Penjeratan

1116 Words
Ups! Semoga tubuh jangkung Ken tidak kentara di balik sebuah tiang besar. Dia sampai berupaya keras menempelkan tubuh sepipih mungkin berharap bisa menjelma seperti cicak. Ahh tidak, itu kurang keren. Lebih baik spiderman saja. Yah, itu lebih mentereng. Namun sayangnya, tak ada laba-laba yang sudi menggigit tuan muda ini. Maka, yang bisa ia lakukan hanya memipihkan tubuh semaksimal mungkin agar Rika tidak melihatnya. Dan sepertinya berhasil meski di belakangnya ada beberapa ibu muda yang tersipu-sipu memandanginya karena posisi absurd Ken. "Awas, Dik, nanti tiangnya berlubang, loh. Hihii..." "Justru aku was-was kalau tiangnya bakalan hamil sesudah ini, hihih..." Mendengar kedua ibu-ibu itu mengolok-olok dirinya yang bertingkah menempel secara absurd seperti orang sedang—bisa dibayangkan— tak senonoh, Ken lekas berdiri biasa. Untung saja Rika sudah jauh, jadi takkan tau. "Ssshh..." Ken malah menempelkan telunjuknya ke masing-masing bibir para ibu muda sambil kedipkan satu mata genit. Kontan saja kedua ibu-ibu pun merona dan pasti dokidoki (berdebar-debar). Setelah Ken memberikan bonus senyum maut, ia pun berlalu, namun tidak mengikuti Rika lagi. Rasanya ia punya rencana sempurna agar Rika bisa masuk jeratnya. ◆◇◆◇◆◇◆◇◆ Sejam berlalu. Dan Ken sudah membawa beberapa lembar kertas berwarna mencolok bertuliskan: Dicari cepat! MAID untuk rumah di distrik elit. Menginap, gaji besar, bonus menyertai jika kerja bagus dan memuaskan! NB: boleh meminta gaji bulan pertama jika memang butuh uang mendesak. Langsung saja datang ke alamat di bawah brosur. Hanya menerima pelamar pertama. Ken memandang puas hasil karyanya. Ia sengaja me-rekadaya iklan ini dan mencetak 10 lembar, lalu ia tempel di pagar rumah Rika, lalu di rumah sebelahnya juga agar tidak mencurigakan, juga di tiang listrik. Pokoknya di manapun yang sekiranya Rika bisa melihat. Sempurna! Sekarang ia tinggal pulang dan memecat 2 maid di rumahnya. Untuk membungkam mulut maid-maid-nya yang rewel, ia menjanjikan tetap memberikan sebesar gaji bulanan mereka secara rutin bagai masih bekerja seperti biasanya. "Ken-sama... bagaimana bila kami merindukan Ken-sama?" rengek salah satu maid-nya sambil bergelayut manja di lengan kiri Ken. Sang tuan muda pun menyentil kening (calon mantan) maid-nya. "Jangan manja merengek begitu! Atau aku batalkan mengisi rekening kalian saban bulan, heh?!" "Ja-jangan, Ken-sama! Baiklah... kami patuh. Kami akan pergi. Ken-sama jaga diri, yah. Kami selalu menyayangimu." Maid lainnya segera bersikap. "Ya! Ya! Ya!" Ken kibaskan satu tangannya, acuh tak acuh. "Kami pasti akan selalu merindukan Ken-sama. Terutama belaian—" "Ya! Ya! Ya! Sudah sana kalian lekas pergi sebelum aku berubah pikiran, haduh!" tegas Ken yang mengakibatkan dua mantan maid lekas lari tunggang-langgang keluar. "Bagus. Sekarang aku harus beritau butler tua itu agar dia nanti yang menerima Rika dan mewawancarainya. Lebih baik aku sebutkan ciri-ciri Rika, dan tolak semua pelamar yang tidak sesuai deskripsi si Pinky. Fufufuuu... kadang aku tak enak hati sendiri jika secerdas ini." Ken menyibakkan poninya penuh gaya. ◆◇◆◇◆◇◆◇◆ Pagi ini adalah pagi yang luar biasa bagi Tadashi Rika. Pasalnya, kala ia baru akan pergi keluar, sebuah brosur membuat niatnya menguap seketika. ''IBUUUUUUUU! AKU AKAN BEKERJAAAA~!'' Ia berseru dengan lebay-nya sambil lari terburu-buru ke dalam rumah. Sang Ibu langsung dibuat heran dengan tinggal anak bungsunya. Padahal tadi beberapa menit lalu bilang akan pergi cari kerja. Tapi kenapa cepat sekali? ''Ibu! Ibu! Coba lihat brosurnya. Kita bisa minta langsung gaji di awal kalau kebutuhan mendesak,'' ujar nona pinky tersebut sangat antusias. ''Sepertinya majikan rumah besar ini baik sekali,'' komentar sang Ibu dengan senyum lembut. Ahh, andai saja Ibu berumur hampir setengah abad itu tau.... ''Ya! Ya! Tapi hanya untuk PELAMAR PERTAMA?!'' Sialan! Kesempatan ini seharusnya tak boleh ia sia-siakan. Rika lekas menoleh ke arah jam dinding dan mengangguk-angguk sok paham. Kecil kemungkinan jika ia bisa menjadi pelamar pertama, namun itu patut dicoba, bukan? 'Yosh (Yeah)! Aku tak akan sia-siakan kesempatan kali ini!' Rika nampak membara dan berapi-api. Dua tangan terkepal, matanya sampai berkobar penuh api semangat begitu. 'Bahkan.. bila perlu aku akan berpose se-hot mungkin jika dibutuhkan untuk menarik perhatian,' bathinnya mulai gila nan nekat sambil terkekeh bahagia. Ibunya hanya tersenyum sambil menyalakan kipas angin agar background kehidupan sederhana semakin sempurna. ''Aku pergi sekarang, Bu! Do'akan aku agar sukses!'' ◆◇◆◇◆◇◆◇◆ Rika tatap brosur yang ada di tangannya lebih seksama lagi. Ada alamat tertulis di bawahnya. ''Ini memang rumahnya,'' gumam sang gadis seraya tatap pintu gerbang yang lumayan tinggi. Dijamin maling bakal susah payah memanjatnya karena puncak gerbang itu berduri. Tapi anehnya, tidak terlihat satu pelamarpun sedari tadi. Apa ia terlalu pagi atau memang paling pertama? 'Oke, Rika. Jaga sikap, jangan gegabah dengan main pukul orang meski semenyebalkan apapun calon majikanmu nanti.' Yeah, itu memang kelemahan Rika, sih. Kurang sabar. Sementara, di ruangan khusus, Ken duduk penuh aura jumawa sambil menatap layar televisi. Tidak. Dia tidak sedang menonton Teletabis, apalagi Power Rangers. Itu dulu... Saat ini, dia sedang asik mengamati layar yang sudah terhubung dengan CCTV dimana tampak sosok pinky incarannya datang dan dipersilahkan duduk oleh Butler. Ken memang sengaja berdiam diri dulu dan menonton melalui bantuan CCTV tadi, dan ia bisa memerintahkan apapun ke Butler-nya melalui earphone yang ada di telinga kanan Butler. Semua jadi mudah, kan? Sebenarnya ia sudah keki memuncak ketika kemarin seharian ia menunggu nona pink itu tapi yang datang justru makluk antah-berantah tak dikenalnya yang langsung diusir sebelum mencapai teras depan. Ada sekitar... 69 orang sebelum Rika. Bayangkan betapa lelahnya dia dan Butler sejak kemarin. Dan si merah muda sialan nan menggemaskan ini malah datangnya keesokan hari?! Tenang. Untuk mengganti kerugian tenaga Ken kemarin, dia sudah mempersiapkan banyak hukuman untuk Rika. Tak heran dari tadi ia terus menyeringai begitu Rika muncul. "Tanyakan dia apa dia punya pacar," perintah Ken melalui mic yang langsung terdengar di earphone Butler. Sang pegawai pun bertanya sesuai apa yang diminta majikan mudanya. "Tanyakan... apa dia pernah berpacaran? Berapa kali? Bilang bahwa pekerjaan ini tidak memperbolehkan maid yang terlibat hubungan dengan orang luar rumah ini, makanya harus single luar dalam!" Demikian titah selanjutnya dari Ken, lalu dia terkikik senang begitu mengetahui ternyata Rika tak punya pacar dan ia tak begitu peduli berapa jumlah mantannya. "Tanyakan padanya, apa dia masih perawan." "Hah?!" Butler sampai kaget sendiri mendengar titah pertanyaan dari majikannya. "Jangan banyak cingcong! Cepat tanyakan pada dia! Bilang itu untuk menjaga agar maid tidak genit menggoda tuan rumah!" Sungguh, untuk pertanyaan satu ini Ken sangat berdebar-debar menunggu jawabannya. Ia sampai menggigit remote TV. ''Ano (anu), Nona, apa Anda masih perawan?'' BRAKK!! Sang Butler yang baru saja menanyakan hal barusan harus dibuat terkaget-kaget karena ulah Rika. Bagaimana bisa nona muda itu langsung menggebrak meja dengan tangan terkepal? Apa tidak sakit? ''Sebenarnya ini sedang mencari maid.. atau mencari calon istri?!'' tanya Rika tanpa basa-basi, tegakkan tubuh dan lemaskan otot-otot tangannya. Tadi itu sakit juga, sih. Mejanya terbuat dari kayu super kuat sepertinya. ===BERSAMBUNG===
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD