3. Decision

1685 Words
[Yoora POV] Hari ini terasa begitu berbeda di bandingkan kemarin. Bagaimana tidak? Pagi ini cuaca kota Seoul begitu cerah. Membuat semua aktivitas yang akan ku jalani terasa begitu menyenangkan. Sekarang aku sedang berjalan di lorong rumah sakit dan tersenyum kepada setiap pasien yang memandangku aneh. Aku tidak peduli dengan tatapan semua orang, hanya saja aku ingin selalu tersenyum di saat seperti ini. Hari dimana tidak ada hujan deras yang mengganggu dan mengacaukan pikiranku. "Hey, Yoora Ahn!! Kau terlihat bahagia hari ini. Ada apa, huh?! Kau tidak ingin berbagi pada sahabat mu ini??" Cih, Pria ini. Siapa lagi kalau bukan Jung Hoseok. Dia selalu saja datang tiba-tiba tanpa sopan santun. Baiklah, Jung Hoseok. Setelah kemarin kau membuatku menangis hingga pusing, sekarang apa lagi? Kemaren Yoora baru saja merasakan manfaat Hoseok sebagai sahabatnya, sekarang pria itu kembali siap menjadi musuh paling menyebalkan. "Aku tidak dalam mood untuk berdebat denganmu, Hoseok-ie." Hoseok yang mendengar itu lantas tertawa kecil. Tentu saja pikiran pertama ku ketika bertemu dengannya adalah adu mulut. Memang kenyataannya kami selalu berdebat setiap bertemu, makanya aku kadang harus menghindar dari pria manis ini. "Eiyyy, mana mungkin aku ingin mengacaukan perasaanmu yang sedang baik itu." "Terlalu jelas ya??" "Eo, jelas sekali, bahkan terlalu jelas. Kau selalu tersenyum kepada semua orang yang kau lihat. Tidak, kau bahkan tersenyum sendiri, lebih tepat nya seperti orang gila-- aww!!! Yak!!!" Aku memukul lengan Hoseok. Bisa-bisanya si kuda ini mengataiku,  apa?Gila? Wah!! Bukan aku yang gila, tapi dia. "Sekali kau katakan aku gila, kubunuh kau!!" Baru saja beberapa detik yang lalu dia bilang tidak ingin mengacaukan perasaanku, sekarang dia sudah membuat moodku sedikit rusak. Memang tidak konsisten sekali, semua hal dalam diri Hoseok memang harus segera dibenahi. "Boleh saja, tapi kau kan tidak bisa hidup tanpaku. Lagi pula kenapa kau sebahagia ini, sih? Terlihat sedikit mengerikan bagiku." "Aku?? Tentu saja hari ini aku sangat bahagia. Karena--" Aku sengaja menggantung ucapanku. Menikmati wajah penasaran Hoseok memang sesuatu. "Karena apa?" "Karena hari ini cuacanya sangat cerah." [Author POV] Hoseok yang melihat ekspresi bahagia sahabatnya yang satu ini hanya bisa tercengang. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Yoora begitu bahagia hanya karena hari ini cuaca sangat cerah? Tentu saja jawabannya karena kejadian 3 tahun lalu yang membuat gadis di hadapannya begitu membenci hujan. "Sialan, kau. Aku pikir karena hal lain. Ternyata cuma hal sepele itu saja." Ucapan Hoseok barusan membuat lekukan indah yang terukir di wajah tirus Yoora lenyap seketika. Jung Hoseok benar-benar sesuatu. "Apa kau bilang? Cuma hal sepele? Kau tau Jung Hoseok, bagiku ini sangat berarti. Kau bahkan tau kenapa aku sangat membenci hujan. Dan sekarang kau bilang cuma hal sepele? Wah." "Bukan, bukan begitu mak--" "Ahn soensangnim! Anda ditunggu direktur di ruanganya. " Ucapan Hoseok terhenti saat seorang perawat menghampiri mereka. Yoora yang dipanggil pun ikut terdiam. Detik setelahnya mereka sama-sama saling menatap seolah tidak mengerti sama sekali. Kenapa tiba-tiba direktur memanggil Yoora? Apa Yoora melakukan kesalahan? Tapi kesalahan apa yang Yoora perbuat hingga Yoora harus berhadapan langsung dengan direktur? *** Kini Yoora tengah berada di dalam ruangan yang di d******i barang-barang mewah ini. Setelah salah seorang perawat tadi memberitahunya, Yoora langsung pergi ke ruangan direktur Seoul Hospital bersama dengan Park Minji -seniornya- yang kebetulan mendapat panggilan yang sama. "Ada apa sajangnim? Kenapa anda memanggil kami berdua kesini?" Kini Minji yang memecah keheningan yang sudah terjadi selama 5 menit. Yoora harus berterimakasih pada seniornya itu karena telah mencairkan suasana hening yang sempat membuat dadanya sesak. Yoora hampir mati kebingungan karena tidak tau bagaimana cara memcah keheningan yang baik dan tanpa menyinggung. "Hm, sebentar" Direktur rumah sakit itu tampaknya masih enggan menyebutkan maksud memanggil mereka berdua. Dia hanya sibuk menatap layar komputer di hadapannya sambil sesekali menatap dua dokter berbakat yang kini semakin kebingungan. "Ahn Soensangnim." Merasa namanya dipanggil, Yoora yang sedari tadi menunduk, mengangkat kepala hingga dapat melihat wajah atasannya itu. "Ya?" "Kau tau kan, kalau kau adalah salah satu dokter terbaik di sini?" "E-ehm, aku belum sebaik itu, Direktur." Sesaat Yoora dibuat bingung oleh pertanyaan Direktur yang terdengar aneh ditelinganya. Walaupun Yoora tau kemampuannya bisa dibandingkan dengan kemampuan para dokter senior, tapi tetap saja menjaga image di depan pimpinan itu penting. "Kalian tau Min Youngjae, kan? Pemegang saham terbesar di rumah sakit ini sekaligus pengusaha kaya pemilik Young Group yang namanya sudah di kenal seantero Korea." "Ne" Yoora dan seniornya, Minji Seonsangnim menjawab bersamaan. Siapa yang tidak kenal dengan Min Youngjae? Pria paruh baya yang fotonya selalu muncul di setiap surat kabar, majalah dan radio. Dianggap sebagai salah satu orang terpenting di Korea Selatan. Salah satu sumber aset negara yang selalu bisa membawa para investor asing dan membantu meningkatkan perekonomian. Lantas, kenapa atasannya menanyakan hal seperti ini kepada Yoora dan seniornya? Tentu bidang perusahaan ini tidak terkait sama sekali dengan profesi mereka. Sangat jauh berbeda. "Hari ini anaknya masuk rumah sakit." "Ne?" "Kalian pasti langsung berpikir jika anaknya terkena sakit parah dan sedang kritis, bukan?" Direktur Park seakan bisa membaca pikiran dua wanita di hadapannya. Memang apalagi kalau bukan sakit dan kritis hingga petinggi seperti direktur saja ikut turun tangan. "Lalu jika bukan karena sakit, kenapa putranya harus masuk rumah sakit?" Kini Miniji Sunbae yang angkat bicara setelah beberapa menit diam. Biasanya dia di juluki sebagai dokter paling cerewet, tidak peduli dengan siapa pun dia bicara, tapi sekarang dia hanya mendengarkan pembicaraan Direktur Park. "Pewaris tunggal itu depresi setelah ditinggal kekasihnya beberapa hari yang lalu. Karena takut semakin parah, makanya beliau membawa anaknya kesini." "Lalu jika putranya itu depresi, bukankah seharusnya anda memanggil dokter kejiwaan? Apa hubungannya denganku?" Kini Yoora semakin bingung, kenapa Direktur memanggilnya. itu oke saja untuk Minji karena dia adalah salah satu dokter yang bisa menangani masalah kejiwaan. Mereka adalah dokter umum yang terbioang jarang menangani kasus kejiwaan. Biasanya pasien akan langsung berurusan dengan para ahli di bidang itu. Mendengar pertanyaan dari Yoora, Direktur Park hanya tersenyum tipis. Sudah menduga jika gadis itu akan bertanya dan tidak sabaran. "Beliau memintaku untuk memilih dokter terbaik untuk merawat anaknya." "Dari segala yang terbaik, kurasa kau yang tepat, Ahn Yoora-ssi." "NE?!" Kini suara Yoora menggema di seluruh ruangan besar ini. Ia benar-benar terkejut. Bagaimana bisa? Dia adalah dokter bedah yang tidak mengerti apa-apa, terlebih jika itu tentang kejiwaan. Yoora benar-benar bingung sekarang. Kenapa harus dia? Padahal rumah sakit ini memiliki banyak dokter kejiwaan yang kemampuannya patut diacungkan jempol. *** "MWO?!" "Aish. JANGAN BERTERIAK PADA KU BODOH!!" Lagi. Kini mereka kembali beradu mulut. Berteriak siapa yang paling kuat diantara mereka. Siapa lagi kalau bukan Yoora dan Hoseok. Untung mereka sedang berada di taman dekat rumah sakit. Setelah dengan terpaksa menerima permintaan Direktur tadi, Yoora menemui Hoseok. Ia menceritakan semua yang terjadi pada Hoseok. "Maaf." Hoseok segera meminta maaf pada sahabatnya yang kini sedang dalam mood yang tidak baik. Padahal baru beberapa menit yang lalu Hoseok melihat Yoora tersenyum bahagia. "Ini bodoh Hoseok-ah." Hoseok yang dari tadi memandang lurus kedepan, kini beralih menatap Yoora yang tengah menatap lurus hamparan bunga-bunga indah di depan mereka. "Ini bodoh, aku takut. Aku takut tidak sanggup menyembuhkan pria itu. Terkadang lucu juga ya. Seorang dokter mengobati pasien yang terluka, padahal sebenarnya dokter itu juga terluka. Dan yang parahnya lagi, sama-sama terluka karena pasangan." Kini pandangan Yoora juga beralih menatap Hoseok yang sedari tadi menatapnya. Lagi, senyuman itu datang lagi. Senyuman yang sebenarnya mengisyaratkan bahwa sang empunya sudah terlalu lelah dan tak sanggup lagi untuk menahan semuanya. Hanya Hoseok yang tau. "Coba saja dulu."  Hoseok memberikan senyuman tulusnya pada Yoora. "Ini sia-sia. Direktur salah memilih orang." "Kau tau Yoora-ya? Terkadang ada kalanya orang yang terluka mengobati orang yang juga terluka seperti dia. Kenapa? karena mereka yang terluka akan sangat tau bagaimana sakitnya, mencoba salinn memahami, menerima, dan membantu menyembuhkan luka itu tanpa ada rasa sakit sedikit pun. Benar-benar sembuh, sampai rasa sakit itu hilang seutuhnya. Itu akan lebih baik untuk pasien." Lagi-lagi pria dihadapannya ini benar. Bukankah jika orang yang terluka itu mengobati orang yang juga terluka akan lebih mudah? Mereka sama- sama tau bagaimana rasanya. "Baiklah, akan kucoba." Yoora kembali tersenyum. Tapi kali ini berbeda, bukan senyuman yang biasa Hoseok lihat, melainkan senyuman tulus yang benar-benar cantik. *** "Kau yakin?" Kini Nyonya Min memeluk putra semata wayangnya yang sebentar lagi akan pergi ke rumah sakit, seperti yang dijanjikan sang ayah. Nyonya Min tau alasan sang suami memasukkan putranya kerumah sakit. Tapi, ia terlalu berat untuk hidup barang sehari pun tanpa Yoongi. Terlebih kondisi Yoongi yang saat ini membutuhkan seseorang di sisinya. "Tidak ada yang membuatku ragu, eomma. Jaga dirimu baik-baik. Makanlah yang teratur. Aku akan sering menelponmu. Aku pergi. Jangan terlalu memikirkanku, aku sudah dewasa asal eomma ingat." "Bagaimana mungkin aku tidak mengkhawatirkan purtaku?" "Kalau begitu buatlah jadi mungkin" "Anak ini! Hati-hati, Yoon. Eomma akan merindukanmu." Adegan di depannya cukup membuat hati Tuan Min merasa bersalah. Kini istrinya sedang memeluk sang putra yang bahkan dari kecil tak pernah berpisah darinya. Tapi, ini semua demi kebaikan Min Yoongi. Ia berharap jika Yoongi dirawat di rumah sakit, itu bisa melupakan semua masalah yang menimpa putranya. Sebenarnya saat ini Yoongi hanya membutuhkan sandaran untuk semua masalahnya. Tuan Min tau jika semua beban ini terlalu berat untuk Yoongi pikul sendiri. Hanya saja Yoongi selalu bisa menutupi semuanya dengan baik, -kecuali Tuan Min-. Dengan mudah ia dapat tau apa yang ada di dalam hati darah dagingnya ini. Tak ada yang spesial dari perpisahan singkat itu. Yoongi memeluk ibunya sedikit lebih erat kali ini dan berlalu setelah membungkuk sedikit pada sang ayah. Pria tua itu bahkan tidak mengantarnya ke rumah sakit, dasar tidak bertanggung jawab. Bahkan di dalam mobil selama perjalanan pun tidak ada yang spesial. Yoongi hanya berusaha memejamkan matanya hingga sampai ke tempat tujuan. *** Yoora melangkahkan kakinya dengan malas. Hingga ia berhenti tepat di depan sebuah kamar bertuliskan nomor 2002. Entah apa yang merasuki Yoora hari ini. Setelah mendapat kabar bahwa putra Min Youngjae sudah datang, Yoora tidak bisa mengontrol debaran jantungnya. Dia bahkan tidak tau apa yang salah dengan dirinya. Gadis itu tampak begitu gugup, padahal sebelumnya tidak pernah begini. Kenapa terasa sulit berhadapan dengan orang yang memiliki nasib hampir sama dengannya? "Aish! Ada apa denganku?" Yoora berdialog pada dirinya sendiri sebelum masuk. Gadis Ahn itu berjalan ke sana ke mari sambil sesekali mencoba meraih ganggang pintu di depannya. Sungguh, perasaan seperti ini tidak bisa dijelaskan secara detail. "Baiklah, Ahn Yoora!!! Kau pasti bisa!!Fighting!!" Yoora menyemangati dirinya sendiri sebelum benar-benar memutuskan untuk masuk. Dia mendorong pintu itu sedikit lebih santai sambil terus berusaha menetralkan jantungnya. *Ceklek* Sepertinya niat awal untuk tetap merasa tenang harus Yoora kubur dalam-dalam. Detik ini bahkan jantungnya seolah berhenti berdetak ketika baru melangkah memasuki ruangan gelap itu. Di detik yang sama saat Ahn Yoora menatap mata itu, di detik itulah dia rasa hidupnya kembali hancur. Dipatahkan sedemikian rupa hingga tak berbentuk. Bukan lagi menjadi sebuah kepingan, namun serpihan halus tanpa tau bagaimana merangkainya lagi. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD