih muda darinya tersebut menjadikan nona mudanya menjadi bahan taruhan. Namun, Nazhan tidak bisa melakukan hal apa pun. Sebelumnya, Puti sudah lebih dulu mengatakan pada Nazhan jika dirinya tidak boleh menunjukkan jika dirinya adalah seorang bodyguard. Intinya, Nazhan harus bersikap selayaknya mahasiswa normal. Namun, Puti sepertinya tidak tahu bagaimana tersiksanya Nazhan saat ini.     Nazhan sudah berusia dua puluh tujuh tahun. Ia sudah terlalu tua untuk bergabung dengan para pemuda yang berusia dua puluh awal seperti mereka. Meskipun wajah Nazhan sama sekali tidak terlihat tua, malah terlihat jauh lebih muda dari usia sebenarnya dan terlihat sangat cocok jika menyebut usianya masih di awal dua puluh tahunan, yang tentunya membuat Nazhan lebih mudah untuk bergaul dengan mereka yang tentu tidak mengetahui usianya. Namun, Nazhan sama sekali tidak bisa dengan mudah bergaul dengan santainya seperti yang dipinta oleh Nazhan dan disarankan oleh rekan-rekannya bodyguard di kediaman Risaldi.     Kelas dibubarkan, saat itulah Nazhan membereskan semua barangnya dan beranjak meninggalkan kelas. Nazhan tampaknya tidak menyadari jika beberapa mahasiswi teman sekelasnya yang berniat untuk mendekati dirinya dan berkenalan secara pribadi dengannya yang tak lain adalah seorang mahasiswa baru. Nazhan melangkah begitu saja, dan tidak mempedulikan beberapa mahasiswi yang mengikutinya saat ini. Nazhan masih melangkah dengan langkah-langkah lebarnya menuju ruang kelas di mana Puti tengah berada. Tiba di sana, rupanya kelas Puti juga selesai tepat waktu. Nazhan berdiri di ambang pintu dan tentu saja membuat Puti yang tengah membereskan barang-barangnya segera bergegas.     Beberapa saat kemudian, Puti sudah berada di hadapan Nazhan dan menyadari jika ada beberapa mahasiswi yang tengah menatap Nazhan. Puti memberikan lirikan tajam pada mereka, dan tentu saja hal itu sudah lebih dari cukup untuk membuat mereka semua membubarkan diri. Puti terlalu menakutkan bagi mereka hadapi secara pribadi. Puti pun melangkah bersisian dengan Nazhan menuju kantin kampus. Setelah ini, baik Puti maupun Nazhan sama-sama tidak memiliki kelas. Jadi, keduanya bisa memiliki waktu yang lapang untuk makan siang sebelum keduanya kembali masuk kelas.     Nazhan terkejut karena ternyata kantin cukup ramah, hingga Puti kesulitan untuk melangkah masuk ke dalan area kantin. Karena itulah, tanpa sadar Nazhan kembali menunjukkan sikapnya yang sangat protektif. Nazhan kembali bersikap selayaknya seorang bodyguard. Namun, Puti tampaknya tidak terganggu dengan hal itu. Puti malah melangkah dengan penuh percaya diri menuju dua orang pemuda yang sejak yadi sudah melambai-lambaikan tangannya pada Puti dengan hebohnya.     Puti mendengkus saat tiba di meja tersebut dan duduk di kursi panjang yang berhadapan dengan Alfa serta Tangku. “Apa kalian tidak bisa melakukan hal yang normal-normal saja? Kalian membuat mataku sakit saja,” cela Puti lalu menarik beberapa tisu untuk menyeka meja yang berada di hadapannya.     Tengku dan Alfa tentu saja merasa kesal mendapatkan celaan tajam yang diberikan oleh Puti tersebut. Namun, saat melihat Puti membersihkan meja, Tengku pun berkomentar, “Aku dan Alfa sudah membersihkannya. Jadi, tidak perlu membersihkannya lagi.”     “Aku tidak percaya pada kalian,” ucap Puti masih sibuk dengan kegiatannya.     Nazhan yang melihatnya tentu saja mengambil alih apa yang dilakukan oleh Puti dan membantu untuk membersihkan meja dengan sebersih mungkin. Setelah menyelesaikan tugasnya, Nazhan pun melihat jika Alfa dan Tengku tengah memberikan kode padanya. Nazhan mengernyitkan keningnya tidak mengerti dengan kode yang diberikan oleh kedua pemuda yang jelas berusia lebih muda daripada dirinya. Alfa dan Tengku terlihat jengkel saat Nazhan masih saja tidak mengerti dengan kode yang sudah mereka berikan pada Nazhan.     Alfa mendengkus, dan Tengku memilih untuk mengatakan apa yang sudah ia pikirkan sejak tadi. “Aku dan Alfa ingin makan. Jadi, pesankan makanan untuk kami. Aku ingin nasi goreng seafood. Alfa ingin ayam bakar bumbu madu. Untuk minumnya, air mineral dingin saja. Tapi pisahkan esnya. Sekarang pesankan!” perintah Tengku.     Nazhan mengangguk patuh dan berniat beranjak setelah melepaskan tas punggungnya. Namun, Puti mengulurkan tangannya yang kecil dan lembut untuk menahan tangan Nazhan. Dengan kekuatannya yang terarah, Puti membuat Nazhan terkejut karena si mungil itu sanggup membuatnya duduk kembali dengan mudah. Nazhan menatap nona mudanya yang kini tengah menatap Alfa dan Tengku dengan tajam. “Apa kalian tidak punya kaki dan tangan?” tanya Puti tajam dan sinis bukan main.     Tentu saja Tengku dan Alfa menyadari jika kini Puti tengah marah pada mereka. Namun, mereka tidak mengerti kenapa Puti bisa semarah ini hanya karena mereka memerintah Nazhan. Bukankah sudah sejawarnya mereka memerintah Nazhan yang tak lain adalah bawahan dari Puti sendiri? Sayangnya, Tengku dan Alfa tidak memiliki keberanian untuk mempertanyakan hal tersebut. Keduanya sudah lebih dulu merasakan keberanian mereka menciut begitu saja selayaknya kerupuk yang disiram air.     “Aku bertanya pada kalian. Apa kalian tidak memiliki mulut untuk menjawabnya?” tanya Puti kembali dengan nada tajam yang semakin menjadi saja.     Nazhan jelas tidak mengerti, apa yang membuat Puti menjadi semarah ini. Dan jujur saja, Nazhan sendiri belum pernah melihat Puti menujukkan kemarahannya seperti saat ini. Padahal, biasanya Puti selalu tenang dan memang terkadang menunjukkan sisi jail yang mmebuat semua orang geleng-geleng kepala, tetapi Nazhan tidak pernah melihat sisi keras Puti yang seperti ini. “Apa kalian masih mau bungkam?” tanya Puti memastikan kembali.     “Maaf, kami salah. Kami punya kemampuan untuk memesan makanan sendiri,” jawab keduanya dengan kompak membuat Nazhan mengedipkan matanya bingung. Jadi, saat ini Puti marah karena Alfa dan Tengku memerintahkan Nazhan untuk memesankan makanan? Memangnya kenapa? Padahal Nazhan sendiri tidak merasa keberatan.     “Nona, saya tidak keberatan. Saya bisa melakukan hal itu. Lagipula, itu juga salah satu tugas saya untuk memastikan Nona makan siang dengan benar. Nona juga ingin dipesankan? Nona ingin makan apa?” tanya Nazhan sembari menarik tangannya yang sudah dilepaskan oleh Puti.     Puti yang mendengar ucapan Nazhan tentu saja menoleh dan melihat Nazhan dengan tatapan aneh, yang tentunya membuat Nazhan terganggu. Memangnya ia sudah melakukan hal aneh apa sampai-sampai Puti memberikan tatapan seperti itu padanya? Namun, Nazhan hanya menyimpan pertanyaan tersebut di dalam hatinya dan membiarkan nona mudanya untuk mengatakan apa yang ia ingin katakan.     “Pertama, ingat peraturan jika kamu tidak lagi boleh memanggilku ‘Nona’. Kedua, kamu mungkin tidak keberatan saat mendapatkan perintah dari Alfa dan Tengku, tapi itu berbeda denganku. Aku sangat keberatan. Kamu adalah bodyguard pribadiku, dan itu artinya kamu hanya harus patuh pada perintah yang aku berikan. Ketiga, dua cebong itu memiliki tangan dan kaki sendiri untuk melakukan apa yang mereka perintahkan padamu. Keempat, aku tidak ingin memesan apa pun karena Bunda sudah membuatkan bekal untukku, dan tentu saja untuk dirimu juga. Jadi, aku dan kamu tidak perlu memesan makanan apa pun di sini,” jaawab Puti guna menjelaskan semua yang ia ingin jelaskan.     Puti lalu kembali menatap Alfa dan Tengku yang masih menatap dirinya. “Apa kalian masih akan tetap di sana? Ah, apa kalian akan kenyang hanya dengan menonton orang yang makan?” tanya Puti.     Alfa dan Tengku dengan kompak mengerucutkan bibirnya. Namun keduanya dengan patuh berdiri dan melangkah untuk memesan makanan yang ia inginkan. Sementara itu, Puti pun mengeluarkan dua kotak bekal dari totebag yang ia bawa. Salah satunya ia berikan pada Nazhan dan berkata, “Itu jatah makan siangmu. Besok, kamu harus membawa kotak makanmu sendiri. Tasku berat.”     Nazhan pun mengintip isi totebag milik Puti dan tidak bisa menahan diri untuk terkejut saat melihat buku-buku tebal yang berada di sana. Sepertinya, Puti memasukkan semua buku yang ia bawa ke sana. Bukannya lebih nyaman untuk membagi bebannya dengan memeluk sebagian bukunya, ya? Nazhan pun menatap Puti dan mengangguk. “Mulai besok, sa—”     “Aku,” potong Puti dengan cepat, dan tentu saja Nazhan mengerti dengan apa yang diinginkan oleh sang nona muda di hadapannya ini.     “Mulai besok, aku yang akan membawa kotak makan kita,” ucap Nazhan.     Puti menoleh. “Aku tidak memintamu untuk melakukannya. Tapi, jika kamu mau melakukannya, maka lakukan saja. Aku tidak akan melarangnya,” ucap Puti lalu membuka kotak bekalnya dan terlihat begitu senang saat melihat menu makan siangnya yang tak lain adalah cumi goreng tepung dan sosis asam manis yang terlihat sangat menggiurkan di mata Puti. Saat itulah, Puti tidak bisa menahan diri dan memulai makan siangnya setelah menyempatkan diri untuk berdoa.     Nazhan diam-diam mengamati Puti yang tengah makan dengan lahapnya. Saat ini, Puti yang Nazhan lihat seperti remaja lainnya. Ah, bahkan Nazhan malah melihat Puti yang seperti anak kecil. Nazhan heran, ke mana perginya Puti yang sangar dan melemparkan kata-kata kejam dengan begitu mudahnya beberapa saat yang lalu? Apa sangat normal bagi Puti untuk memiliki perubahan mood yang sangat drastis seperti ini?     Menyadari jika Nazhan tidak makan, Puti pun bertanya, “Kenapa tidak makan? Apa makanannya tidak sesuai dengan seleramu? Jika iya, kamu bisa pesan makanan di kantin, aku yang akan menghabiskan makananmu.”     Nazhan menggeleng. “Tidak, aku hanya penasaran. Kenapa kamu melakukan semua ini?”     Puti mengernyitkan keningnya. “Melakukan semua ini?” beo Puti seakan-akan tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Nazhan. Namun beberapa saat kemudian, Puti mengerti dan memilih untuk mengisi mulutnya dengan cumi goreng yang menjadi salah satu makanan kesukaannya itu.     Setelah mengunyah dan menelannya dengan sempurna, Puti pun menjawab, “Singkat saja, karena aku tertarik padamu.”     Jawaban Puti tentu saja suksem membuat Nazhan terkejut bukan main. Nazhan benar-benar terkejut, dan raut keterkejutan tersebut memenuhi wajah tampan Nazhan. Hal itu tampaknya menjadi hiburan tersendiri bagi Puti. Kini, Puti kembali makan sembari mengamati perubahan ekspresi Nazhan yang terasa menghibur tersebut. “No—maksudku, Puti, ini sangat tidak masuk akal. Kamu sama sekali tidak boleh menyukaiku,” ucap Nazhan gelagapan.     “Atas dasar apa kamu menilai, jika aku tidak boleh menyukaimu?” tanya Puti meminta jawaban selugas mungkin dari Nazhan.     “Tentu saja karena status kita, Puti. Aku ini hanyalah bodyguard yang bekerja untuk mengawalmu, sedangkan kamu adalah putri dari keluarga konglomerat. Dengan status yang kita miliki ini, kita sama sekali tidak cocok. Aku bukan orang yang pantas untuk mendapatkan ketertarikan darimu. Lagipula, kamu sendiri sudah tau bukan, aku sudah memiliki seseorang yang aku sukai. Aku menyukai Tahani,” ucap Nazhan penuh keseriusan.     Puti mengangguk lalu meminum air mineral yang memang sudah ia beli tadi pagi. Ia kembali menatap Nazhan dengan menyangga dagunya menggunakan salah satu tangannya. “Ya, aku bukan orang bodoh yang tidak mengerti situasi itu. Namun, aku tidak peduli dengan status sosial, atau bahkan perasaanmu untuk Tahani. Aku memiliki hak untuk memiliki keterarikan siapa pun, termasuk dirimu,” ucap Puti.     Saat Nazhan akan kembali mengatakan pemikirannya, Puti menggeleng dan memberikan isyarat untuk diam pada Nazhan. “Jika kamu memiliki kecemasan jika kamu sama sekali tidak pantas untuk bersanding dengan putri konglomerat sepertiku, maka tenang saja, aku yang akan membuatmu pantas untuk berada di posisi tersebut. Lagi, masalah hatimu yang kini hanya tertuju pada Tahani, itu juga bukan masalah yang besar bagiku. Kenapa? Karena aku yakin, aku lebih dari mampu membuatmu untuk terpesona kepadaku.”     Nazhan tentu saja terkejut dengan apa yang dikatakan oleh nona muda yang berada di hadapannya ini. Nazhan tidak percaya, jika Puti bisa bertingkah sampai sejauh ini. Memangnya, apa yang Puti llihat darinya sampai dirinya bisa semenggebu-gebu ini untuk mendapatkannya. Puti menyunggingkan senyum manis padanya dan berkata, “Tetaplah di sisiku, dan akan kamu akan menyadari betapa mempesonanya diriku ini. Aku yakin, hanya tinggal menunggu waktu hingga kamu jatuh hati padaku. Hei, aku ini Puti Grahita Risaldi, siapa yang akan tahan untuk tidak jatuh hati setelah melihat semua pesonaku. Dan kamu, harus tersanjung karena aku secara suka rela akan menunjukkan semua pesona yang aku miliki ini.”     Alfa dan Tengku yang baru saja kembali ke meja, tentu saja dengan kompak memasang ekspresi syok mereka saat mendengar perkataan Puti tersebut. Keduanya juga ingin menepuk kening mereka masing-masing karena tingkah Puti yang selalu saja di luar nalar. Kenapa Puti bisa sepercaya diri itu di hadapan pria yang ia sukai? Dan kenapa pula Puti mempromosikan dirinya secara besar-besaran seperti itu?     “Ei, apa kamu gila?” tanya Tengku.     “Puti sepertinya sudah benar-benar gila. Bagaimana bisa orang normal bisa mengatakan hal seperti itu pada pria yang ia sukai?” jawab Alfa dengan pertanyaan kembali.     Puti pun menatap kedua sepupunya dan berkata, “Apa kalian ingin merasakan garpu menembus telapak tangan kalian? Jika tidak, sebaiknya tutup mulut kalian!”     Tengku dan Alfian mengerucutkan bibirnya dan dengan kompak tidak memperpanjang perkataan mereka. Keduanya lebih memilih untuk melihat Nazhan yang masih belum tersadar dengan keterkejutannya. Keduanya dengan kompak menggeleng lalu menatap Puti yang melanjutkan makan siangnya. Tengku tidak bisa menahan diri untuk berkomentar, “Lihatlah, kamu sudah membuat sanak bujang orang lain terkejut seperti itu.”     “Jangan bertingkah gila secara sembarangan, Puti. Bisa-bisa kamu membuat seseorang mati karena serangan jantung,” tambah Alfa agak kesal dengan tingkah Puti akhir-akhir ini yang jelas sangat aneh menurutnya.     Puti merasa jengkel karena acara makan siangnya kembali terganggu. Puti menatap kedua saudara sepupunya dengan sinis. “Apa kalian bodoh? Apa ada orang gila yang tidak bertingkah sembarangan, dan membuat kekacauan setelah permisi terlebih dahulu? Lalu, aku sama sekali tidak gila. Hanya saja, aku terlalu agresif dan tidak memiliki empati hingga sebagian besar orang menyebutku sebagai sosiopat. Apa kalian puas?” tanya Puti.     Tengku dan Alfa mengatupkan bibir mereka rapat-rapat merasa kesal karena kembali dibungkam oleh logika yang diungkapkan oleh Puti. Keduanya menyerah. Keduanya tidak lagi mencoba untuk berargumen dengan Puti dan memilih untuk menyantap makan siangnya. Sementara itu, Nazhan masih saja menatap Puti dalam keterkejutannya. Puti disebut sebagai sosiopat? Benarkah? Lalu, apakah semua tindakan Puti selama ini adalah tindakan seorang sosiopat yang merasa senang saat mendapatkan objek untuk dipermainkan? Nazhan rasa, ini adalah jawaban yang sangat masuk akal atas ketertarikan yang Puti miliki padanya. Karena Nazhan yakin, seorang nona muda seperti Puti tidak mungkin menyukai pria yang tidak memiliki apa-apa seperti dirinya.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD