Bab 3. Calon Istri Denver

1368 Words
Tamparan keras terasa di pipi Shevaya, dia tidak menyangka jika Mala datang menghampiri dan mempermalukannya di depan umum. Wanita itu tidak ada habisnya mencari masalah dengan Shevaya. “Apa maksudmu mendekati Denver?” tanya Mala dengan kesal. “Seharusnya aku yang bertanya padamu, kenapa kamu masih mengejar-ngejar calon suamiku?” tanya Shevaya yang membuat Mala melotot tidak percaya. Mereka menjadi pusat perhatian seluruh pengunjung kafe, Shevaya yang awalnya di sudutkan kini berbalik arah kepada Mala yang dituduh tidak tahu diri. Semua orang menuduh Mala menjadi pelakor. Mala takut dan langsung memberikan pembelaaan, dia tidak ingin semua orang menghujatnya. “Dia berbohong, dia yang merebut kekasihkku!” teriak Mala kesal dan langsung mendorong Shevaya hingga menabrak penyekat kaca yang ada di ruangan tersebut. Shevaya pun terluka. Darah perlahan muncul membuat semua orang berhamburan untuk menolongnya. Mala yang ketakutan karena penghakiman semua orang dia ingin kabur, tetapi sekuriti menahannya, Mala harus mempertanggungjawabkan tindakannya. “Sheva,” teriak wanita yang sangat Mala kenal. “Tante ….” Rosmala menghampiri Shevaya yang sedang terluka, Mala tidak menyangka jika Rosmala mengenal Shevaya sedekat itu. Mereka yang bertemu berkali-kali bahkan tidak pernah mengobrol dengan akrab. Mala selalu berusaha mengakrabkan diri, tetapi semua usahanya gagal. Hatinya semakin sakit ketika membaca pesan di grub sosialita ibunya jika Rosmala sebentar lagi akan menikahkan anaknya dengan Shevaya. Makanya, Mala datang berharap bisa bertemu dengan Denver, tetapi harapannya sia-sia karena dia malah melihat Shevaya ada di lobi apartemen tempat Denver tinggal. Mala melampiaskan amarahnya pada Shevaya setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri. “Jika kamu berani mengganggu calon menantuku, maka kamu akan menghadapi kemarahan keluargaku!” Rosmala mengancam Mala. “Tante, Mala tidak bersalah.” Mala menahan tangan Rosmala. “Jangan sentuh aku, kamu sangat menjijikkan!” Rosmala menghentakkan tangan Mala dan langsung berlari menyusul Shevaya yang sudah dibawa lebih awal. Mala dibawa ke kantor polisi, dia harus mempertanggungjawabkan tindakannya yang sudah merusak property dan mencelakai pengunjung. Mala berusaha memberontak, tetapi usahanya sia-sia karena petugas keamanan tetap membawanya dengan paksa. *** Rosmala memandang Shevaya dengan tatapan sedih, Tuhan mempertemukan mereka dalam waktu yang tepat. Dia tidak bisa membayangkan siapa yang akan membantu calon menantunya jika dia tidak ada di sana. Beruntung, Rosmala tidak langsung pulang karena ingin membeli coffe di cafe yang masih berada di apartemen Denver, tepatnya di lobi. “Sebenarnya apa yang terjadi, Sheva?” tanya Rosmala ketika mereka berada di dalam mobil untuk pulang. “Mala sebenarnya kakak tiriku, Tante. Dia marah karena menuduhku merebut Mas Denver.” “Sudut bibirmu terluka, bahkan punggungmu terluka karena pecahan kaca. Tante akan mengantarmu pulang dan bicara pada orang tuamu.” Shevaya menggelengkan kepalanya. Dia lalu menceritakan semuanya, segala hal yang membuatnya diusir dari rumah. Rosmala mengusap sudut matanya yang berair dia tidak menyangka jika Shevaya yang masih muda harus mengalami cobaan seberat itu. “Tante yang akan merawatmu, Tante tidak tega membiarkanmu sendiri di apartemen.” “Tapi Shevaya tidak ingin merepotkan–” Rosmala memberikan kode agar Shevaya menutup mulutnya. Dia tidak ingin menerima penolakan dari Shevaya. Wanita muda itu pun merasa senang. Dia tidak menyangka, kejadian di mana Rosmala melihat kemesraannya dengan Denver justru jadi hal yang menguntungkan. Mobil terus melaju ke rumah keluarga Denver, debaran jantung Shevaya semakin kencang dia sangat gugup jika harus bertemu dengan keluarga Denver. “Kita sudah sampai, kamu jangan takut Sheva. Ada Tante yang melindungimu.” Rosmala menggenggam tangan Shevaya yang tengah berusaha menormalkan kekagumannya karena melihat rumah besar milik keluarga Denver. Keluarga mereka sangat kaya raya, pantas saja Mala berusaha keras untuk mendapatkan Denver sebagai miliknya. "Siapa dia, Mah?" tanya lelaki paruh baya ketika mereka baru saja masuk. "Suruh Denver pulang sekarang, Mama ingin dia merawat pacarnya." Rosmala mengatakan hal itu dengan lantang hingga Genta–suaminya tidak berani bertanya lebih lanjut. Genta hanya mengangguk, kemarahan istrinya lebih menakutkan baginya. Entah apa yang dilakukan oleh Denver hingga Rosmala benar-benar marah padanya. Genta tahu jika istrinya ingin melihat Denver menikah, tetapi dia tidak mengerti dengan segala hal yang terjadi saat itu. "Mah, dia kenapa?" tanya Felix–anak angkatnya yang kini mendekat. "Sayang, tolong minta bibi siapkan minum! Kasihan Sheva.” Felix mengangguk, dia melakukan apa yang dikatakan oleh Rosmala. Felix memang bukan anak kandung, tetapi mereka memperlakukan Felix dengan sangat baik. Setengah jam kemudian, Denver pun datang dengan ekspresi dingin. Shevaya jadi merasa takut melihat kemarahan lelaki itu. Rosmala bahkan langsung menghadang anaknya dan mengatakan jika Denver harus bertanggung jawab sampai Shevaya sembuh. "Apa maumu? Kenapa kamu ada di sini? Kamu malah membuat hidupku rumit!" Denver merasa kesal. Dia sebenarnya tidak ingin datang kembali ke rumah. Namun, ayahnya memaksa untuk tetap datang karena permintaan Rosmala. "Apa yang kamu katakan, Denver? Dia tuh lagi kesakitan, tapi kamu malah memarahinya. Mama tidak pernah mengajarkan kamu untuk memperlakukan wanita dengan buruk!" Rosmala marah. "Mama jangan ikut campur! Biar ini jadi urusanku sama dia.” Denver mengatakan hal itu dengan lantang. “Lho, sekarang ini jadi urusan Mama juga. Dia kan pacar kamu, berarti dia calon menantu Mama, apalagi Mama tadi melihat dia disakiti sama Mala.” “Mala?” Denver pun melihat kondisi Shevaya yang tidak baik. Entah apa yang dilakukan wanita itu hingga kembali membuat masalah. Denver tidak menyangka jika persetujuannya untuk membantu Shevaya malah membuatnya jadi kembali ke rumah yang sebenarnya tidak ingin didatangi. Terlebih di rumah itu ada Felix, sosok pria yang pernah merebut calon istri Denver. Namun, yang membuat Denver semakin kesal karena Felix nyatanya tidak menikahi wanita itu. “Iya, Mala, wanita yang ngejar-ngejar kamu itu. Dia mencelakai Sheva sampai kondisinya seperti ini. Luka di punggungnya lumayan parah, kakinya agak sakit karena pecahan kaca. Apa kamu tidak iba dengan kondisinya? Pacar kamu ini juga punya perasaan. Jadi, tolong perlakukan dia dengan baik!” Rosmala memeluk Shevaya yang sejak tadi hanya diam. “Sudahlah, Mah! Mama tenang aja, aku akan selesaikan masalahku sama dia.” Denver yang sudah berdiri tepat di hadapan Shevaya kini langsung menggenggam tangan wanita itu, memintanya untuk segera berdiri dan pergi dari rumah yang memang tidak didatanginya lagi. “Lepaskan dia, Denver! Jika kamu tidak bisa memperlakukannya dengan baik biar aku saja yang menggantikanmu. Sheva cantik dan sepertinya baik, dia pasti cocok denganku. Jadi, biar aku saja yang menikahinya,” ucapan Felix membuat Denver semakin emosi. Mendengar perkataan Felix, seketika kenangan buruk itu terbesit di pikiran Denver. Lelaki itu pun tertawa menanggapinya. “Jangan ngimpi! Aku tidak akan membiarkanmu, merebut lagi apa yang kumiliki,” ucap Denver dengan senyum meremehkan. “Diam kalian! Apa tidak malu kalian bertengkar di depan Sheva? Sekarang dia sedang kesakitan, tapi kalian malah bertengkar seperti ini.” Genta terlihat sangat marah. Pria berusia 56 tahun itu tidak suka dengan sikap kekanak-kanakan yang ditunjukan oleh kedua anaknya. “Aku tidak ada maksud ribut sama dia, Pah. Aku tuh hanya menawarkan diri. Kalau dia tidak ingin menikahi Sheva, aku bisa menikahinya.” Felix tersenyum puas saat mengatakannya. Tentu saja, lelaki itu hanya bermaksud membuat Denver marah karena dia tidak sungguh-sungguh ingin melakukan itu. Sejak dulu, Felix memang selalu ingin merebut apa yang jadi milik Denver karena meski hanya menjadi anak angkat di keluarga Frederick, dia ingin lebih diprioritaskan dari Denver. Denver pun langsung menghantam pipi Felix dengan keras. Lelaki itu tidak merasa kesakitan, tetapi malah semakin tertawa keras ketika berhasil memancing amarah Denver. Felix memang psikopat, dia tidak akan membiarkan Denver bahagia, sama seperti dirinya yang selalu diratapi kesedihan karena kehilangan kedua orang tuanya. Felix akan membuat Denver merasakan hal yang sama, dia akan mengambil semua hal yang membuat lelaki itu bahagia. “Denver jangan melakukan kekerasan di rumah ini!” Genta menahan Denver yang masih ingin memberi pelajaran pada Felix. “Aku tidak akan mengalah lagi untuknya, aku tidak akan membiarkan dia mengambil Sheva seperti dia mengambil w************n itu,” teriak Denver dan langsung menggendong Shevaya di posisi depan, membawa wanita itu pulang ke apartemen miliknya. Shevaya menahan rasa sakit di punggungnya, lukanya masih basah dan mungkin darahnya kembali merembes ketika Denver dengan paksa menggendongnya dengan posisi seperti itu. Denver sangat menakutkan ketika marah, bahkan sampai sekarang Shevaya hanya diam tanpa berani membantah ucapan Denver sedikit pun. “Jangan datang ke rumah itu lagi! Kalau kau berani datang ke sana, aku akan membatalkan perjanjian kita!” ancam Denver sambil terus melangkah pergi tanpa menghiraukan Felix dan kedua orang tuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD