bc

Photograph [INDONESIA]

book_age12+
612
FOLLOW
2.9K
READ
friends to lovers
dare to love and hate
drama
bxg
humorous
genius
basketball
first love
friendship
chubby
like
intro-logo
Blurb

My Girl Series 4

Berawal dari melihat Adrian saat MOS, Rena, si cewek yang selalu membawa kameranya kemana-mana itu berujung membuntuti Adrian dan mengambil foto cowok itu secara diam-diam.

Awalnya, Adrian risih. Tapi lama kelamaan, ia merasa tidak ingin kehilangan secret admirer satu-satunya yang ia punya.

"Apa lo pernah berpikir, tentang apa arti cinta itu sendiri sebenarnya?"

"Cinta itu memang gak bisa dipaksakan, tapi cinta itu pantas untuk di hargai."

"Kalau memang pada akhirnya kita akan di persatukan kembali,"

"Cinta gue, atau cinta lo akan bertemu dengan sendirinya. Bertemu dengan cara yang mengagumkan."

"Bila cinta gue atau cinta lo eggak ketemu lagi?" tanya cowok itu.

"Simple, berarti kita di pertemukan memang bukan untuk bersatu."

chap-preview
Free preview
Chapter 1
Tak ada henti-hentinya, Adrian mendumel dan menyalahkan jam bekernya yang mendadak kehabisan baterai itu dengan berbagai sumpah serapahnya. Gimana nggak kesal sih, kalau hari pertama Adrian udah diomelin senior yang nyebelinnya minta ampun itu? Padahal, Adrian dan sahabatnya sejak SMP, Arka, sudah merencanakan untuk kabur saat kegiatan MOPDB. Mereka malas mendengarkan ocehan para senior serta tugas-tugasnya yang sama sekali tidak ngefek untuk masa depannnya. Ditambah lagi, acara kaburnya yang sudah matang-matang dipersiapkan itu sudah digagalkan oleh kedatangan sang ketua OSIS yang dikenal pshyco. Kalau ini, sih, dengar-dengar aja ya. Ketua OSIS pshyco itu lagi ngejar-ngejar perempuan yang bernama Amanda. Alhasil, mereka tetap mengikuti MOPDB sampai hari ketiga. Hari di mana semua penindasan para senior berakhir. Tidak juga sih, karena pada dasarnya penindasan senior akan berakhir jika mereka sudah duduk di kelas dua belas. Tidak luput dari kesialan rupanya, di hari terakhir MOPDB ini Adrian merasakan keanehan di mana pun ia berada. Ia merasa ada yang mengikutinya. Entah siapa, yang jelas sudah ada hal berbau mistis yang diciumnya. Jangan-jangan, sekolah ini angker. "Ka, kayanya gue udah mencium bau-bau mistis di sekolah ini deh." ujar Adrian, dengan suara pelan seakan tidak mau siapa pun mendengarnya. "Maksud lo? Mistis? Ah, terlalu mendramatisir lo." Ucap Arka membantah kata-kata Adrian tadi. "Eh? Serius! Lo nyadar nggak sih, kan seharian ini gue sama lo tuh ya. Lo sadar nggak kalo kita ada yang ngikutin?" Arka terdiam sebentar, lalu ia menggeleng keras. "Nggak tuh, lo aja yang parno an. Udah ah, jangan ngacauin hari terakhir acara ga guna ini deh. Gue pengen cepet-cepet kelarr." ucapnya. Diam-diam, Adrian masih percaya bahwa hal itu benar. Ada yang ngikutin dia seharian ini, walaupun nggak terang-terangan karena emang dia sama sekali nggak tau siapa yang ngikutin.   *   Tidak bisa dipungkiri, kecintaan Rena pada kameranya itu memang sudah bisa dibilang cinta mati. Ke mana-mana ia membawa kamera, kecuali ke toilet. Dan hari ketiga sekolahnya ini pun, ia tetap membawanya tanpa perduli apa yang dikatakan para senior padanya. Sebelumnya, Rena juga sudah meminta izin kepada guru serta kepala sekolah untuk membawa kamera ke sekolah, asalkan, tidak mengganggu pelajaran serta nilai-nilainya di sekolah. Mungkin rasa sukanya pada anak laki-laki yang berasal dari grup Pulau Sumatera itu juga udah akut. Buktinya, Rena rela mengikuti cowok itu kemana-mana. Rena juga mengambil foto cowok itu dari jauh. Dan Rena belum mengetahui siapa namanya. Apa lagi, Rena suka banget sama cowok yang punya jari lentik dan panjang kayak cowok itu. Alasannya karena jarinya mungil-mungil, pokoknya nggak banget deh. Nggak enak dipandang. Cowok itu juga memiliki hidung yang mancung, tidak seperti hidungnya. Dan juga ia terlihat ramah kepada siapa pun, dan Rena bisa menebak bahwa cowok itu merupakan cowok yang pintar. Bisa jadi, lebih pintar dari pada dirinya. "Itu siapa?" Rena buru-buru menutup laptopnya setelah mendengar suara yang mirip dengan suaranya, "Bukan siapa-siapa." ucap Rena. Kyna, saudara kembar identik Rena itu pun tidak percaya. Ia segera menyambar laptop adiknya dengan paksa, lalu melihat apa yang disembunyikan olehnya. Di sana terdapat banyak foto seorang laki-laki. Dan semuanya adalah orang yang sama. "Ini siapa? Lumayan, ganteng terus lucu juga. Lo nih ya, baru sehari masuk SMA. Udah gatel aja," cibir Kyna kepada saudara kembarnya itu. "Gatel? Gatelan mana sih, sama lo yang suka cari perhatian sama kakak senior? Kayak dulu, waktu masuk SMP." cibir Rena tidak mau kalah. Kyna hanya menggeram kesal, dan segera menaruh kembali laptop adiknya di meja belajarnya. Mereka memang suka berantem, walaupun nggak sering. Cuma waktu tertentu aja, kayak sekarang. Apa lagi kalau Rena sudah membahas tentang cowok Kyna yang sering gonta-ganti. Kyna itu paling nggak bisa liat kembarannya dapet cowok yang lebih cakep dibanding cowoknya, sedangkan Rena? Biasa aja. Lagian, Rena nggak pernah pacaran. Ya walaupun lumayan banyak yang naksir dia di SMP dulu. Iya, pertamanya sih naksir dia. Tapi jadiannya? Sama Kyna! Rena sebenarnya senang bukan main karena ia tidak satu sekolah lagi dengan kakaknya ini, yang kesirikannya sudah dilewat batas. Meskipun mereka adalah kembar identik, wajah Rena terlihat lebih mungil ketimbang Kyna. Senyum Rena juga lebih manis, itu karena senyuman Kyna cenderung terlihat jutek. Mereka sama-sama memiliki rambut hitam yang bergelombang, mata yang sipit dan lipatannya yang sempurna bak cewek korea, serta hidung yang sama-sama... Pesek. Hanya senyuman mereka saja yang berbeda.   *   Misi Rena untuk dekat sama cowok itu memang tidak berakhir dengan mengambil fotonya dari jauh dan hanya menjadi pengagum rahasia. Rena memutuskan untuk mengikuti ekstrakulikuler yang sama dengannya, yaitu basket. Walau pun, tim basket putri SMA Adhi Bangsa dikenal tidak ada kemampuannya dibandingkan dengan tim basket putranya. Saat ini, gadis mungil itu tengah mengikuti seleksi untuk mengikuti ekstrakulikuler basket. Memang sih, Rena tidak terlalu yakin akan lolos seleksi lantaran kondisi tubuhnya yang mungil. Tapi tidak ada salahnya kan, untuk mencobanya. Walau pun kebanyakan anak-anak lain yang mendaftar memiliki tubuh yang lebih tinggi darinya semua. Memang nasib memiliki tubuh yang kecil, batin Rena. Rena terus berdoa sambil diam-diam memperhatikan cowok yang sering difotonya itu, dia tidak tahu kini ada yang memperhatikannya dengan tatapan aneh dan bingung walaupun senyum tipis terukir di bibir tipisnya. "Adrian Areza Putra," panggil sang pelatih, Rena pun terkejut dan sontak berkata 'yes!' karena sudah mengetahui siapa nama anak laki-laki itu. Oh, jadi namanya Adrian. Rena sempat terkesan dengan permainan basket Adrian yang sangat bagus, dan sudah tertebak kalau Adrian aktif mengikuti basket sejak SMP. Ia terlihat lincah dan luwes saat mendribble bola basket. Sibuk terkesan dengan kehebatan Adrian, Rena sama sekali tidak menyadari seorang kakak kelas sebelas tengah berdiri di sampingnya sambil memperhatikannya dengan tatapan yang aneh. "Ehem." Rena menoleh saat mendengar seseorang berdeham, lalu ia mendongak dan melihat seseorang berdiri di sebelahnya. Setahu Rena, ia adalah senior kelas sebelas. "Ada apa ya kak?" tanya Rena bingung. "Lo mau ikut basket?" tanyanya, Rena mengangguk dengan ragu. "Emangnya kenapa ya kak?" "Mendingan mundur aja deh, dari pada ditolak mentah-mentah." Rena pun terdiam, dalam diam ia menyumpah serapahkan senior tersebut dengan sebal. Cowok, beraninya cuma jelek-jelekin anak cewek aja sih! Apa lagi senior, pasti suka ngomong seenak jidat sama adik kelasnya. "Saya rasa, itu sama sekali bukan urusan kakak. Lagian, yang ditolak itu kan saya. Bukan kakak. Dan kalau saya beneran ditolak kan kakak nggak rugi juga." "Gue sih, cuma bilangin aja. Dari pada idung lo tambah pesek gara-gara kena bola basket." Mata Rena tambah membesar saat mendengar ucapan seniornya ini yang dengan terang-terangan bilang kalau hidungnya pesek. Walau pun memang benar yang dikatakan olehnya, tapi hidungnya nggak pesek-pesek banget kok. Lagian, hidung peseknya itu ketolong sama keberadaan lesung pipinya yang membuatnya manis itu. "Rena Derevia." panggil sang pelatih, Rena pun maju kedepan lalu mengambil bola basket. Dengan yakin, Rena mendribble bola basket itu walaupun ia juga yakin bahwa cara mendribblenya salah. Lalu, perlahan ia mencoba men-shoot bolanya kedalam ring. Dan itu gagal total, bola memantul dan dengan sukses mengenai wajahnya hingga sekarang gadis itu terjatuh. Dalam hati, Rena bersyukur karena ia tidak membawa kameranya sekarang. Kalau ia nekat membawanya, pasti kameranya akan rusak. "Gue bilang apa." ucap kakak kelas tadi dengan puas, lalu ia menghampiri Rena yang kini sudah pingsan tidak sadarkan diri. "Pak, pingsan!" teriaknya pada pelatih. "Bawa ke UKS aja, dan bilangin juga dia nggak lulus seleksi. Badannya terlalu kecil." kata sang pelatih, ia pun mengangguk. Dan, di antara semua anak kelas sepuluh pun Adrian mengerutkan keningnya sambil bertanya-tanya dalam hati. Kenapa dia selalu ada di mana gue berada ya? Apa dia yang ngikutin gue? Ah, ngaco. Rena mengerjapkan matanya saat ia merasakan bau dari minyak kayu putih yang diberikan senior yang menolongnya tadi. Ya, senior yang secara terang-terangan mengatakan kalau hidungnya pesek. "Lo nggak lulus seleksi, jadi cari ekskul lain aja. Gimana kalau English Club? Fotografi? Atau mungkin Mading?" "Kakak siapa sih?" tanya Rena, yang sudah mulai muak melihatnya. "Oh ya, nama gue Raka. Gue wakil ketua basket sekarang," jawab Raka. "Oh. Oke, kak Raka. Gini ya, saya ikut ekskul itu bukan urusan kakak dan kakak gak perlu buat nyuruh saya ikut ekskul apapun. Karena saya bisa pilih sendiri ekskul yang saya mau, dan saya bingung kenapa ekskul basket malah nolak anak yang bener-bener mau banget pinter main basket? Ga di mana-mana ya, anak basket itu sombong. Sok ganteng pula, padahal mah banyak yang lebih ganteng dari mereka. Dan kebanyakan juga, mereka mau ikut basket karena kepingin tenar. Bukan dari hati!" ucap Rena panjang lebar, seakan meluapkan semua rasa kesalnya pada Raka. Raka hanya tersenyum menanggapi gadis itu, "Gue tau lo mau banget bisa main basket, tapi lo nggak punya skill." ucapnya. Rena mendengus sebal, ia bangkit dari ranjang yang ada di UKS sekaligus ruang PMR itu. "Makasih ya kak atas saran dan pemberitahuannya kalau saya nggak punya skill, terimakasih banyak karena saya memang buta olahraga." ucap Rena, lalu pergi.   

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

T E A R S

read
312.9K
bc

Romantic Ghost

read
162.5K
bc

Pengganti

read
301.9K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
471.2K
bc

Istri Kecil Guru Killer

read
156.7K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.6K
bc

Mas DokterKu

read
238.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook