Chapter 1

2222 Words
Minggu yang cerah, seorang gadis berparas Asia sudah bersiap dengan setelan jogging-nya. Hari ini dia libur dari rutinitasnya dan akan mengisi waktu senggangnya dengan bersantai. Cindy Angelica Wilson–nama gadis tersebut, merupakan putri tunggal dari pasangan Damian Wilson dari Jerman dengan Lucy Hwang dari Hongkong. Gadis ini telah beberapa bulan kembali menetap di New York, setelah sebelumnya diminta ke negara asal ibunya membantu merawat neneknya yang sedang sakit, sekaligus mengurus sebuah klinik persalinan kecil milik keluarga ibunya. Cindy tidak seperti para sahabatnya yang berasal dari keluarga kaya raya. Dia hanya berasal dari keluarga sederhana yang berkecukupan. Ayahnya hanya seorang kepala bagian pada salah satu perusahaan besar di Jerman, sedangkan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Beberapa tahun yang lalu, ayahnya di pindahkan ke negara asal ibunya karena perusahaan tempat ayahnya bekerja membuka cabang baru di sana. Setelah lulus high school, Cindy mendapatkan beasiswa prestasi dan masuk ke salah satu universitas bergengsi di daratan Amerika. Cindy masuk universitas dengan mengambil jurusan kedokteran, lebih tepatnya sebagai dokter kandungan. Bukan tanpa alasan dia mengambil jurusan tersebut, sewaktu dia duduk di bangku high school, dia pernah melihat seorang ibu meninggal saat melahirkan di sebuah rumah sakit kecil ketika sedang menjenguk salah satu kerabat ayahnya yang dirawat di sana. Dia mendengar dari orang-orang penyebab meninggalnya ibu itu dikarenakan tenaga medis yang membantu persalinan di rumah sakit tersebut sangat minim. Semenjak itulah dia bertekad ingin menjadi seorang dokter kandungan agar bisa menolong nyawa ibu saat berjuang melahirkan anaknya. Cindy baru kali ini merasa sesantai dan setenang ini setelah beberapa minggu lalu istri sahabatnya tersadar dari koma pasca menjalani operasi caesar. Sekarang kondisi istri sahabatnya tersebut sudah stabil. Apalagi Cella sekarang hanya menunggu fase pemulihan, anak kembar sahabatnya itu juga setiap hari perkembangannya semakin membaik. Namun, ada hal lain yang kini mengganggu pikirannya sekarang yaitu; keberadaan seorang laki-laki dewasa yang dia temui saat menyampaikan perihal operasi Cella kepada keluarga Christopher. Laki-laki yang wajahnya mirip dengan sahabatnya, Steve. Namun, laki-laki ini terlihat lebih dewasa dan garis wajahnya pun lebih kaku. Yang mengganggunya lagi, sorot mata laki-laki itu sangat tajam ketika tatapan mereka bertemu. Setelah malam itu Cindy tidak pernah lagi melihat laki-laki yang sekarang telah memenuhi pikirannya. Dia juga tidak ingin menanyakan kepada para sahabatnya, terlebih pada Christy. Dia tidak mau dijadikan bahan kejahilan oleh sahabatnya tersebut, mengingat sifat ajaibnya yang satu itu. Cella saja yang baru beberapa bulan ini menjadi kakak iparnya sering dijadikan bahan godaan, apalagi dirinya yang sudah bersahabat bertahun-tahun, bisa-bisa Christy tidak akan pernah puas menggodanya. Cindy mulai mengitari jogging track di lingkungan apartemennya. Sambil ber-jogging, dia memikirkan nasib sahabatnya yang lain yakni; Audrey. Dia sangat tidak menyangka dan menyayangkan perbuatan Audrey bersama ibunya–Amara. Ternyata selain haus kasih sayang, sahabatnya itu juga haus kekayaan. Cindy sangat mensyukuri hidupnya saat ini. Dia berada di lingkungan orang-orang yang banyak menyayanginya, meskipun hidupnya tidak selalu bergelimang harta. Namun, kasih sayang yang dia dapat lebih dari cukup. Cindy juga sangat bersyukur mendapat seorang sahabat tangguh, tegar, dan sabar seperti Cella. Diam-diam dia menjadikan Cella sebagai mentornya. *** “Dad, Tere boleh tinggal lebih lama di sini bersama Kakek dan Nenek?” pinta Tere saat melihat ayahnya berkemas. “Tidak bisa, Sayang. Sudah banyak pekerjaan yang menunggu Dad,” tolak Jonathan tanpa menghentikan kegiatannya. “Tapi, Dad, Tere masih kangen bersama Kakek dan Nenek. Apalagi di sini Tere sudah mempunyai teman baru, jadi izinkan Tere tinggal di sini ya, Dad. Daddy sendirian saja pulangnya,” Tere masih membujuk Jonathan sambil menggoyang-goyangkan lengan ayahnya. “Tidak bisa, Sayang. Kita berangkat ke sini berdua, maka pulangnya pun harus berdua. Bukankah sepulang dari sini Tere sudah ada janji dengan Aunty Felly? Katanya, Tere mau diajak jalan-jalan.” Jonathan tetap menolak keinginan putrinya. “Tidak! Tere tidak mau jalan-jalan dengan Aunty Felly! Tere tidak menyukainya!” Tere berteriak dengan lantang sehingga membuat Jonathan tersentak. “Theresia!” bentak Jonathan. “Siapa yang mengajarimu berteriak pada Dad, hah?” Jonathan memandang Tere tajam. “Tere tidak suka dia! Pokoknya Tere tidak mau ikut pulang! Tere mau di sini tinggal dengan Kakek, Nenek, dan keluarga Uncle Steve!” Tere mengabaikan tatapan tajam ayahnya. Bahkan, dia tetap menolaknya sambil berteriak. “Mulai saat ini, mau tidak mau kamu harus belajar menyukai Aunty Felly! Karena secepatnya dia akan menjadi Mommy-mu!” Jonathan yang emosinya sudah terpancing kembali membentak anaknya. “Tidak mau! Tere tidak mau mempunyai Mommy seperti dia! Tere tidak mau!” Tere kembali berteriak dan air matanya pun kini telah mengalir dari mata sipit warisan ibunya. “Kamu!” Emosi Jonathan yang sudah di ubun-ubun sehingga dia menunjuk dan memberikan tatapan tajam pada Tere yang sudah bercucuran air mata. “Jonathan!” hardik Steve saat dia bersama Christy melewati kamar Jonathan. Mereka mendengar keributan dari luar kamar, sehingga segera membuka pintu. “Uncle ….” Tere berlari menghampiri pamannya. Steve pun langsung berjongkok di depan keponakannya yang sudah menangis tersedu-sedu. “Apa-apaan ini?! Apa yang telah kamu lakukan pada anakmu, hah?!” Steve kembali menghardik kakaknya dengan tatapan menyelidik. Steve melepaskan pelukan Tere lalu menghapus cairan bening di pipi keponakannya itu. “Sayang, keluarlah dulu bersama Aunty,” suruh Steve lembut sambil memberi isyarat kepada istrinya agar membawa Tere keluar. Setelah Tere diajak keluar oleh Christy, Steve berdiri dan kembali menatap tajam saudaranya. “Jawab pertanyaanku, Joe! Mengapa kamu meneriaki, bahkan membentak anakmu seperti itu, hah?” “Bukan urusanmu!” jawab Jonathan tak acuh dan kembali melanjutkan kegiatannya berkemas. “Joe, mengapa beberapa hari ini emosimu sangat tidak terkontrol seperti ini?” selidik Steve. “Karena Tere sudah mulai memberontak,” Jonathan membalasnya singkat. “Joe, wajar saja jika anakmu mulai memberontak mengingat usianya sudah bertambah. Tere memang masih anak kecil berumur empat tahun, tapi karena kamu terlalu mengekang dan membatasi pergaulannya. Bahkan, memberinya bergaul hanya dengan orang-orang itu saja, jadi seperti inilah perkembangannya. Joe, Tere perlu bersosialisasi dan berinteraksi terhadap banyak orang, terutama yang sebaya dengannya. Kalau dia masih ingin berada di sini, izinkan saja. Lagi pula aku juga keluargamu. Kasihan dia jika kamu terus membatasi ruang geraknya,” Steve menasihati kakaknya. Jonathan menghentikan aktivitasnya, kemudian duduk di pinggir ranjang. “Aku hanya ingin dia selalu berada dalam pengawasanku, Steve. Aku tidak mau Tere menjadi korban dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan ujung-ujungnya aku akan kehilangan dia juga. Seperti yang dialami ibunya karena aku terlalu memberinya kepercayaan dan kebebasan,” ucapnya sendu mengingat mendiang istrinya. Steve menepuk bahu kakaknya. Dia tahu penyebab Jonathan seperti ini, karena kehilangan mendalam yang pernah dialami kakaknya terhadap mendiang kakak iparnya. “Joe, kecelakaan itu murni karena ada yang menyabotase rem mobil yang dibawa Yumi,” ujarnya. “Tidak, Steve. Aku sudah menyuruh Felly menyelidiki kasus ini dan ternyata ada seseorang yang harus ikut bertanggung jawab. Gara-gara menghindari orang tersebut Yumi mengalami kejadian mengenaskan seperti itu!” Jonathan membantah dengan mata penuh amarah. “Felly? Bukankah dia sekretarismu? Lalu mengapa kamu suruh dia untuk menyelidikinya? Seseorang yang ikut bertanggung jawab?” Steve menatap Jonathan bingung setelah mendengar perkataan saudaranya. “Memang. Yumi dan Felly sudah seperti saudara. Felly sangat terpukul dan tidak terima dengan kecelakaan yang menimpa Yumi, apalagi sampai merenggut nyawa Yumi. Dia seorang gadis dan sebentar lagi aku bisa memastikan orangnya. Akan kubuat gadis itu mempertanggungjawabkan ulahnya. Tunggulah ketika hari itu tiba,” Jonathan berkata sangat dingin dan penuh tekad. “Jangan bertindak sembarangan, Saudaraku. Polisi sudah membuktikan bahwa itu murni kecelakaan. Jangan membalas dendam membabi buta, Joe! Kamu juga jangan terlalu memercayai sekretarismu itu, siapa tahu dia hanya ingin menarik simpatimu saja,” Steve mengingatkan Jonathan. Dia mencium niat terselubung terhadap sekretaris kakaknya tersebut. “Felly tidak seperti itu, Steve! Dia sangat mencintai dan menyayangi Tere sejak baru lahir. Bahkan, dia rela membatalkan perjodohan yang diinginkan orang tuanya hanya karena ingin menjaga Tere!” Jonathan mementahkan peringatan adiknya. “Lalu mengapa tidak kamu nikahi saja dia dan menjadikannya ibu untuk Tere?” pancing Steve. “Itu bisa dipastikan, Steve. Aku memang berniat menikahinya dalam waktu dekat ini dan memperkenalkannya pada kalian. Tapi ….” “Tapi kenapa?” Steve penasaran. “Belakangan ini sikap Tere berubah. Dia menjadi tidak menyukai Felly dan terkesan membencinya,” ucap Jonathan sambil menghela napas sedih. “Mungkin Tere masih perlu penyesuaian, Joe. Walaupun mereka sudah lama bersama, tapi itu bukan menjanjikan kalau Tere nyaman jika Felly menggantikan posisi ibunya. Jangan tergesa-gesa mengambil keputusan, apalagi ini menyangkut perasaan anakmu. Pikirkan dampaknya ke depan,” saran Steve. “Oh ya, apakah kamu mencintai Felly?” tanyanya menyelidik. “Entahlah. Selama ini kami tidak terlalu mempermasalahkan hal itu,” balas Jonathan cuek. Steve tersenyum melihat kakaknya. “Bedakan, pastikan, dan tentukan perasaanmu, Joe! Jangan sampai kamu seperti sahabatku yang bodoh itu. Dia menjadikan seorang wanita kekasihnya, padahal itu di awali hanya dari rasa simpati. Lambat laun dia dibutakan cinta karena wanita itu, sehingga dirinya hampir kehilangan sumber kebahagiaan yang sesungguhnya. Saranku, utamakan kenyamanan dan kebahagiaan Tere, karena saat ini dia hanya mempunyai dirimu yang dicintainya,” Steve kembali menyarankan. Jonathan hanya mencerna penuturan sang adik. “Joe, hari ini biar aku dan Christy yang mengajak Tere. Kami akan mengunjungi Albert dan Cella di rumah sakit. Sebaiknya tenangkan dulu pikiranmu dan minta maaflah nanti pada putrimu. Jika Tere masih mau di sini, jangan paksa dia agar ikut bersamamu pulang,” ucap Steve sebelum keluar dari kamar kakaknya, sedangkan Jonathan kembali mencerna kata-kata adiknya. Jonathan tidak menjawab ucapan adiknya karena saat ini pikirannya kembali melayang pada pertemuan pertamanya dengan wanita itu. Jonathan terus memerhatikan wanita berjubah putih yang sedang menjelaskan tentang keadaan pasien yang di tanganinya kepada keluarga pasien. Sesekali tatapan mata mereka bertemu dan wanita itu dengan cepat mengalihkannya. Mata dan wajah itu mengingatkan dirinya pada sebuah foto pemberian seseorang yang selalu di simpannya baik-baik. Perpaduan darah Eropa dan Asia yang bisa disimpulkan oleh indra penglihatannya saat memerhatikan wanita di depannya. Mata sipit, kulit putih bersih, dan bola mata hazel-nya hampir saja membuat Jonathan tenggelam akan sosoknya, jika saja dia tidak ingat ada hal lain di dalam diri wanita ini yang membuat pikirannya berubah. Wanita ini mempunyai tinggi badan di atas ukuran wanita pada umumnya. Apalagi untuk ukuran orang Asia dan itu terbukti karena saat ini wanita di hadapannya hanya menggunakan flat shoes. Cantik. Itulah sekilas yang terbesit dalam benak seorang Jonathan. Dia yakin pasti banyak laki-laki yang berharap kelak bisa menjadi pendamping wanita ini, tapi hal itu pengecualian untuk seorang Jonathan. Dia akan menyelidiki wanita ini untuk memastikan satu hal yang sudah dinantinya selama empat tahun. Sepertinya sekarang Tuhan sedang membuka jalan agar dia bisa mulai mencari keadilan untuk mendiang istrinya. *** Bukan hal sulit bagi seorang Jonathan untuk mencari informasi mengenai seseorang, apalagi dia mempunyai seorang sekretaris yang sangat dapat diandalkan. Jonathan harus bersabar sedikit lagi untuk menjalankan langkah selanjutnya, agar keadilan untuk mendiang istrinya segera dia dapatkan. “Jika memang kaulah orangnya, kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu, Nona. Dan, hidupmu tidak akan setenang saat ini, wajah cantikmu itu lambat laun akan berubah menjadi wajah yang sangat-sangat memprihatinkan,” ucap Jonathan dalam hati. *** Theresia Angela Smith, gadis manis berusia empat tahun yang biasa dipanggil Tere. Dia putri tunggal pasangan Jonathan Alcander Smith dengan seorang wanita Jepang bernama Yumiko Sakura. Tere tidak pernah mengenal dan mendapat kasih sayang ibunya karena sebuah kecelakaan telah merenggut nyawa wanita yang mengandung sekaligus melahirkannya. Namun, Tere mempunyai ayah serta keluarga yang sangat mencintai dan menyayanginya. Jonathan sangat over protective terhadap putri tunggalnya itu. Dia hanya memercayai keluarga dan orang-orang terdekatnya untuk menjaga Tere saat dia sedang ada urusan perusahaan yang mengharuskannya pergi beberapa hari. Kadang dia kasihan melihat putrinya yang tumbuh tanpa di dampingi seorang ibu. Namun, Jonathan sangat beruntung karena selain keluarganya, masih ada Felicia Watson yang sering membantunya merawat Tere. Felly–sapaan wanita itu, merupakan sahabat sekaligus sekretarisnya yang sudah cukup lama dikenalnya. Seiring pertumbuhannya, gen Yumi mendominasi fisik Tere. Di mulai dari wajah yang khas Asia, mata yang sipit dan warna kulitnya. Sedangkan gen Jonathan hanya mendapat porsi pada bagian bola mata, hidung, dan rambutnya saja. Tere sering merasa kesepian karena keterbatasan orang-orang yang diajaknya berinteraksi. Oleh karena itu dia sering meminta Jonathan agar mengajaknya berkunjung ke New York atau kakek neneknya yang dia suruh berkunjung ke Jenewa, tempat tinggalnya. Meski Tere tergolong anak-anak lebih tepatnya balita, tapi dia sudah sangat lancar berbicara. Pemikirannya pun boleh dikatakan di atas anak seusianya. Mungkin ini dipengaruhi karena pergaulannya bersama orang-orang dewasa saja. Tere saat ini sudah mengikuti pendidikan pra-sekolah dan hanya di sinilah dia bisa menjadi anak seusianya. Tere sering iri bila melihat teman-temannya sibuk bercerita tentang ibu mereka masing-masing. Namun, rasa itu dia pendam sendiri karena tidak mau membuat ayahnya bersedih setiap dirinya menanyakan sosok itu dan merindukannya. Tere sudah mengetahui bahwa ibunya meninggal saat dia dilahirkan. Tere tanpa sengaja mendengar pembicaraan sang ayah dengan Felly di ruang kerjanya, saat dia ingin menemui laki-laki tersebut untuk meminta menemaninya tidur. Dia juga sudah menganggap Felly sebagai keluarganya sendiri. Tere memang menginginkan figur seorang ibu, tapi dia belum melihatnya ada pada diri Felly. Oleh sebab itu, dia selalu marah jika mendengar baik ayahnya maupun Felly membahas hal tersebut secara langsung padanya. Felly memang baik pada Tere, tapi dia merasakan ada sesuatu yang tidak bisa dipahami setiap kali mereka bersama, mengingat usianya masih cukup kecil. Makanya dia belum bisa mendeskripsikannya secara jelas. Setiap malam Tere selalu berdoa supaya ibunya bisa hadir dalam mimpinya dan dia bisa menemukan seseorang yang benar-benar mempunyai apa yang dicarinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD